Selamat Ulang Tahun Intelijen Negara: Sebuah Renungan

Entah mengapa tiba-tiba ulang tahun Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi dirayakan setiap tanggal 7 Mei 2016. Konon tanggal tersebut merujuk kepada pelantikan 30 pemuda lulusan Sekolah Intelijen Nakano (Jepang) menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) dibawah pimpinan Kolonel Zulkifli Lubis. Konon pula, tanggal 7 Mei tersebut juga bertepatan dengan hari ulang tahun Jenderal TNI (Purn) DR. A.M. Hendropriyono, dimana dimulai era Hendropriyono tersebutlah perayaan ulang tahun BIN setiap tanggal 7 Mei dimulai. Tidak ada yang aneh atau salah dengan perayaan hari lahir intelijen Indonesia tersebut, hanya saja fakta-fakta mengenai jatidiri intelijen harus diketahui secara detail oleh seluruh insan intelijen.

Renungan intelijen negara berikut ini langsung menyentuh jantung dua organisasi intelijen Indonesia yakni BAIS TNI dan BIN dimana keduanya menganggap BRANI dibawah pimpinan Kolonel Zulkifli Lubis sebagai cikal-bakal lembaga intelijen di Indonesia.

Memasuki usia 70 tahun semoga seluruh komunitas Intelijen dapat menerima dan melakukan introspeksi melalui renungan ini.


Ketika saya menuliskan puisi Intelijen Buta dan Tuli hal itu merupakan refleksi keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi faktual intelijen Indonesia khususnya BIN dan BAIS TNI yang semakin rusak dari waktu ke waktu. Kerusakan demi kerusakan dunia intelijen disebabkan oleh latar belakang nahkoda pimpinan intelijen di kedua lembaga tersebut yang kurang kompeten dan sangat sedikit ilmu dan pengalamannya dalam membangun lembaga intelijen. Namun karena konstelasi politik dan kalkulasi kekuatan strategis, maka tidak terhindarkan bahwa kerusakan di kedua lembaga telah mencapai level sangat berat dan sulit diperbaiki. 

Secara umum BAIS TNI dikuasai oleh Panglima TNI dengan pucuk pimpinan berada ditangan kepercayaan Panglima guna memastikan Menhan tidak mengendalikan dan mengakses informasi strategis seenaknya saja. Hal ini sepintas wajar, namun dalam konteks strategis menjadi kurang pas karena Kementerian Pertahanan seharusnya menjadi pusat penyusunan strategi pertahanan nasional, sementara Mabes TNI menjadi mitra utamanya dengan fokus kepada level operasionalisasi dan taktis utamanya terkait dengan gelar pasukan di seluruh nusantara, serta berbagai hal terkait personil, logistik, keuangan, alutsista, dan administrasi lainnya. Ketika Panglima merangkap Menhan, tidak ada masalah karena berada di satu tangan yang mengkoordinasikan seluruh level kegiatan baik strategis maupun taktis dan operasional. Namun setelah terjadi pemisahan, maka terjadilah kesulitan dalam sinkronisasi. Situasi tersebut biasa saja dan telah diperkirakan akan terjadi sejak awal reformasi setengah hati yang ditempuh TNI.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh Menhan apabila tidak memperoleh informasi dari BAIS TNI karena kondisi BAIS TNI sudah sangat parah baik pada level pengumpulan informasi maupun analisa. Kemunduran profesionalisme BAIS TNI merupakan dampak dari sistem penempatan anggota dan pejabat BAIS yang seiring waktu diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan intelijen dan pengalaman operasi intelijen yang cukup. BAIS TNI tiba-tiba menjadi tempat parkir perwira menengah Kolonel mantan Athan yang berharap menjadi Jenderal dengan menduduki jabatan Direktur. Mayoritas Athan Indonesia hanya memiliki sedikit kemampuan intelijen karena sistem seleksi dan latar belakang yang beragam. Kemudian melalui pendidikan persiapan Athan, salah satunya pendidikan intelijen positif maka mereka para Athan mengklaim memiliki pengetahuan intelijen, padahal hal itu hanya kulitnya saja. Penyakit parah BAIS TNI tersebut telah ditularkan kepada BIN dengan melempar para Kolonel pengangguran tersebut menjadi pejabat di BIN dan mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Jenderal karena jabatan di BIN.

Patut diakui bahwa ada sebagian kecil anggota dan pejabat BAIS TNI yang memiliki ilmu dan pengalaman intelijen yang mumpuni. Namun karena jumlahnya sangat sedikit, maka peranan mereka menjadi minimal dan mereka mengalami frustasi luar biasa karena tidak berdaya dalam mengaplikasikan ilmu dan pengalaman intelijennya karena mayoritas tidak mengerti intelijen. Mereka yang mumpuni tersebut umumnya adalah sisa-sisa didikan Jenderal Benny Murdani seperti mantan Charlie dll, serta alumni pusintelstrat dan yang pernah menjadi pejabat intel karir yang umumnya nasib karirnya kurang bagus karena diskriminasi sistem pembinaan dan karir dalam organisasi TNI. 

Kerusakan terparah dalam BAIS TNI utamanya adalah dalam masalah analisa dimana kelemahan ini menjadi fatal dalam tindak saran dan penentuan target operasi serta tujuan operasi yang menjadi tidak jelas. Ketidakmampuan BAIS TNI dalam mengolah informasi menyebabkan TNI secara umum kurang adaptif terhadap dinamika keamanan dan pertahanan. Masalah lemahnya analisa tersebut diperparah oleh ketidakmampuan pengumpul bahan keterangan dalam negeri yang tersebar di seluruh Kodam dan jajaran dibawahnya serta Athan untuk informasi dari luar negeri. Intelijen telah kehilangan jiwanya, dan apa yang terjadi hanyalah rutinitas tanpa seni tinggi yang menyebabkan data yang diperoleh menjadi abal-abal yang orang umum sekalipun mampu memperolehnya. Sebagai contoh misalnya tentang bahaya komunisme dan maraknya gerakan-gerakan yang mendorong "penerimaan" kembali eksistensi komunisme di Indonesia. Tampak jelas bahwa BAIS TNI kurang mampu merespon secara cerdas apa yang disebut sebagai bahaya komunisme (mohon maaf kami tidak dapat menuliskannya lebih jauh karena sifatnya yang rahasia). 

Senada dengan apa yang terjadi di BAIS TNI, BIN mengalami kerusakan demi kerusakan yang juga tidak kalah parahnya. Selain migrasi militer tanpa kemampuan dan pengalaman intelijen secara besar-besaran setelah Direktur personalia BIN kembali diambil alih militer, BIN mengalami apa yang dapat disebut sebagai pembusukan tanpa sadar baik oleh pendatang yang baru bergabung maupun oleh organik intelijen yang lahir dari rahim BIN sendiri. BIN bagaikan pelacur cantik yang kaya raya, sangat menarik untuk dimiliki, diserap saripatinya, kemudian dibiarkan layu kering dan mati. Nasib BIN serupa dengan pemerkosaan Yuyun di Bengkulu, dimana gadis belia bernama Desi Wahyuni yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 pemuda bejat. Pemerkosaan terhadap BIN bukan masalah jabatan sipil militer ataupun tentang dana operasi yang kurang transparan. Pemerkosaan terhadap BIN terjadi terhadap idealisme dan profesionalisme intelijen yang menjadi mati secara perlahan-lahan karena ketidakmengertian dan ketidakpedulian terhadap pengembangan intelijen yang handal. Pemerkosaan terhadap mayat BIN antara lain sbb:

Pertama, sistem rekrutmen BIN sudah semakin rusak dan menjadi tidak jelas landasannya. Dalam rangka mewujudkan insan intelijen yang tangguh dan profesional, BIN secara terbuka membuka lowongan pegawai dari PNS, anggota TNI dan Polri. LihatPengumuman ini. Hal ini berdampak pada pembengkakan anggaran, yakni sebesar 700 M hanya untuk rekrutmen yang belum tentu berdampak positif bagi BIN. Akal-akalan memenuhi "kebutuhan" personil intelijen yang mencapai ribuan orang tersebut tidak lain tidak bukan adalah jalan menuju kerusakan yang lebih parah. Dengan target utama mendapatkan tambahan anggaran uang segar, BIN tidak segan-segan menelanjangi dirinya, membuka dirinya bahkan setengah menjajakan dirinya bagaikan pelacur ditepi jalan melambai-lambaikan tangannya kepada pria hidung belang. Baca benarkah BIN membutuhkan ribuan personil? Dapat saya pastikan jawabannya TIDAK.

Kedua, sistem pendidikan BIN bukan saja sudah rusak melainkan juga semakin menjauh dari standar minimal sebuah proses pendidikan intelijen. Kerusakan sistem pendidikan BIN diawali dari kebutuhan akan tenaga intel yang handal. Pada awalnya ide pembentukan Sekolah Intelijen sangat baik, yakni untuk mempersiapkan insan intelijen yang unggul. Namun ketika sekolah intelijen dipersiapkan, tenaga pengajarnya tidak dipersiapkan dengan baik sehingga kurikulum, teknik pengajaran, bahan ajar, dan tujuan yang ingin dicapai sangat jauh dari harapan. Apa yang kita kenal sekarang sebagai Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN)sesungguhnya hanya menghasilkan insan intelijen cacat bawaan yang disebabkan oleh para pengajar dan pengelolanya. Rekrutmennya sudah baik dan selektif sehingga terpilih pemuda pemudi cerdas dan tangguh, namun mereka masuk ke dalam kawah pembodohan dengan memperoleh kulit ilmu intelijen dan provokasi pengajar yang tidak kompeten, sehingga bibit unggul tersebut menjadi rusak. Selama BIN dan STIN tidak memberikan dedikasi khusus untuk peningkatan kualitas para pengajarnya, maka STIN sebaiknya dibubarkan saja. Akan lebih efektif dan efisien apabila BIN berkonsentrasi pada pendidikan level Strata 2 (Master) guna memberikan pendalaman akademik intelijen kepada lulusan sarjana yang bekerja di BIN dalam rangka meningkatkan wawasan strategis dan kemampuan analisa.
Sementara itu, pendidikan dan pelatihan BIN juga perlu diperbaiki kualitasnya sehingga benar-benar dapat menjadi rujukan bagi peningkatan kualitas intelijen secara nasional.

Situasi yang juga tidak kalah rusaknya adalah infiltrasi dan rekrutmen asing terhadap anggota BIN melalui pendidikan dan pelatihan yang ditawarkan oleh intelijen asing. Sesungguhnya BIN tidak memerlukan pelatihan asing, khususnya bagi pegawai baru BIN yang rawan direkrut asing. Apa yang diajarkan asing adalah juga sudah diketahui oleh BIN. Untuk kursus bahasa asing, BIN dapat mengembangkan sendiri dan mengirimkan anggotanya tanpa melalui intelijen asing. Sangat aneh apabila anggota BIN belajar bahasa Inggris atas fasilitasi dari Intelijen Asing bukan? Katanya intel, tapi masa untuk belajar ilmu intelijen atau belajar bahasa asing diketahui oleh intelijen asing. Bandingkan dengan Intelijen Australia, Amerika Serikat, Israel dan lain-lain, mereka langsung mengirimkan agen-agennya ke Yogyakarta untuk belajar bahasa Indonesia tanpa diketahui BIN.   
Hal yang juga tidak kurang mengkhawatirkan adalah pendidikan dan pelatihan intelijen oleh SVR Rusia yang semakin aneh dari tahun ke tahun dengan terus-menerus menawarkan pelatihan gratis + jalan-jalan ke Rusia, Wow! siapa yang tidak tertarik? Baca Penggalangan Rusia terhadap BIN

Ketiga, sistem pemeriksaan keuangan BIN dengan alih-alih operasi menyebabkan BPK kurang teliti dalam melakukan pemeriksaan sehingga apa yang didanai sebagai operasi seolah tidak perlu diperiksa lebih jauh. Padahal sangat banyak penyimpangan yang sangat menyakitkan hati rakyat Indonesia yang harus diperhatikan oleh BPK.

Keempat, sebagaimana disinyalir oleh Kepala BIN sendiri bahwa kepemimpinan di BIN ternyata ada yang ada yang suka maki-maki dan tidak mampu mengendalikan emosi. Sutiyoso memanfaatkan momentum masalah dalam kepemimpinan Ahok di DKI Jakartauntuk menyindir wakilnya sendiri yang suka menggunakan gaya militer dan memaki-maki bahkan melakukan tindakan fisik. Situasi kepemimpinan yang kurang sehat tersebut bervariasi di berbagai level yang menyebabkan lingkungan bekerja yang kurang kondusif. Hal ini tidak lain tidak bukan disebabkan oleh kurangnya penghayatan terhadap profesi intelijen karena minimnya ilmu dan pengalaman.

Kelima, pejabat pendatang berlatar belakang militer dan Polri di BIN kurang berkualitas dan pejabat organik asli BIN ternyata juga kurang berkualitas. Lha bagaimana ini? Nangka busuk bergabung dengan durian busuk, maka yang terjadi adalah pencampuran aroma kebusukan yang akhirnya bersatupada dalam kenyamanan menikmati dana operasi intelijen BIN yang kurang diteliti secara seksama oleh BPK.

Terakhir, situasi umum BIN tersebut telah mempengaruhi gairah kerja seluruh anggota BIN yang akhirnya seenaknya saja dalam melakukan kegiatan memakan uang pajak rakyat Indonesia. Di dalam negeri, agen-agen BIN relatif santai dan berlimang uang operasi dengan pertanggungjawaban yang tidak seimbang dengan kontribusi laporan. Di luar negeri, agen-agen BIN sibuk bergaya diplomat, jalan-jalan dan belanja dengan uang dollar menyenangkan hati keluarga, sementara laporan intelijen NOL BESAR. Kurangnya kontrol/kendali operasi yang diikuti dengan reward and punishment yang tegas telah menyebabkan kerusakan BIN tersebut nyaris tidak dapat terobati lagi.

Sedemikian rusaknya kah BAIS TNI dan BIN? Tentunya apa-apa yang saya tuliskan disini belum tentu 100% benar. Kebenaran adalah tetap benar walaupun pahit. Mohon maaf bila ada yang tersinggung dan marah. Bila anda bekerja untuk BAIS TNI dan BIN silahkan periksa diri anda sendiri sebelum menilai tulisan ini. Silahkan lihat lingkungan kerja anda sebelum menuduh Blog I-I menyebarluaskan kebohongan. Blog I-I terbuka terhadap sanggahan, bantahan, dan pendapat yang berbeda, karena Indonesia telah berdemokrasi dan memberikan kebebasan kepada seluruh warganya untuk berpendapat.

Blog I-I bertanggungjawab kepada kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada rakyat Indonesia, kepada idealisme intelijen, dengan berat hati dengan tangisan dan darah bertahan dalam kata dan tulisan ini dengan harapan semoga suatu saat nanti akan terjadi perubahan menjadi lebih baik. 

Salam Intelijen,
Senopati Wirang

Komentar

Postingan Populer