Yerusalem oh Yerusalem
Sumber : Kedutaan Palestina (original) dan diolah dari beberapa sumber lain oleh Blog I-I |
Bagi kalangan intelijen yang memiliki hubungan baik dengan AS termasuk Indonesia, pernyataan Presiden Trump tentang pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel sama sekali bukan kejutan. Hal itu bukan saja untuk mengisi dinamika politik internasional paska kekalahan ISIS, melainkan juga untuk mengalihkan perhatian publik AS terhadap kasus kecurangan pemilu dituduhkan kepada kubu Trump serta keterlibatan Rusia. Permainan atau game pengelabuan dibalik pengelabuan adalah sesuatu yang sangat normal. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana saat ini terdapat dua pendapat yang terpecah tentang kepercayaan kepada Presiden Jokowi tentang posisi politiknya terhadap isu Yerusalem.
Pendapat pertama tentang sikap Presiden Jokowi adalah sebuah penghormatan dan apresiasi yang tinggi karena dengan begitu sigap dan cepat Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan tegas mengecam pernyataan Presiden Trump tersebut dan bahkan mendesak perubahan sikap AS dan mendorong dilaksanakannya sidang istimewa negara-negara yang bergabung dalam organisasi kerjasama Islam (OKI). Sangat bagus, membanggakan dan membela Islam bukan?
Namun pendapat kedua yang cukup mencengangkan adalah bahwa Presiden Jokowi sudah tahu melalui Intelijen dan telah mempersiapkan untuk memanfaatkan pernyataan Presiden Trump untuk menarik simpatik umat Islam Indonesia yang saat ini sebagian besar kurang simpatik terhadap sikap Presiden Jokowi misalnya dalam pembelaannya terhadap narapidana Penista Agama seperti Ahok. Sebuah upaya mencari keuntungan politik yang besar menjelang tahun politik 2018-2019 bukan?
Manakah yang benar?
Blog I-I menilai bahwa kedua pendapat tersebut benar, dimana terjadi semacam keadaan yang sangat nyaman bagi Presiden Jokowi untuk segera mengambil sikap tanpa resiko sedikitpun, Selain sikap Presiden Jokowi sejalan dengan politik luar negeri Indonesia, bahkan dapat mengangkat popularitasnya di kalangan pemilih Muslim yang semakin tergerogoti dengan berbagai isu selama tiga tahun ini. Meskipun seluruh lembaga survei masih menjagokan Presiden Jokowi untuk terpilih lagi, Blog I-I masih meyakini kekalahan Jokowi karena faktor umat Islam yang tak juga mampu dirangkul dengan baik oleh Jokowi. Itulah sebabnya isu Yerusalem sangat penting bagi Jokowi.
Latar belakang isu Yerusalem dalam strategi AS di kawasan Timur Tengah
Membahas politik luar negeri Indonesia terlalu mudah, keterkaitan kepentingan politik dalam negeri, desakan umat Islam Indonesia, dan perwujudan politik luar negeri yang bebas dan aktif juga dapat dijelaskan dengan gamblang oleh siapapun yang cukup rajin membaca berita. Sehingga anda tidak perlu kuliah politik, politik internasional atau hubungan internasional untuk memahami politik Indonesia yang sangat sederhana tersebut.
Namun untuk memahami politik luar negeri AS dan strateginya di kawasan Timur Tengah diperlukan tambahan sentuhan pisau analisa yang memadai. Setidaknya anda yang tertarik dan selalu membaca Blog I-I perlu mengembangkan bacaan anda kepada analisa-analisa geopolitik Timur Tengah, politik dalam negeri negara-negara Arab, dinamika hubungan antara negara-negara Arab, serta bagaimana negara-negara Arab menyikapi isu Palestina. Hal itupun masih belum cukup bila anda tidak memahami apa sesungguhnya prioritas AS di kawasan Timur Tengah, serta apa yang ingin dicapai oleh AS dibawah Trump di kawasan Timur Tengah.
Kunci analisa yang sangat diperlukan dalam memahami pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh AS adalah studi tentang strategi. Dalam setiap strategi tentu ada tujuan, sehingga hal yang paling pertama harus anda ketahui adalah apakah tujuan AS mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel? Anda harus menyusun daftar tujuan AS dengan pengakuan tersebut, menyusun prioritas dan kemudian memperkirakan prioritas tertingginya yang mana. Setelah Blog I-I melakukan langkah-langkah pengkajian secara seksama, ditemukan beberapa tujuan yang menarik dan dapat dijadikan rujukan sementara untuk dibuktikan kemudian atau anda analisa ulang. Pengakuan oleh AS bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel adalah semata-mata pengakuan yang telah diperhitungkan dampaknya di dunia internasional termasuk gejolak sosial politik dan keamanan yang terjadi di Yerusalem. Sudah diperkirakan bahwa dunia akan mengecam termasuk negara-negara Barat yang biasa menjadi sekutu AS. Tujuannya bukan satu melainkan ada beberapa dan satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Berikut ini beberapa tujuan yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan pelajaran dan analisa sahabat Blog I-I yang senang ilmu strategi:
- AS ingin menarik perhatian dunia untuk kembali memperhatikan isu proses damai Palestina-Israel yang relatif tidak efektif sejak tahun 2000. Bayangkan 17 tahun tidak ada kemajuan yang berarti, bahkan bila ingin anda bayangkan lebih jauh lagi sudah puluhan tahun sejak Deklarasi Balfour, atau ratusan tahun sejak awal abad ke-20 konflik Kekaisaran Ustmaniyah dan Kerajaan Inggris, atau ribuan tahun sejak era Kenabian. Kehebohan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel tidak ada artinya bila dibandingkan Deklarasi Balfour sesuai konteks sejarah masing-masing. Diperkirakan keputusan AS tersebut akan mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang oleh AS diharapkan akan menguntungkan kepentingan AS di kawasan Timur Tengah. Terkait dengan kepentingan AS adalah memenuhi janji pro Israel dalam kampanye Trump dimana konsesi pengakuan Yerusalem adalah sangat besar maknanya bagi Israel dalam melanjutkan strategi penguasaan Yerusalem secara lebih efektif. Selain itu, bonus untuk Israel tersebut saat ini dapat dianggap sama sekali tidak mengganggu proses damai Palestina-Israel karena proses damai tersebut memang sedang stagnan, tidak maju juga tidak mundur dalam konsep two-state solution, dengan kata lain situasi status quo seperti itu memerlukan kejutan keras. AS berani menempuh kejutan tersebut untuk mendorong berbagai pihak segera menyusun strategi dan dapat segera membahasnya.
- Menyatukan negara-negara Arab yang terpecah oleh kepentingan-kepentingan nasional masing-masing seperti di Teluk antara Arab Saudi dkk vs Qatar sehingga isu Qatar dapat tenggelam dan selesai agar negara-negara Teluk kompak. Penyatuan tersebut juga akan didorong oleh desakan publik rakyat Arab di masing-masing negara untuk memperhatikan isu Yerusalem. Meskipun dalam kaitan itu, AS tampak seperti pihak yang jahat karena "memihak" Israel/Yahudi, namun sesungguhnya negara-negara Arab lebih nyaman dengan Israel daripada dengan Iran. Hubungan rahasia negara-negara Arab dengan Israel dalam menghadapi ancaman Iran hanyalah soal waktu untuk terungkap di mata kebanyakan umat Muslim yang terlalu tenggelam dalam halusinasi permusuhan dengan bangsa Yahudi. Politik adalah seni yang terkait erat dengan survival dan keselamatan suatu bangsa dan negara, dan definisi musuh selalu berubah-ubah setiap waktu. Saat ini ancaman terbesar di Timur Tengah hanya dua yakni Iran dan Islam radikal (seperti ISIS, Al Qaeda, dll), sementara Israel bukan ancaman. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila kepedulian negara-negara Arab kepada bangsa Palestina tidak terlalu besar. Apa yang diklaim AS telah berkonsultasi dengan sejumlah negara termasuk Indonesia adalah sesuatu yang sangat rahasia yang bahkan Blog I-I tidak berani menulisnya di sini karena boleh jadi besok Blog I-I tiba-tiba mati seperti tidak pernah ada.
- Trump tidak terlalu peduli dengan proses damai Palestina - Israel. Apabila bangsa Palestina menjadi brutal dan kembali melakukan perjuangan dengan kekerasan seperti era intifadah, maka Israel sudah memiliki restu AS dalam menegakkan hukum di Yerusalem. Sementara itu, akan terjadi proses rasionalisasi politik negara-negara Arab dalam menyikapi isu Yerusalem dimana desakan masyarakat Arab yang peduli dengan Palestina akan disalurkan secara minimal oleh negara-negara Arab untuk bersatu membela kepentingan bangsa Palestina. Apakah arahnya Yerusalem Timur akhirnya diberikan sebagai ibukota Palestina atau tidak akan masuk dalam proses negosiasi, bila tidak maka Israel setidaknya baru dengan restu AS telah memiliki satu langkah strategi dalam negosiasi bila ditempuh nanti. Secara ambisius bisa saja Israel mengupayakan one-state solution yakni the great Israel yang menguasai seluruh Yerusalem, namun fakta geografis dan keberadaan 800 ribu bangsa Palestina di Yerusalem tidak akan mudah bagi Israel untuk mewujudkannya. Israel akan tetap ngotot untuk "melindungi" pemukiman "illegal" 200 ribu warga Israel di Yerusalem Timur yang rencananya akan menjadi ibukota Palestina. Karena AS tidak terlalu peduli dengan proses damai Palestina-Israel, maka jelas apa yang menjadi ancaman stabilitas kawasan di Timur Tengah bagi AS adalah Iran. AS mengharapkan akan terbuka saluran komunikasi yang lebih intens secara rahasia dalam berbagai konsesi penyelesaian atau status quo, namun hal itu akan lebih didorong untuk meningkatkan kesepahaman negara-negara Arab dan Israel dalam menghadapi ancaman Iran.
- Sepintas analisa nomor tiga (3) tampak terlalu membesar-besarkan Iran dan mengecilkan konflik Arab-Yahudi. Namun demikianlah kecenderungan konflik segitiga Arab-Israel-Iran, dimana sangat dimungkinkan negara-negara Arab lebih nyaman untuk bekerjasama dengan Israel daripada Iran. Perkembangan yang terjadi di Suriah dan Irak dimana pengaruh Iran semakin kuat ditambah peranan Rusia tentunya menjadi pertimbangan yang besar dalam definisi ancaman bagi negara-negara Arab dibandingkan isu Palestina. Selain itu, dinamika konflik perang saudara di Yaman dimana dibelakangnya juga konflik negara-negara Arab dengan Iran menambah keyakinan akan definisi ancaman keamanan dari Iran bagi negara-negara Arab.
- Ketidakpedulian Trump kepada proses damai Palestina - Israel juga diwarnai spekulasi dugaan kepentingan ekonomi militer berupa target penjualan persenjataan militer ke kawasan Timur Tengah. Hal ini merupakan efek lanjutan dari pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel, yang akan direspon dalam derajat yang berbeda-beda diantar negara-negara Arab. Walaupun secara umum dukungan negara-negara Arab kepada bangsa Palestina adalah sama, namun tingkat kepedulian pada level aksi akan berbeda-beda. Negara-negara yang langsung berbatasan seperti Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon tentu akan berbeda dengan negara-negara Arab yang tidak berbatasan seperti Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Pada saat yang bersamaan, seluruh negara Arab menghadapi masalah domestik masing-masing dan tidak menginginkan terjadinya gejolak domestik dan kawasan sehingga salah satu caranya adalah dengan memperkuat sistem pertahanan nasionalnya dengan peningkatan persenjataan militer. Hal itu seiring dengan ketidakpastian dinamika politik dan keamanan di kawasan Timur Tengah. Lagi-lagi ketidakpastian tersebut tidak hanya disebabkan oleh isu Yerusalem, melainkan AS akan meyakinkan negara-negara Arab bahwa ancaman sesungguhnya tetap Iran dan Islam radikal. Sementara dalam isu Yerusalem masih terbuka proses damai solusi dua negara dimana Yerusalem Barat untuk Israel dan Yerusalem Timur untuk Palestina. Walaupun solusi dua negara tersebut kurang didukung kelompok fundamentalis Yahudi, namun sesungguhnya Israel cukup realistis dalam strateginya di Palestina yakni antara status quo penguasaan Yerusalem dan mempersiapkan diri untuk menerima keberadaan negara Palestina dalam jangka waktu yang tidak ditentukan berapa panjang ke depan, sementara Israel terus meningkatkan kapabilitasnya.
Bagaimana dengan langkah-langkah berikutnya dalam memahami strategi AS tersebut?
Dalam artikel kali ini Blog I-I memberikan kesempatan kepada sisa-sisa sahabat Blog I-I yang masih rajin mengunjungi Blog I-I untuk memikirkannya dan menebak-nebak langkah analisa lanjutannya. Silahkan sahabat Blog I-I melanjutkan dengan terbukanya kunci pertama dalam memahami strategi AS sebagaimana dipaparkan diatas. Selamat mencoba!
Salam Intelijen
Dharma Bhakti
Komentar
Posting Komentar