Nawacita Pemerintahan Jokowi - JK dan Intelijen


Alhamdulillah, puji Tuhan masukan dari jaringan Blog Intelijen Indonesia telah diketahui oleh Kepala BIN yang baru dilantik Jenderal Polisi Budi Gunawan. Bahkan beberapa langkah awal Kepala BIN memiliki kemiripan dengan masukan jaringan Blog I-I. Tentunya untuk membawa perubahan positif ke dalam organisasi BIN diperlukan waktu baik untuk mendalami persoalan internal dan tantangan eksternal, serta dalam rangka melaksanakan reformasi yang tepat guna bagi kebutuhan organisasi dan peningkatan kualitas performa BIN.

Sejalan dengan semangat profesionalisme intelijen, kali ini Blog I-I bermaksud menyampaikan masukan bagaimana menterjemahkan Nawacita atau Sembilan Agenda (cita-cita) dalam dimensi intelijen, berikut ini hasil diskusi dan masukan dari jaringan Blog I-I bagi para seniors dan sesepuh maupun generasi muda Indonesia yang aktif atau simpatik dengan dunia intelijen.

Pertama, menghadirkan negara di era reformasi sangat erat kaitannya dengan tugas pokok intelijen yang menjadi ujung tombak informasi bagi pemerintah. Keberadaan Binda dan BIN di luar negeri merupakan mata dan telinga yang dapat meningkatkan efektiftas upaya menghadirkan negara tersebut. Secara umum, agenda pertama nawacita ini berada dalam ruang lingkup politik, pertahanan, keamanan, dan luar negeri sehingga dalam dimensi intelijen apa yang harus ditingkatkan oleh BIN adalah daya tembus terhadap sumber informasi dengan meningkatkan jaring intelijen sebaik-baiknya. Hal ini juga harus didukung oleh unit analisa yang handal yang senantiasa mengkomunikasikan kebutuhan informasinya kepada agen-agen BIN yang tersebar di mana-mana. Salah satu matra yang agak tertinggal di masa lalu dan sekarang menjadi prioritas adalah maritim yang dicita-citanya menjadi jati diri Indonesia di masa mendatang. Apakah BIN berarti harus membentuk unit khusus maritim? Itu adalah hal klise yang seolah intelijen maritim dapat menjadi jawaban. Tanpa harus membangun intelijen maritim, BIN dapat berkontribusi apabila memahami kebutuhan-kebutuhan informasi dalam pembangunan maritim Indonesia. Sebagai contoh misalnya bagaimana BIN menganalisa potensi kesempatan dan ancaman dari China's maritime silk road terhadap konsep poros maritim Indonesia. Analisa tersebut tidak dapat dilakukan berdasarkan pengetahuan umum belaka, melainkan harus berdasarkan informasi yang akurat dari agen-agen BIN di China dan kawasan Asia yang dirangkum dalam analisa yang dalam oleh analis ahli dari BIN. Pertanyaannya apakah BIN sanggup melakukan hal itu atau tidak.

Kedua, membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Agenda kedua nawacita ini lebih mengarah kepada konsolidasi demokrasi baik dalam hal melanjutkan reformasi lembaga-lembaga negara agar sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, maupun dalam hal memelihara dan melindungi hasil konsensus nasional yakni sistem politik Indonesia yang demokratis. Terkait reformasi birokrasi, lembaga negara, dan revolusi mental akan lebih tepat apabila dilaksanakan oleh masing-masing lembaga secara internal melakukan perbaikan. Tantangan terbesar intelijen lebih berada di wilayah ancaman terhadap sistem politik demokrasi baik yang bersumber dari ideologi yang memaksakan kehendak dengan kekerasan seperti radikalisme, terorisme, dan komunisme, maupun dari masalah yang berada di dalam koridor demokrasi misalnya hubungan antara pusat dan daerah dan masih adanya sentimen keinginan memisahkan diri dari Indonesia (separatisme). Apa yang harus dilakukan oleh BIN adalah operasi intelijen, dan pengkajian yang sangat serius dalam menjawab tantangan terhadap demokrasi tersebut, dimana didalamnya terdapat nilai-nilai yang juga dijadikan alat oleh mereka yang terlibat dalam separatisme. Artinya BIN harus lebih canggih dalam memahami konsep demokrasi ala Indonesia yang dapat memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya kepada rakyat, menjamin keamanan dan ketertiban, serta menjawab setiap keluhan masyarakat yang termarjinalkan.

Ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Agenda ketiga ini sangat tepat dan cukup efektif dalam meningkatkan rasa memiliki seluruh rakyat Indonesia karena perkuatan pinggiran/daerah bukan berarti melupakan pusat melainkan sebuah proses penyeimbangan atau pemerataan pembangunan. Bukti-bukti pembangunan yang pesat di pinggiran dan daerah telah mulai berlangsung dan harus terus dijaga dan dipelihara agar memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. BIN yang telah memiliki Deputi Komunikasi dan Informasi seharusnya dapat bekerjasama dengan Kemenkominfo untuk mempersiapkan strategi komunikasi  pembangunan yang secara efektif dapat mengikis hambatan-hambatan dalam proses pembangunan di pinggiran/daerah tersebut. Selain itu, pilihan proyek pembangunan juga harus tepat guna dan bersifat strategis sehingga tidak bersifat mercu suar dan mubazir. Sektor pembangunan seperti infrastruktur, maritim, dan pangan melibatkan banyak pihak yang berpotensi mengalami ATHG. BIN dalam kaitan itu juga dapat berkontribusi dalam mendalami persoalan sehingga akar persoalannya dapat diketahui dan penyelesainnya pun dapat cepat dilaksanakan. Kemampuan analisa yang prima dalam ekonomi pembangunan dan penelitian terhadap karakter daerah pinggiran merupakan hal dinamis sehingga perlu update terus-menerus dalam rangka memberikan masukan yang adaptif terhadap perubahan. Meskipun lembaga teknis memiliki sumber daya yang cukup baik, BIN dapat memberikan masukan dari sisi intelijen mengenai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan terhadap upaya pembangunan pinggira dan daerah tersebut. Misalnya dalam hal pilihan pembangunan perkebunan kelapa sawit di suatu wilayah harus memenuhi penelitian akan dampak lingkungan dan dampak sosial ekonomi kepada masyarakat sekitar. Apabila dkaji lebih dalam, tidak semua pembangunan di pinggiran/daerah memiliki dampak yang positif karena boleh jadi kerusakan lingkungan justru merusak suatu wilayah dan menimbulkan kemarahan rakyat dan dunia internasional.

Keempat, menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Negara yang kuat secara hukum akan mendisiplinkan warga negara dan menciptakan sistem yang kuat dari rongrongan perilaku yang korup. Hal itu pada gilirannya akan melahirkan sistem nasional yang bermartabat dan terpercaya dan dampak lanjutannya adalah progress atau kemajuan yang cepat. Meskipun agenda keempat ini lebih berada di wilayah lembaga yang berkaitan langsung dengan publik baik di bidang hukum maupun bidang pelayanan publik, namun dimensi intelijen dapat berperan memberikan dukungan yang memperkuat posisi negara tanpa adanya penyalahgunaan wewenang. Kerjasama antar lembaga agar intelijen dapat memberikan masukan yang substantif dapat ditempuh, namun seandainya hal itu telah berjalan baik di lembaga-lembaga terkait, maka intelijen dapat lebih berkonsentrasi kepada agenda nawacita yang lain.

Kelima, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat serta land reform dan program perumahan murah adalah sebuah cita-cita mulia. Dimensi intelijen dalam konteks peningkatan kualitas hidup masyarakat lebih kepada ikut serta memonitor pelaksanaan dan memberikan masukan serta mendeteksi kemungkinan adanya pihak-pihak yang ingin melakukan sabotase yang dapat berdampak kepada kegagalan yang masif. Misalnya propaganda kelompok separatis yang menghalang-halangi pelaksanaan program-program yang mulia tersebut karena khawatir simpatik masyarakat semakin besar kepada pemerintah Indonesia.

Keenam, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Produktivitas rakyat berada di wilayah kemampuan, kreatifitas, dana, dan akses dari pelaku bisnis baik besar, menengah maupun kecil. Masalah ini dapat diserahkan kepada Kementerian teknis yang membinanya dan juga Perbankan sebagai sumber kreditnya. Selain itu, juga ada mekanisme pasar yang menjadi tantangan para pelaku bisnis Indonesia. Kemudian masalah daya saing di pasar internasional adalah terkait dengan akses pasar, proses marketing, dan informasi dalam melihat peluang dan tantangan di pasar internasional. Andaikata BIN serius, dapat meniru Singapura atau negara maju lainnya seperti AS, Eropa dan Jepang yang memiliki unit intelijen ekonomi khusus mencermati pasar internasional, baik komoditi, keuangan, maupun produk barang dan jasa. Hal ini memerlukan waktu yang cukup lama dan pernah menjadi cita-cita BIN ketika membangun Intelijen Ekonominya pada era kepemimpinan Jenderal Polisi Sutanto. Jaringan Blog I-I juga pernah diminta bantuan, namun melihat situasi yang belum siap maka sampai saat ini masih belum dapat dilakukan secara maksimal.

Ketujuh, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Hal terpenting dalam agenda ketujuh ini adalah kesepakatan pemerintah dalam hal ini Kabinet Kerja dalam definisi sektor strategis ekonomi domestik. Pangan (darat dan laut), energi, keuangan, teknologi, minerba, dan seterusnya merupakan contoh sektor strategis ekonomi domestik dimana idealnya Indonesia mandiri. Peranan BIN adalah lebih kepada analisa intelijen ekonomi dimana upaya kemandiriannya tersebut mengalami ATHG. Selain itu, BIN juga dapat menawarkan strategi-strategi jitu dalam melindungi dan memperjuangkan kemandirian ekonomi Indonesia. Sebagai contoh misalnya, dalam upaya menciptakan kedaulatan pangan pemerintah mencanangkan pembukaan lahan baru sumber pangan nasional di Indonesia Timur (Papua) dalam bentuk sawah padi. Papua yang selama ini bukan lumbung padi nasional tentunya tidak dapat tiba-tiba dirubah begitu saja dan harus dilakukan pengkajian yang serius dengan berbagai analisa dampak lingkungan dan sosial politik dan ekonominya. Seandainya terjadi kekeliruan dalam kebijakan ini akan dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang anti Indonesia untuk propaganda negatif yang menyudutkan Indonesia. Oleh karena itu, tantangan BIN baik di daerah maupun di pusat bukan semata-mata pada akses informasi melainkan juga kepada kondisi kebathinan di lingkungan masyarakat serta ketajaman analisa perkembangan situasi dan perkiraan keadaan ke depan.

Kedelapan, melakukan revolusi karakter bangsa melalu penataan kembali kurikulum pendidikan nasional, penanaman patriotisme dan cinta tanah air. Hal ini merupakan apa yang disebut sebagai character building oleh para pendiri Republik Indonesia yang telah lama dilupakan. Sebelum dapat menggulirkan suatu revolusi tentu ada tahapan-tahapan yang harus dilalui sehingga revolusi dapat bergulir. Mengapa revolusi? meskipun tampak seram namun sesungguhnya itu hanya sebuah penekanan pentingnya perubahan seluruh elemen bangsa Indonesia untuk menjadi lebih baik. Penataan kurikulum nasional baru akan berdampak ketika generasi yang mengalami kurikulum baru lulus dan terjun di masyarakat dalam berbagai posisi. Bagaimana dengan generasi yang lahir dan tumbuh di era Orde Baru 1960-an sampai 1980-an? Bagi merekalah revolusi itu harus terjadi lebih cepat. Keterbukaan, demokrasi, dan sistem hukum yang lebih baik telah merontokkan sejumlah kalangan yang korup dan memberikan kesempatan kepada mereka yang "revolusioner" misalnya dalam pemberantasan korupsi. Apa yang belum tampak secara nasional adalah bahwa ide yang cemerlang character nations building dengan revolusi mental tersebut secara efektif diterapkan. Model orasi politik seperti Presiden pertama RI memang dapat meningkatkan patriotisme dan cinta tanah air, namun di era sekarang berbagai lini penyampaian pesan harus terus-menerus dilakukan, seperti juga digagas oleh jaringan Blog I-I tanpa kenal lelah selama belasan tahun ini. Apa yang BIN harus lakukan adalah koreksi total kepada seluruh anggota-anggota baik melalui program penyegaran cinta tanah air maupun melalui program khusus untuk membangun militansi intelijen yang profesional dalam melaksanakan tugas.

Kesembilan, memperteguh Keb-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui penguatan kebhinekaan dan menciptakan ruang dialog antar warga. BAKIN dan sekarang BIN adalah satu satu aktor utama dalam pemeliharaan harmoni bangsa Indonesia yang berbeda-beda etnis, agama, dan latar belakang. Agenda ini sejalan dengan sistem politik demokrasi yang memperlakukan setiap orang sederajat dalam hak-hak politiknya dan di depan hukum. BIN selama ini telah sangat baik dalam memonitor konflik antar kelompok, tidak ada salah apabila BIN dapat lebih maju ikut mempromosikan atau mempropagandakan penguatan kebhinekaan dan selalu mendorong penyelesaian pertikaian antar kelompok melalui dialog. Hal ini sebenarnya lebih efektif melalui hal-hal yang dapat menjadi pemersatu nasional yang alamiah seperti prestasi olahraga, kebanggaan sebagai orang Indonesia, kepedulian sosial, kepedulian menjaga lingkungan, dan lain sebagainya yang seringkali dilihat berada di luar wilayah intelijen.

Demikian masukan singkat ini, semoga dapat bermanfaat.

Salam Intelijen
Dharma Bhakti & Senopati Wirang

Komentar

Postingan Populer