Pembunuhan Karakter Presiden ke-6 SBY

Gambar-gambar infografis berikut ini hanya sedikit contoh dari pembunuhan karakter terhadap Presiden ke-6 SBY. Tujuannya bukan semata-mata kepada pribadi SBY, melainkan memastikan hancurnya kredibilitas anaknya AHY yang memiliki potensi kepemimpinan pada level nasional. Blog I-I tidak berwenang melakukan investigasi tentang siapa-siapa yang berada dibalik upaya penghancuran nama baik keluarga SBY tersebut.




Mengapa SBY menjadi target?

Sebagaimana pernah diungkapkan dalam artikel Penggembosan Prabowo bahwa disamping Prabowo, maka SBY juga menjadi sasaran propaganda negatif dalam rangka melemahkan kekuatan politik keluarga SBY dan Partai Demokrat.

Secara umum semua fenomena yang dapat dirangkum dalam kerangka pembunuhan karakter politisi tersebut berada dalam wilayah politik nasional yang kurang etis karena lebih banyak diwarnai oleh propaganda-propaganda negatif yang saling menyerang. Situasi yang serupa juga menimpa Presiden Jokowi. Semangatnya adalah saling menjatuhkan, menjelek-jelekkan, dan bila perlu menghacurkan nama baik serusak-rusaknya. Tujuannya tidak lain tidak bukan adalah kekuasaan melalui kompetisi pemilu berebut simpati dan dukungan rakyat Indonesia.

Pengungkapan track record baik dan buruk dari seorang politisi adalah hal yang wajar dalam rangka memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar tidak salah memilih dalam pemilu, Namun bila hal itu melampaui batas maka yang terjadi adalah berita bohong (hoax), tuduhan tanpa data, propaganda pembunuhan karakter, fitnah, dan yang paling berbahaya adalah penajaman sikap saling curiga yang mengarah kepada konflik yang akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia secara umum.

Presiden Ri ke-6 SBY menjadi target bukan semata-mata karena menjelang pilpres 2019, melainkan karena musuh politiknya cukup jelas, yakni korban-korban politik yang ingin balas dendam atas dasar kebencian personal, penghianatan dari lingkaran SBY sendiri, Partai penguasa yang merasa khawatir dengan manuver politik SBY, serta yang terbanyak adalah petualang politik propagandis yang bekerja demi uang.

Sejumlah propaganda yang langsung ditujukan kepada pribadi SBY antara lain berupaya memastikan SBY dan Prabowo tidak berkoalisi. Misalnya dengan memperbesar masalah ketika SBY berkuasa atau mengkaitkan SBY dengan kasus-kasus korupsi diharapkan Prabowo dan Gerindra menjaga jarak dengan SBY. Sebaliknya dengan mengdepankan kasus pemecatan Prabowo dari TNI yang rekomendasinya ditandatangani SBY juga bertujuan sama yakni memastikan SBY dan Prabowo tidak bersatu. Semuanya berada dalam logika game theory.

Semua propaganda negatif tentang SBY meningkat tajam ketika nama AHY muncul dalam bursa pilkada DKI Jakarta. Berbeda dengan kritik ketika SBY berkuasa atau pada masa awal Pemerintahan Jokowi, propaganda pembunuhan karakter SBY dilekatkan kepada Partai Demokrat dan keluarga SBY (bukan figur SBY semata). Sekali lempar satu propaganda beberapa target terpukul, misalnya generalisasi Cikeas yag dapat diterjemahkan sebagai keluarga SBY dan Partai Demokrat.

Kemudian propaganda tersebut juga dilakukan terus-menerus dengan berbagai variasi termasuk penggunaan inforgrafis yang cepat dan mudah dipahami. Bahaya inforgrafis adalah mendikte karena menggiring pembaca pada kesimpulan tertentu. Manusia secara umum malas membaca detil peristiwa, malas memeriksa kebenaran suatu data atau pernyataan, serta senang loncat kepada kesimpulan sederhana. Infografis yang disusun dengan garis penghubung atau anak panah, dengan narasi singkat dan gambar yang mudah dipahami akan mempercepat proses pengambilan kesimpulan pembaca yang umumnya merujuk kepada judul infografis tersebut.

Misalnya judul inforgrafis "Bau Busuk Cikeas di Mega Korupsi E-KTP", judul tersebut merupakan kesimpulan bahwa Cikeas (SBY/Partai Demokrat) terlibat kasus Mega Korupsi E-KTP. Pembentukan opini semacam itu merupakan khas operasi penggalangan opini masyarakat yang masuk dalam kategori propaganda hitam dalam teori propaganda intelijen.

Bidikan kepada SBY juga tidak terlepas dari manuver SBY dalam pilkada DKI Jakarta sebagaimana terungkap dalam penyadapan komunikasi SBY dengan Ketua MUI.

Tahu sama Tahu

Dalam politik nasional Indonesia terdapat kecenderungan posisi informasi Tahu sama Tahu sebagaimana juga Tahu yang kita makan, apabila dibenturkan akan hancur berantakan. Maksudnya berbagai skandal dan kasus bernuansa politik pada umumnya sama-sama diketahui oleh para pihak yang bertikai. Intelijen politik masing-masing pihak sangat piawai dan mahir dalam mengumpulkan informasi. Baik itu skandal pribadi maupun skandal korupsi dan kolusi semua mudah diketahui bila anda cukup lama bermain di dunia intelijen politik. Persoalannya kemudian adalah bagaimana menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan masing-masing.

Adakalanya terjadi negosiasi dan kesepakatan, namun adakalanya tidak tercapai sehingga menajam dalam perbedaan-perbedaan yang tampak seperti konflik bagi masyarakat. Oposisi adalah hal yang biasa dan perlu dalam demokrasi sebagai checks and balances. Namun ketika oposisi bergerak dalam bentuk boikot maka terjadi hambatan dalam proses politik. Sebaliknya ketika pemerintah berlebihan dalam menyikapi manuver oposisi, maka terjadi pula penyimpangan kekuasaan.

Tidak jarang terjadi semacam tebang pilih, dimana politisi yang akarnya melemah atau membusuk dipotong sekalian melalui proses hukum. Perhatikan mereka yang menjadi pesakitan terdakwa dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Semuanya berada dalam kondisi dimana akarnya mulai melemah. Anda mungkin beragurmentasi bagaimana dengan Setya Novanto dalam kasus E-KTP. Apabila diperhatikan sungguh-sungguh, sejak perpecahan Golkar kubu Agung Laksono vs kubu ARB dapat dikatakan Golkar mengalami krisis organisasi yang cukup serius. Sehingga secara faktual ketika kemudian Setya Novanto naik sebagai Ketua Golkar, kondisi Partai Golkar jauh dari solid dan tidak sedikit pengurus Golkar yang sudah siap menendang Setya Novanto dari posisinya.

Apabila kasus E-KTP tidak diintervensi secara politik, maka hampir tidak mungkin bagi Setya Novanto untuk menyelamatkan diri dari jeratan hukum. Sebelumnya Setya novanto dapat mengelak dan meyelamatkan diri dari kasus Freeport yang diungkap mantan Waka BIN yang juga mantan Direktur Utama Freeport, Maroef Sjamsoeddin. Artinya posisi Setya Novanto sudah mulai melemah tergerogoti dan mulai ditinggalkan kekuatan-keuatan politik di tanah air khususnya di dalam tubuh Golkar.

Situasi Tahu sama Tahu tersebut merupakan akar dari kegaduhan berbagai perkembangan politik pada era reformasi ini. Ketidakmampuan dalam mencapai kesepakatan bersama membangun Indonesia menyebabkan pihak-pihak yang berbeda pandangan dan kepentingan saling menggunting lipatan, itulah sebabnya berita-berita selalu membingungkan masyarakat.  Seolah tidak ada hentinya dari persoalan demi persoalan yang terlalu berat sisi politiknya.

Jokowi sebagai presiden juga tidak menyadari sepenuhnya bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dterimanya dan kemudian menjadi kebijakan juga mengandung jebakan. Misalnya Perppu Ormas dan Dana Haji untuk investasi pembangunan infrastruktur. Siapapun yang menyarankan hal tersebut jelas ingin menjebak presiden. Khusus untuk Perppu hanya masalah momentum yang kurang tepat (keadaan genting) dan penjelasan serta prosedur penentuan ormas Anti pancasila yang kurang dikedepankan. Sementara dalam dana haji jelas jauh lebih menjebak karena sensitifitas syariah dan masalah nilai investasi dan jaminan bahwa investasi infrastruktur akan menguntungkan sesuai syariah.

Apabila pemerintah sudah kekurangan uang/dana untuk pembangunan infrastruktur mengapa memaksakan diri untuk ngotot terus membangun infrastruktur. Para ekonomi tentunya telah memperingatkan bahwa investasi sektor infrastruktur tidak akan menghasilkan keuntungan instan secara langsung dalam jangka pendek seperti orang berdagang atau membangun industri jasa maupun produksi barang.

Sebagai contoh misalnya pembangunan jalan raya dan pelabuhan laut maupun udara. Setelah memakan dana trilyunan, investasi tersebut dampaknya baru akan terasa ketika sektor ekonomi lain yang menggunakan jalan raya dan pelabuhan mulai memanfaatkan infrastruktur tersebut berupa kecepatan transportasi, penghematan, dan kelancaran arus barang sehingga keuntungan meningkat. Sementara sektor penyelenggara transportasi merasakannya dalam bentuk peningkatan volume arus transportasi. Sangat jauh berbeda kalkulasinya dengan sektor industri barang jadi. Walaupun investasi pembangunan infrastruktur menjanjikan keuntungan, biasanya hal itu juga karena ada jaminan dari pemerintah yang sebenarnya juga dapat menjadi beban. Singkat kata, pemerintah yang kekurangan dana saat ini melihat peluang pinjam uang dari dana haji dan pasti menjanjikan pengembalian dan keuntungan. Apabila dikelola secara bagi hasil syariah, maka agak sulit membayangkan kapan hasil keuntungan proyek infrastruktur dapat diperoleh. Paling mudah dengan bunga riba, bahkan sumber pengembalian dana haji oleh pemerintah kemungkinan dari pinjam lagi ke luar negeri tahun depan karena saat ini hutang sudah terlalu banyak. Blog I-I menyarankan pemerintah untuk lebih waspada dan sabar dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Siapa sesungguhnya yang diuntungkan? rakyatkah atau segelintir pemain usaha. Tidak serta merta seluruh proyek infrastruktur menguntungkan rakyat, alangkah baiknya bila pemerintah menghitung secara rasional dana yang dibutuhkan dan tersedia serta jangka waktu pelaksanaan yang jangan dibatasi masa 5 tahunan berkuasa, tetapi berkesinambungan siapapun presidennya. Sikap tergesa-gesa ingin berprestasi dalam wujud hasil pembangunan infrastruktur akan melemahkan pembangunan sektor lain yang juga berpotensi menyerap tenaga kerja seperti industri.

Kembali kepada soal pembunuhan karakter SBY, bersama ini komunitas Blog I-I ingin menyampaikan kepada segenap pembaca dan seluruh masyarakat Indonesia untuk menghentikan propaganda-propaganda hitam maupun abu-abu yang menyasar kepada individu dan kelompok khususnya pada level nasional. Hentikan penggiringan opini publik untuk membenci atau kehilangan simpati kepada tokoh nasional tertentu seperti SBY. Kemudian jangan mematikan masa depan generasi muda seperti AHY dan yang lainnya. Contoh SBY dan AHY disini bukan karena Blog I-I bersimpati, melainkan hanya sekedar contoh saja yang mudah sejalan dengan bukti-bukti dari kasus propaganda yang terjadi di tanah air tercinta kita.

Sebelum mengakhiri artikel ini perlu dicatat bahwa KEBOHONGAN YANG BERTUBI-TUBI yang digunakan sebagai senjata serangan kepada SBY mengadopsi teknik kampanye hitam fitnah hoax dan pembunuhan karakter adalah suatu teknik khusus yang dikenal sebagai Firehose of the Falsehood (FoF). Semoga SBY tetap dilindungi dari fitnah dengan teknik FoF tersebut.

Hal yang sama tentuya juga berlaku untuk generasi muda politisi seperti keluarga Megawati Sukarnoputri, keluarag Jokowi, keluarga Gus Dur, dan juga yang lainnya. Tanpa terjebak kepada politik dinasti, kita harus mulai mengembangkan cara pandang yang lebih positif dan tidak tendensius.

Berpikir positif tentang orang lain atau seorang tokoh tentunya tidak menghilangkan sikap kritis terhadap kemungkinan hal yang buruk pada sang tokoh. Diperlukan kewajaran dalam arti kejelasan kritis kita terhadap para tokoh, apakah berdasarkan fakta hukum ataukah prasangka buruk ataukah gossip semata. Mari kita bangun Indonesia dalam semangat yang tidak merendahkan atau menghancurkan nama baik orang lain tanpa fakta.

Salam Intelijen
Dharma Bhakti

Komentar

Postingan Populer