Tentang Propaganda Allan Nairn
Beberapa analis strategis TNI dan sejumlah jaringan Blog I-I menyampaikan pentingnya pengungkapan latar belakang propaganda-propaganda yang dikendalikan oleh Allan Nairn tentang Indonesia. Sesungguhnya agak sulit dan cukup kompleks dalam menjabarkan suatu propaganda dari akarnya hingga target tujuan yang sesungguhnya. Karena di dalam propaganda yang baik akan mengandung pesan propaganda lain yang bersifat multidimensi. Namun ketika anda telah paham betul tentang teknik-teknik propaganda dan juga sangat mengerti tentang emosi dasar manusia serta berbagai pola reaksi umum dari masyarakat, maka membedah suatu propaganda tidaklah sulit. Namun demikian, harus tetap diingat bahwa ketelitian dan keahlian dalam memaknai kata dan kalimat menjadi sangat penting dan merupakan kunci dari ketahanan seseorang, bangsa dan negara terhadap gelombang propaganda. Sebagai contoh perhatian pola kalimat yang digunakan Blog I-I dalam menjelaskan propaganda intoleransi Pemerintahan Jokowi-JK pada artikel-artikel sebelumnya. Singkatnya meskipun propaganda intoleransi sangat penting untuk masyarakat yang multikultural, namun karena tekniknya sangat buruk dan tujuannya untuk membela Ahok, maka nilai propaganda tersebut menjadi sangat rusak pula.
Sebelum membahas propaganda-propaganda Allan Nairn, mohon dikenal dulu siapa Allan Nairn tersebut. Dalam wikipedia, website allannairn.org, akun twitternya, kita dapat membaca apa yang ingin ditampilkan Allan Nairn kepada masyarakat internasional tentang dirinya. Secara singkat seorang jurnalis/wartawan investigasi yang fokus kepada kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia, Timor Timur (Timor Leste), Burma (Myanmar), Haiti, Guatemala, serta dunia Islam (diduga kuat karena faktor spesialisasi Indonesia wajib memahami dunia Islam). Untuk detil siapa Allan Nairn silahkan sahabat Blog I-I baca sendiri pada tautan tersebut atau bahkan riset sendiri melalui internet, secara umum yang akan ditemukan adalah apa-apa yang ingin ditampilkan oleh Allan Nairn kepada masyarakat.
Benang merah fokus bahasan Allan Nairn adalah kebijakan luar negeri AS dan situasi kondisi negara-negara yang jadi amatan Allan yakni sistem politik diktator/junta/otoriter/militeristik. Indonesia pada era Presiden Suharto merupakan mainan propaganda Allan karena bahan tulisan untuk menggerogoti rejim Orde Baru sangat banyak khususnya terkait dengan pelanggaran HAM, perilaku militer Indonesia baik di daerah konflik maupun secara umum, serta kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru. Siapa yang berkepentingan untuk membaca analisa Allan Nairn? Karenanya sifat analisanya yang investigatif maka sangat mirip dengan laporan intelijen. Selain itu, ketika Allan berhasil memperoleh informasi-informasi yang sulit diperoleh oleh perwakilan resmi pemerintah AS, bahan dari Allan Nairn pun menjadi salah satu sumber bacaan pengambil keputusan di AS.
Propaganda-propaganda Allan Nairn di era Orde Baru dapat dipahami sebagai propaganda untuk melemahkan Pemerintahan Suharto serta mendorong demokratisasi. Propaganda khusus terhadap propinsi Timor Timur dan Papua adalah bagian dari upaya mendorong kemerdekaan. Sementara propaganda tentang Aceh anehnya bukan untuk mendukung kemerdekaan Aceh, tetapi hanya sekedar mengkritisi kebijakan militer Indonesia di Aceh. Catatan: mohon pembaca Blog I-I melakukan cross check terhadap artikel-artikel analisa Allan yang lama. Pada era ini, apapun label profesinya, orang-orang seperti Allan Nairn dan sejumlah pengamat Indonesia yang kritis di luar negeri mendapatkan perhatian besar dari pemerintah AS dan negara-negara Barat secara umum. Konteksnya adalah merupakan bagian dari upaya besar mendorong demokratisasi di Indonesia, yang mana Presiden Suharto terlambat dalam mengantisipasi dan merespon perubahan sosial politik masyarakat Indonesia. Mereka bagaikan selebritas intelektual yang sering dirujuk oleh media-media Barat dalam menganalisa dinamika sosial politik dan keamanan di Indonesia.
Allan Nairn pada saat melakukan pekerjaannya mengamat-amati dan menganalisa Indonesia tentunya perlu membangun hubungan dan komunikasi dengan orang-orang Indonesia yang paham tentang situasi dalam negeri Indonesia. Tidaklah mengherankan apabila terjalin hubungan baik Allan dengan sejumlah tokoh nasional, birokrat atau bahkan aparat keamanan yang mana dalam konteks demokratisasi Indonesia sepakat bahwa rezim Orde Baru harus ditumbangkan. Semuanya telah menjadi catatan sejarah, dan bangsa Indonesia juga sepakat untuk membangun demokrasi yang sesungguhnya sejak tahun 1998. Semua yang Allan lakukan di masa lalu yang dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru, di era reformasi merupakan hal biasa. Allan mulai kehilangan pamor sebagai pengamat Indonesia karena semakin banyak pengamat dan akademisi asing yang analisanya lebih akurat. Selain itu, keterbukaan Indonesia menyebabkan akses informasi semakin mudah, sehingga informasi dan analisa Allan menjadi sangat biasa saja. Bahkan kualitasnya bila dibandingkan analis-analisa akademis maupun jurnalis lainnya sangatlah jauh. Untuk akademisi sangat banyak dan sahabat Blog I-I dapat mencarinya di universitas-universitas ternama baik di AS, Australia, Inggris, Norwegia, dll. Untuk jurnalis sebut saja misalnya Joe Cochrane, Nick Owen, Sam Reeves, Jewel Topsfield, Justin Doebele, Archicco Guiliano, dll. Untuk lembaga Think Tank, Sidney Jones juga jauh lebih bagus analisanya daripada Allan.
Mari kita sedikit masuk ke dalam teori propaganda dan tujuan propaganda. Secara umum propaganda bersandar pada pemahaman verbal, tulisan, pesan-pesan tertentu agar sasaran terpengaruh, berubah pikiran, atau bahkan puncaknya adalah human hacking dimana disadari atau tidak seseorang, kelompok masyarakat atau bahkan suatu bangsa menjadi mengikuti kemauan propagandis. Dalam bahasa yang lebih halus, propaganda juga kita kenal sebagai pendidikan, pencerahan, dakwah, ceramah, lecture, dll. Berbeda dengan pendidikan, pencerahan dll, ciri khusus dalam kata propaganda adalah muatan politik ideologi yang hampir identik dengan kepentingan politik atau kekuasaan.
Konsep paling mendasar atau radikal dari propaganda adalah keberhasilan "memaksakan" pendapat atau cara pandang. Betapapun halusnya atau kasarnya atau tersembunyinya atau terbuka frontalnya sebuah propaganda, cara kerjanya adalah sama yakni memainkan emosi, empati, keragu-raguan, ketidaktahuan, prasangka-prasangka, ide konspirasi, serta keterbatasan pemahaman masyarakat secara umum. Perlu diakui bahwa Blog I-I sedikit banyak juga melakukan hal yang sama namun dengan tujuan yang semoga dapat dipahami sisi baiknya bagi bangsa dan negara Indonesia.
Propaganda juga penuh dengan dinamika coba-coba dan melihat respon atau reaksi dari sasaran. Ahli propaganda seperti Arswendo Atmowiloto misalnya pernah mengajarkan kepada salah satu jaring Blog I-I tentang pentingnya kreatifitas, kekayaan ide/gagasan, serta cara penyampaian apakah secara bombastis, naik turun berirama, ataukah datar meyakinkan, dll. Keberhasilan sebuah propaganda adalah ketika sasaran bereaksi, bahkan diharapkan reaksi yang berlebihan. Baik reaksi yang menjadi ikut terpengaruh oleh propaganda maupun yang reaksi yang menjadi anti atau sangat marah terhadap isi propaganda.
Allan Nairn jelas cukup ahli dalam melakukan propaganda-propaganda terhadap Indonesia dan ingat bahwa Allan sudah puluhan tahun mengamati Indonesia dan cukup paham tentang Indonesia.
Allan Nairn juga seorang jurnalis yang tidak memiliki outlet media yang kredibel serta lebih tepat disebut sebagai wartawan bodrek yang akan menulis demi pesanan pihak-pihak tertentu.Tanpa bermaksud menuduh tanpa dasar, artikel terbaru Allan Nairn jelas pesanan untuk menjatuhkan Panglima TNI.
Artikel berjudul Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President dimuat pada media online The Intercept yang baru diluncurkan pada tahun 2014 dengan fokus berita memuat dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden dan menyoroti National Security Agency (NSA) AS. Belakangan The Intercept menjadi platform berita dan analisa yang konon mengedepankan hal-hal terkait konflik, permusuhan dan pro-kontra di berbagai bidang di dunia. Apa yang disampaikan oleh Allan sudah memenuhi platform The Intercept, namun yang perlu sahabat Blog I-I ketahui, The Intercept adalah media online dengan manajemen, editorial, dan pengecekan akurasi berita/analisa yang lemah (Blog I-I belum cukup riset untuk menilai The Intercept sebagai media abal-abal).
Propaganda Allan dapat dikatakan lumayan berhasil karena telah dikutip sejumah media di Indonesia seperti Detik, Tempo, Tirto, serta menyebar luar melalui sosial media baik grup WA, twitter, maupun platform lainnya. Propaganda Allan Nairn berkolaborasi dengan propaganda jahat SEWORD yang dalam banyak tulisannya sangat tendensius mengadu domba sesama anak bangsa Indonesia. Blog I-I sangat mengapresiasi tanggapan Panglima TNI yang sangat tepat, benar bahwa artikel Allan tidak perlu ditanggapi karena sifatnya yang penuh kebohongan, propaganda murahan dan ingin mengadu domba TNI dengan Presiden dengan tujuan agar Panglima TNI dicopot.
Pertanyaannya kemudian adalah siapakah yang memberikan pesanan kepada Allan dan berapa Allan dibayar untuk menulis propaganda sejahat itu?
Blog I-I telah mengkritik keras Polri yang masuk dalam jebakan rekayasa Makar dalam sejumlah artikel sebelumnya. Sekaligus dalam kesempatan ini, Blog I-I ingin menyampaikan permohonan ma'af kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang awalnya Blog I-I berprasangka telah memainkan isu sensitif Makar, ternyata ditekan untuk melaksanakan rekayasa Makar tersebut. Blog I-I baru belakangan mengerti betapa sulitnya posisi Kapolri saat ini.
Blog I-I tidak ingin berspekulasi atau berprasangka lebih jauh tentang aktor intelektual yang menyuruh Allan membuat propaganda yang jelas akan membuat Indonesia semakin lemah, memecah belah pesatuan bangsa, dan membuat pemerintahan Jokowi menjadi tidak stabil. Berbeda dengan artikel-artikel Blog I-I yang berdasarkan pada kecintaan tanah air Indonesia, artikel Allan tidak memiliki empati kepada nasib jutaan rakyat Indonesia yang ingin kedamaian dan kesejahteraan.
Sekarang perhatikan bagaimana Allan mencoba meyakinkan pembaca dalam propagandanya pada alinea ke 3:
This account of the movement to overthrow President Jokowi is based on dozens of interviews and is supplemented by internal army, police, and intelligence documents I obtained or viewed in Indonesia, as well as by NSA intercepts obtained by NSA whistleblower Edward Snowden. Many sources on both sides of the coup spoke on condition of anonymity. Two of them expressed apparently well-founded concerns about their safety.
Artikel Allan diklaim berdasarkan lusinan wawancara, dilengkapi dokumen TNI, Polisi, dan Intelijen (BAIS TNI / BIN?) yang diperolehnya di Indonesia, dokumen NSA yang dibocorkan Edward Snowden, serta sumber-sumber anonim yang khawatir dengan keselamatannya.
Sebagai propagandis senior, Allan mungkin sudah kurang teliti dalam upayanya meyakinkan pembaca. Pertama dan yang paling ceroboh adalah klaim berdasarkan dokumen NSA yang dibocorkan Snowden. Allan lupa periode waktu dokumen NSA yang bocor tentang Indonesia tidak termasuk tahun 2016-2017 dimana konteks artikelnya berada. Ternyata apabila dibaca secara teliti yang dimaksud dengan dokumen NSA adalah dokumen-dokumen lama tentang Islam di Indonesia, FPI, dll. Kedua, melakukan lusinan wawancara di Indonesia apakah dapat dilakukan dalam waktu singkat, dan selama paling tidak sejak rekayasa Makar pertama Desember 2016 dan rekayasa Makar kedua Maret 2017, apakah Allan berada di Indonesia? bila iya apakah cukup waktunya membuat janji pertemuan wawancara sebanyak lusinan? Ketiga, tentang klaim tentang dokumen dari TNI, Polisi, BAIS TNI dan BIN tidak dapat dipercaya. Rasanya Indonesia sudah harus melakukan overhaul internal security TNI, Polisi, BAIS TNI, dan BIN apabila Allan sungguh-sungguh berhasil memperoleh dokumen penting dari lembaga-lembaga pertahanan dan keamanan tersebut. Kemudian tentang sumber-sumber anonim adalah klaim yang umum digunakan manakala sumber tersebut memiliki posisi sangat penting dan terancam keamanannya atau posisinya bila ketahuan. Penggunaan sumber anonim sama sekali tidak tercermin dalam kedalaman data investigasinya yang biasanya justru menjadi andalan dalam sebuah tulisan analisis.
Dari dasar klaimnya saja sudah lemah, artinya Allan tidak tahu lebih banyak dari masyarakat Indonesia yang rajin membaca koran, media internet atau yang aktif dalam media sosial fokus pemberitaan nasional. Semua yang ditulis Allan sangat biasa dan terbuka datanya. Hanya saja kelebihan Allan sebagai seorang propagandis adalah menyambungkan skenario Makar dari dinamika pilkada DKI Jakarta. Mohon dibandingkan dengan artikel-artikel Blog I-I sebelumnya tentang rekayasa Makar. Ketika Blog I-I pertama kali mengungkapkan isu Makar, maksud dan tujuannya adalah pencegahan dan penyadaran baik kepada pemerintah maupun oposisi untuk lebih berkepala dingin dalam menyikapi dinamika politik baik di Jakarta maupun secara nasional. Setelah Blog I-I melakukan konfirmasi kepada sejumlah Jenderal aktif dan purnawirawan TNI di sela-sela pertemuan para purnawirawan TNI, Blog I-I sampai pada kesimpulan bahwa makar atau rekayasa makar sangat prematur untuk digunakan sebagai alat politik melemahkan kemarahan umat Islam (meskipun yang muncul adalah FPI, GNPF MUI, FUI, namun hakikatnya Blog I-I yakin bahwa mayoritas umat Islam tersinggung) terhadap Ahok dalam kasus penistaan agama.
Satu-satu referensi Allan yang patut didalami adalah pernyataan mantan Kepala BAIS Soleman B Ponto yang diklaim Allan disampaikan pada saat wawancara:
One official, retired Adm. Soleman Ponto, who is not a supporter of the coup movement, is the former chief of military intelligence (BAIS) and currently advises the state intelligence agency (BIN). Though he declined to comment directly when I asked him about specific intelligence reports, Soleman said that it was “very clear” that SBY, whom he called a friend, helped fund the movement, “giving through a mosque, giving through a school, SBY is the source.”
More broadly, Ponto said, “almost all the retired military” and “some current military back SBY” in supporting the FPI-led protests and the coup movement. He said he knows this because — in addition to his being an intelligence man — the pro-coup generals are his colleagues and friends, many of whom correspond on the WhatsApp group known as The Old Soldier. The admiral said that for the movement’s military sponsors, the Ahok issue is a mere entry point, a religious hook to draw in the masses, but “Jokowi is their final destination.”
As for the tactic of a straight army assault on the palace in a coup d’etat, Ponto said that would not happen. This one would be “a coup d’etat by law,” resembling in one sense the uprising that toppled Suharto in 1998, except that in this case the public would not be on the revolt’s side — and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down. The FPI-led protestors, he said, would enter the palace and congress grounds, then try to get inside and set up camp until someone made them leave.
“It would look like People Power” — the people gathered by FPI and their allies, but in this case, “with everything paid. The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall.
Dalam mengutip Soleman B. Ponto, Allan lupa bahwa mantan Ka BAIS TNI tersebut memiliki ketidaksukaan terhadap SBY yang memberhentikannya dari jabatan Kepala BAIS. Selain latar belakangnya yang Kristen sehingga akuntabilitas obyektifitas penilaian terhadap konsep amal dalam Islam yang cenderung tendensius tanpa data akurat, pernyataan Soleman B. Ponto tidak jauh berbeda dengan pernyataan juru bicara Polri dalam menjelaskan kasus Makar, yakni kudeta dengan hukum. Sebuah cerita rekayasa yang sekali lagi sangat prematur.
Tuduhan yang berat terhadap TNI (Army) telah dilakukan oleh Soleman Ponto yakni: "-- and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down." dan
"The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall."
Sebagai sesama kolega yang memegang teguh prinsip intelijen, saya pribadi ingin mengingatkan sahabat Soleman B. Ponto, bahwa prajurit perang fikiran tiada pernah ada dalam dinamika propaganda, menghilang eksistensinya, tidak kelihatan, belum tentu tidak ada, yang adapun belum tentu itu bentuknya. Blog I-I sangat dekat dengan anda dan telah sering mendengarkan kekecewaan anda terhadap TNI termasuk bobroknya intelijen TNI dan pembinaan serta sistem seleksi yang tidak profesional. Namun bila benar sahabat Ponto menyampaikan kepada orang asing Allan Nairn informasi bahwa TNI akan melakukan hal-hal yang dapat menjatuhkan Presiden Jokowi (would be working to bring him down) dan membiarkan Presiden Jokowi jatuh, maka saya sangat sedih dan heran mengapa pernyataan itu sampai dikeluarkan dan dimanfaatkan Allan untuk memperdalam sikap saling curiga pada level nasional.
Insitusi TNI, Intelijen, maupun Polisi masih terus berbenah diri, dan idealisme kita tidak akan pernah cukup tersalurkan selama kita mengabdi kepada bangsa dan negara melalui isntitusi tersebut. Jaringan militer Blog I-I memilih untuk menghilang dan mati rasa terhadap institusi resmi yang telah mengabaikan korps intelijen sejak kemerdekaan hingga era reformasi. Alih-alih untuk kenaikan pangkat, seleksi untuk posisi strategis yang memerlukan skill intelijen dianggap remeh, kualitas pusintelstrat Cilendek maupun BAIS tidak bertambah bertahun-tahun. Sekolah-sekolah intel bagaikan kuburan bagi karir masa depan perwira TNI, Kursus Athan satu tahun dianggap sudah menguasai intelijen strategis, semuanya sangat menyedihkan. Sementara jaringan sipil Blog I-I juga memilih untuk menghilang dan mati rasa terhadap BAKIN/BIN yang kurang memperhatikan pengembangan sumber daya manusia. Anggota BIN tidak seharusnya dibuat terlena oleh sembako dan bingkisan permen pengibur rasa yang telah dijalankan sejak era Sudibyo untuk membusukkan BAKIN atas arahan LB Moerdani, yang diperlukan adalah pembinaan karakter dan profesionalitas serta sistem manajemen intelijen yang modern yang menghargai. Waduh ma'af jadi melantur dan emosional karena sedih dengan pernyataan sahabat Ponto.
Akhir kata, Blog I-I mohon kepada para sahabat dan pembaca setia Blog I-I untuk menyebarluaskan kebaikan demi Republik Indonesia dan lebih berhati-hati terhadap propaganda model Allan Nairn. Mulailah untuk lebih cerdas dalam membaca propaganda-propaganda, termasuk apabila Blog I-I anda nilai terjerumus dalam dinamika propaganda yang mungkin tanpa disadari kurang baik untuk Indonesia. Jaringan Blog I-I terbuka untuk kritik dan masukan. Setidaknya jaminan Blog I-I adalah bahwa kepentingan Blog I-I adalah untuk bangsa dan negara Indonesia, apabila sahabat Blog I-I membaca secara hati-hati niscaya dapat menemukan cahaya dan makna yang terkandung dalam artikel-artikel Blog I-I adalah untuk Indonesia. Bukan untuk kekuasaan, bukan untuk uang, bukan untuk popularitas, bukan pula untuk posisi jabatan. Itulah sebabnya Blog I-I justru banyak dimusuhi baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki niat-niat jahat terhadap Indonesia. Blog I-I tidak berpolitik sehingga jangan berharap untuk mengendalikan Blog I-I dengan intimidasi, blokir, dan lain sebagainya.
Khusus kepada sahabat Ponto, semoga anda menjadi sadar dan mengurangi pernyataan publik yang dapat membuat masyarakat menjadi resah berprasangka. Andaikata apa yang dikutip Allan adalah keliru, kami mohon ma'af, dan sebaiknya sahabat Ponto melakukan klarifikasi. Old soldiers never die, intelligence never retire, so my friend Ponto you're still part of our big family.
Salam intelijen,
Senopati Wirang
Sebelum membahas propaganda-propaganda Allan Nairn, mohon dikenal dulu siapa Allan Nairn tersebut. Dalam wikipedia, website allannairn.org, akun twitternya, kita dapat membaca apa yang ingin ditampilkan Allan Nairn kepada masyarakat internasional tentang dirinya. Secara singkat seorang jurnalis/wartawan investigasi yang fokus kepada kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia, Timor Timur (Timor Leste), Burma (Myanmar), Haiti, Guatemala, serta dunia Islam (diduga kuat karena faktor spesialisasi Indonesia wajib memahami dunia Islam). Untuk detil siapa Allan Nairn silahkan sahabat Blog I-I baca sendiri pada tautan tersebut atau bahkan riset sendiri melalui internet, secara umum yang akan ditemukan adalah apa-apa yang ingin ditampilkan oleh Allan Nairn kepada masyarakat.
Benang merah fokus bahasan Allan Nairn adalah kebijakan luar negeri AS dan situasi kondisi negara-negara yang jadi amatan Allan yakni sistem politik diktator/junta/otoriter/militeristik. Indonesia pada era Presiden Suharto merupakan mainan propaganda Allan karena bahan tulisan untuk menggerogoti rejim Orde Baru sangat banyak khususnya terkait dengan pelanggaran HAM, perilaku militer Indonesia baik di daerah konflik maupun secara umum, serta kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru. Siapa yang berkepentingan untuk membaca analisa Allan Nairn? Karenanya sifat analisanya yang investigatif maka sangat mirip dengan laporan intelijen. Selain itu, ketika Allan berhasil memperoleh informasi-informasi yang sulit diperoleh oleh perwakilan resmi pemerintah AS, bahan dari Allan Nairn pun menjadi salah satu sumber bacaan pengambil keputusan di AS.
Propaganda-propaganda Allan Nairn di era Orde Baru dapat dipahami sebagai propaganda untuk melemahkan Pemerintahan Suharto serta mendorong demokratisasi. Propaganda khusus terhadap propinsi Timor Timur dan Papua adalah bagian dari upaya mendorong kemerdekaan. Sementara propaganda tentang Aceh anehnya bukan untuk mendukung kemerdekaan Aceh, tetapi hanya sekedar mengkritisi kebijakan militer Indonesia di Aceh. Catatan: mohon pembaca Blog I-I melakukan cross check terhadap artikel-artikel analisa Allan yang lama. Pada era ini, apapun label profesinya, orang-orang seperti Allan Nairn dan sejumlah pengamat Indonesia yang kritis di luar negeri mendapatkan perhatian besar dari pemerintah AS dan negara-negara Barat secara umum. Konteksnya adalah merupakan bagian dari upaya besar mendorong demokratisasi di Indonesia, yang mana Presiden Suharto terlambat dalam mengantisipasi dan merespon perubahan sosial politik masyarakat Indonesia. Mereka bagaikan selebritas intelektual yang sering dirujuk oleh media-media Barat dalam menganalisa dinamika sosial politik dan keamanan di Indonesia.
Allan Nairn pada saat melakukan pekerjaannya mengamat-amati dan menganalisa Indonesia tentunya perlu membangun hubungan dan komunikasi dengan orang-orang Indonesia yang paham tentang situasi dalam negeri Indonesia. Tidaklah mengherankan apabila terjalin hubungan baik Allan dengan sejumlah tokoh nasional, birokrat atau bahkan aparat keamanan yang mana dalam konteks demokratisasi Indonesia sepakat bahwa rezim Orde Baru harus ditumbangkan. Semuanya telah menjadi catatan sejarah, dan bangsa Indonesia juga sepakat untuk membangun demokrasi yang sesungguhnya sejak tahun 1998. Semua yang Allan lakukan di masa lalu yang dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru, di era reformasi merupakan hal biasa. Allan mulai kehilangan pamor sebagai pengamat Indonesia karena semakin banyak pengamat dan akademisi asing yang analisanya lebih akurat. Selain itu, keterbukaan Indonesia menyebabkan akses informasi semakin mudah, sehingga informasi dan analisa Allan menjadi sangat biasa saja. Bahkan kualitasnya bila dibandingkan analis-analisa akademis maupun jurnalis lainnya sangatlah jauh. Untuk akademisi sangat banyak dan sahabat Blog I-I dapat mencarinya di universitas-universitas ternama baik di AS, Australia, Inggris, Norwegia, dll. Untuk jurnalis sebut saja misalnya Joe Cochrane, Nick Owen, Sam Reeves, Jewel Topsfield, Justin Doebele, Archicco Guiliano, dll. Untuk lembaga Think Tank, Sidney Jones juga jauh lebih bagus analisanya daripada Allan.
Mari kita sedikit masuk ke dalam teori propaganda dan tujuan propaganda. Secara umum propaganda bersandar pada pemahaman verbal, tulisan, pesan-pesan tertentu agar sasaran terpengaruh, berubah pikiran, atau bahkan puncaknya adalah human hacking dimana disadari atau tidak seseorang, kelompok masyarakat atau bahkan suatu bangsa menjadi mengikuti kemauan propagandis. Dalam bahasa yang lebih halus, propaganda juga kita kenal sebagai pendidikan, pencerahan, dakwah, ceramah, lecture, dll. Berbeda dengan pendidikan, pencerahan dll, ciri khusus dalam kata propaganda adalah muatan politik ideologi yang hampir identik dengan kepentingan politik atau kekuasaan.
Konsep paling mendasar atau radikal dari propaganda adalah keberhasilan "memaksakan" pendapat atau cara pandang. Betapapun halusnya atau kasarnya atau tersembunyinya atau terbuka frontalnya sebuah propaganda, cara kerjanya adalah sama yakni memainkan emosi, empati, keragu-raguan, ketidaktahuan, prasangka-prasangka, ide konspirasi, serta keterbatasan pemahaman masyarakat secara umum. Perlu diakui bahwa Blog I-I sedikit banyak juga melakukan hal yang sama namun dengan tujuan yang semoga dapat dipahami sisi baiknya bagi bangsa dan negara Indonesia.
Propaganda juga penuh dengan dinamika coba-coba dan melihat respon atau reaksi dari sasaran. Ahli propaganda seperti Arswendo Atmowiloto misalnya pernah mengajarkan kepada salah satu jaring Blog I-I tentang pentingnya kreatifitas, kekayaan ide/gagasan, serta cara penyampaian apakah secara bombastis, naik turun berirama, ataukah datar meyakinkan, dll. Keberhasilan sebuah propaganda adalah ketika sasaran bereaksi, bahkan diharapkan reaksi yang berlebihan. Baik reaksi yang menjadi ikut terpengaruh oleh propaganda maupun yang reaksi yang menjadi anti atau sangat marah terhadap isi propaganda.
Allan Nairn jelas cukup ahli dalam melakukan propaganda-propaganda terhadap Indonesia dan ingat bahwa Allan sudah puluhan tahun mengamati Indonesia dan cukup paham tentang Indonesia.
Allan Nairn juga seorang jurnalis yang tidak memiliki outlet media yang kredibel serta lebih tepat disebut sebagai wartawan bodrek yang akan menulis demi pesanan pihak-pihak tertentu.Tanpa bermaksud menuduh tanpa dasar, artikel terbaru Allan Nairn jelas pesanan untuk menjatuhkan Panglima TNI.
Artikel berjudul Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President dimuat pada media online The Intercept yang baru diluncurkan pada tahun 2014 dengan fokus berita memuat dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden dan menyoroti National Security Agency (NSA) AS. Belakangan The Intercept menjadi platform berita dan analisa yang konon mengedepankan hal-hal terkait konflik, permusuhan dan pro-kontra di berbagai bidang di dunia. Apa yang disampaikan oleh Allan sudah memenuhi platform The Intercept, namun yang perlu sahabat Blog I-I ketahui, The Intercept adalah media online dengan manajemen, editorial, dan pengecekan akurasi berita/analisa yang lemah (Blog I-I belum cukup riset untuk menilai The Intercept sebagai media abal-abal).
Propaganda Allan dapat dikatakan lumayan berhasil karena telah dikutip sejumah media di Indonesia seperti Detik, Tempo, Tirto, serta menyebar luar melalui sosial media baik grup WA, twitter, maupun platform lainnya. Propaganda Allan Nairn berkolaborasi dengan propaganda jahat SEWORD yang dalam banyak tulisannya sangat tendensius mengadu domba sesama anak bangsa Indonesia. Blog I-I sangat mengapresiasi tanggapan Panglima TNI yang sangat tepat, benar bahwa artikel Allan tidak perlu ditanggapi karena sifatnya yang penuh kebohongan, propaganda murahan dan ingin mengadu domba TNI dengan Presiden dengan tujuan agar Panglima TNI dicopot.
Pertanyaannya kemudian adalah siapakah yang memberikan pesanan kepada Allan dan berapa Allan dibayar untuk menulis propaganda sejahat itu?
Blog I-I telah mengkritik keras Polri yang masuk dalam jebakan rekayasa Makar dalam sejumlah artikel sebelumnya. Sekaligus dalam kesempatan ini, Blog I-I ingin menyampaikan permohonan ma'af kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang awalnya Blog I-I berprasangka telah memainkan isu sensitif Makar, ternyata ditekan untuk melaksanakan rekayasa Makar tersebut. Blog I-I baru belakangan mengerti betapa sulitnya posisi Kapolri saat ini.
Blog I-I tidak ingin berspekulasi atau berprasangka lebih jauh tentang aktor intelektual yang menyuruh Allan membuat propaganda yang jelas akan membuat Indonesia semakin lemah, memecah belah pesatuan bangsa, dan membuat pemerintahan Jokowi menjadi tidak stabil. Berbeda dengan artikel-artikel Blog I-I yang berdasarkan pada kecintaan tanah air Indonesia, artikel Allan tidak memiliki empati kepada nasib jutaan rakyat Indonesia yang ingin kedamaian dan kesejahteraan.
Sekarang perhatikan bagaimana Allan mencoba meyakinkan pembaca dalam propagandanya pada alinea ke 3:
This account of the movement to overthrow President Jokowi is based on dozens of interviews and is supplemented by internal army, police, and intelligence documents I obtained or viewed in Indonesia, as well as by NSA intercepts obtained by NSA whistleblower Edward Snowden. Many sources on both sides of the coup spoke on condition of anonymity. Two of them expressed apparently well-founded concerns about their safety.
Artikel Allan diklaim berdasarkan lusinan wawancara, dilengkapi dokumen TNI, Polisi, dan Intelijen (BAIS TNI / BIN?) yang diperolehnya di Indonesia, dokumen NSA yang dibocorkan Edward Snowden, serta sumber-sumber anonim yang khawatir dengan keselamatannya.
Sebagai propagandis senior, Allan mungkin sudah kurang teliti dalam upayanya meyakinkan pembaca. Pertama dan yang paling ceroboh adalah klaim berdasarkan dokumen NSA yang dibocorkan Snowden. Allan lupa periode waktu dokumen NSA yang bocor tentang Indonesia tidak termasuk tahun 2016-2017 dimana konteks artikelnya berada. Ternyata apabila dibaca secara teliti yang dimaksud dengan dokumen NSA adalah dokumen-dokumen lama tentang Islam di Indonesia, FPI, dll. Kedua, melakukan lusinan wawancara di Indonesia apakah dapat dilakukan dalam waktu singkat, dan selama paling tidak sejak rekayasa Makar pertama Desember 2016 dan rekayasa Makar kedua Maret 2017, apakah Allan berada di Indonesia? bila iya apakah cukup waktunya membuat janji pertemuan wawancara sebanyak lusinan? Ketiga, tentang klaim tentang dokumen dari TNI, Polisi, BAIS TNI dan BIN tidak dapat dipercaya. Rasanya Indonesia sudah harus melakukan overhaul internal security TNI, Polisi, BAIS TNI, dan BIN apabila Allan sungguh-sungguh berhasil memperoleh dokumen penting dari lembaga-lembaga pertahanan dan keamanan tersebut. Kemudian tentang sumber-sumber anonim adalah klaim yang umum digunakan manakala sumber tersebut memiliki posisi sangat penting dan terancam keamanannya atau posisinya bila ketahuan. Penggunaan sumber anonim sama sekali tidak tercermin dalam kedalaman data investigasinya yang biasanya justru menjadi andalan dalam sebuah tulisan analisis.
Dari dasar klaimnya saja sudah lemah, artinya Allan tidak tahu lebih banyak dari masyarakat Indonesia yang rajin membaca koran, media internet atau yang aktif dalam media sosial fokus pemberitaan nasional. Semua yang ditulis Allan sangat biasa dan terbuka datanya. Hanya saja kelebihan Allan sebagai seorang propagandis adalah menyambungkan skenario Makar dari dinamika pilkada DKI Jakarta. Mohon dibandingkan dengan artikel-artikel Blog I-I sebelumnya tentang rekayasa Makar. Ketika Blog I-I pertama kali mengungkapkan isu Makar, maksud dan tujuannya adalah pencegahan dan penyadaran baik kepada pemerintah maupun oposisi untuk lebih berkepala dingin dalam menyikapi dinamika politik baik di Jakarta maupun secara nasional. Setelah Blog I-I melakukan konfirmasi kepada sejumlah Jenderal aktif dan purnawirawan TNI di sela-sela pertemuan para purnawirawan TNI, Blog I-I sampai pada kesimpulan bahwa makar atau rekayasa makar sangat prematur untuk digunakan sebagai alat politik melemahkan kemarahan umat Islam (meskipun yang muncul adalah FPI, GNPF MUI, FUI, namun hakikatnya Blog I-I yakin bahwa mayoritas umat Islam tersinggung) terhadap Ahok dalam kasus penistaan agama.
Satu-satu referensi Allan yang patut didalami adalah pernyataan mantan Kepala BAIS Soleman B Ponto yang diklaim Allan disampaikan pada saat wawancara:
One official, retired Adm. Soleman Ponto, who is not a supporter of the coup movement, is the former chief of military intelligence (BAIS) and currently advises the state intelligence agency (BIN). Though he declined to comment directly when I asked him about specific intelligence reports, Soleman said that it was “very clear” that SBY, whom he called a friend, helped fund the movement, “giving through a mosque, giving through a school, SBY is the source.”
More broadly, Ponto said, “almost all the retired military” and “some current military back SBY” in supporting the FPI-led protests and the coup movement. He said he knows this because — in addition to his being an intelligence man — the pro-coup generals are his colleagues and friends, many of whom correspond on the WhatsApp group known as The Old Soldier. The admiral said that for the movement’s military sponsors, the Ahok issue is a mere entry point, a religious hook to draw in the masses, but “Jokowi is their final destination.”
As for the tactic of a straight army assault on the palace in a coup d’etat, Ponto said that would not happen. This one would be “a coup d’etat by law,” resembling in one sense the uprising that toppled Suharto in 1998, except that in this case the public would not be on the revolt’s side — and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down. The FPI-led protestors, he said, would enter the palace and congress grounds, then try to get inside and set up camp until someone made them leave.
“It would look like People Power” — the people gathered by FPI and their allies, but in this case, “with everything paid. The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall.
Dalam mengutip Soleman B. Ponto, Allan lupa bahwa mantan Ka BAIS TNI tersebut memiliki ketidaksukaan terhadap SBY yang memberhentikannya dari jabatan Kepala BAIS. Selain latar belakangnya yang Kristen sehingga akuntabilitas obyektifitas penilaian terhadap konsep amal dalam Islam yang cenderung tendensius tanpa data akurat, pernyataan Soleman B. Ponto tidak jauh berbeda dengan pernyataan juru bicara Polri dalam menjelaskan kasus Makar, yakni kudeta dengan hukum. Sebuah cerita rekayasa yang sekali lagi sangat prematur.
Tuduhan yang berat terhadap TNI (Army) telah dilakukan oleh Soleman Ponto yakni: "-- and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down." dan
"The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall."
Sebagai sesama kolega yang memegang teguh prinsip intelijen, saya pribadi ingin mengingatkan sahabat Soleman B. Ponto, bahwa prajurit perang fikiran tiada pernah ada dalam dinamika propaganda, menghilang eksistensinya, tidak kelihatan, belum tentu tidak ada, yang adapun belum tentu itu bentuknya. Blog I-I sangat dekat dengan anda dan telah sering mendengarkan kekecewaan anda terhadap TNI termasuk bobroknya intelijen TNI dan pembinaan serta sistem seleksi yang tidak profesional. Namun bila benar sahabat Ponto menyampaikan kepada orang asing Allan Nairn informasi bahwa TNI akan melakukan hal-hal yang dapat menjatuhkan Presiden Jokowi (would be working to bring him down) dan membiarkan Presiden Jokowi jatuh, maka saya sangat sedih dan heran mengapa pernyataan itu sampai dikeluarkan dan dimanfaatkan Allan untuk memperdalam sikap saling curiga pada level nasional.
Insitusi TNI, Intelijen, maupun Polisi masih terus berbenah diri, dan idealisme kita tidak akan pernah cukup tersalurkan selama kita mengabdi kepada bangsa dan negara melalui isntitusi tersebut. Jaringan militer Blog I-I memilih untuk menghilang dan mati rasa terhadap institusi resmi yang telah mengabaikan korps intelijen sejak kemerdekaan hingga era reformasi. Alih-alih untuk kenaikan pangkat, seleksi untuk posisi strategis yang memerlukan skill intelijen dianggap remeh, kualitas pusintelstrat Cilendek maupun BAIS tidak bertambah bertahun-tahun. Sekolah-sekolah intel bagaikan kuburan bagi karir masa depan perwira TNI, Kursus Athan satu tahun dianggap sudah menguasai intelijen strategis, semuanya sangat menyedihkan. Sementara jaringan sipil Blog I-I juga memilih untuk menghilang dan mati rasa terhadap BAKIN/BIN yang kurang memperhatikan pengembangan sumber daya manusia. Anggota BIN tidak seharusnya dibuat terlena oleh sembako dan bingkisan permen pengibur rasa yang telah dijalankan sejak era Sudibyo untuk membusukkan BAKIN atas arahan LB Moerdani, yang diperlukan adalah pembinaan karakter dan profesionalitas serta sistem manajemen intelijen yang modern yang menghargai. Waduh ma'af jadi melantur dan emosional karena sedih dengan pernyataan sahabat Ponto.
Akhir kata, Blog I-I mohon kepada para sahabat dan pembaca setia Blog I-I untuk menyebarluaskan kebaikan demi Republik Indonesia dan lebih berhati-hati terhadap propaganda model Allan Nairn. Mulailah untuk lebih cerdas dalam membaca propaganda-propaganda, termasuk apabila Blog I-I anda nilai terjerumus dalam dinamika propaganda yang mungkin tanpa disadari kurang baik untuk Indonesia. Jaringan Blog I-I terbuka untuk kritik dan masukan. Setidaknya jaminan Blog I-I adalah bahwa kepentingan Blog I-I adalah untuk bangsa dan negara Indonesia, apabila sahabat Blog I-I membaca secara hati-hati niscaya dapat menemukan cahaya dan makna yang terkandung dalam artikel-artikel Blog I-I adalah untuk Indonesia. Bukan untuk kekuasaan, bukan untuk uang, bukan untuk popularitas, bukan pula untuk posisi jabatan. Itulah sebabnya Blog I-I justru banyak dimusuhi baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki niat-niat jahat terhadap Indonesia. Blog I-I tidak berpolitik sehingga jangan berharap untuk mengendalikan Blog I-I dengan intimidasi, blokir, dan lain sebagainya.
Khusus kepada sahabat Ponto, semoga anda menjadi sadar dan mengurangi pernyataan publik yang dapat membuat masyarakat menjadi resah berprasangka. Andaikata apa yang dikutip Allan adalah keliru, kami mohon ma'af, dan sebaiknya sahabat Ponto melakukan klarifikasi. Old soldiers never die, intelligence never retire, so my friend Ponto you're still part of our big family.
Salam intelijen,
Senopati Wirang
Komentar
Posting Komentar