Sedikit Tambahan Tentang Badan Cyber Nasional
Kepala BIN Sutiyoso tidak setuju dengan pembentukan Badan Cyber dan menganggap hal itu sebagai pemborosan saja. Selain itu, pembentukan Badan Cyber juga harus memperhatikan keberadaan unit-unit khusus yang sudah ada dalam menangani masalah cyber. Sementara artikel Blog I-I tanggal 24 Agustus 2015 menegaskan perlunya Badan Cyber Nasional dengan sejumlah alasan yang telah dikemukakan dalam artikel tersebut. Lantas, bagaimana publik menyikapinya? Sebagai bagian dari pendidikan publik di bidang intelijen, Blog I-I perlu menyampaikan apa yang disebut sebagai current real threat dan potential future threat yang mana hal tersebut akan mempengaruhi strategi pengembangan organisasi intelijen. Misalnya ancaman kemungkinan Pilkada menjadi rusuh tidak dapat dikategorikan sebagai ancaman nyata, karena diperlukan pra-kondisi ataupun niat dari para pihak yang ingin menimbulkan kerusuhan. Konflik Pilkada pada umumnya lebih disebabkan oleh ketidakpuasan, unsur kecurangan, belum dewasa dalam berdemokrasi, hasutan, kepentingan kelompok yang menunggangi politik, dan bukan pada suatu perencanaan serius menghancurkan penyelenggaraan Pilkada agar berantakan sehingga berpengaruh kepada stabilitas keamanan nasional Indonesia. Bagaimana dengan kepentingan asing? Negara-negara Barat yang liberal demokrasi sudah cukup puas dengan proses demokratisasi di Indonesia, kelanjutannya adalah pada kepentingan ekonomi baik yang bersifat eksploitasi para pemilik modal (kapitalis) maupun dalam hal pengaruh dikawasan dikaitkan dengan kompetisi global.
Contohnya kerusuhan Pilkada adalah suatu potensi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan penjagaan dan pencegahan, salah satunya adalah melalui kerja intelijen yang menciptakan kondisi nyaman aman tentram dengan penggalangan publik agar berdemokrasi secara dewasa. Selain itu juga melalui deteksi dini kemungkinan adanya pihak-pihak baik asing maupun domestik yang berupaya menggagalkan Pilkada dengan alasan apapun. Selanjutnya apabila ada delik hukumnya maka masuk ke dalam ranah penegakkan hukum oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Berwenang lainnya yang mengawasi pelaksanaan pemilu dan memutuskan sengketa pemilu.
Sementara itu, kejahatan cyber baik yang bersifat kriminal maupun strategis (mengganggu keamanan nasional) bersifat nyata saat ini dan berpotensi untuk terus berkembang dimasa mendatang, sehingga hampir seluruh negara di dunia membangun dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ancaman cyber.
Mengapa perlu Badan Cyber Nasional ketimbang mengembangkan unit-unit yang sudah ada baik di Polisi, Militer, BIN, Kominfo, maupun Lemsaneg? Karena siapapun yang menguasai cyber di Indonesia akan memiliki power yang sangat besar sehingga perlu pengawasan agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Selain itu, diperlukan suatu sistem komando agar tidak terjadi konflik internal dalam bersaing dalam penanganan isu cyber. Investasi di bidang cyber akan memakan anggaran yang sangat besar karena mahalnya teknologi dan sumber daya manusia. Pengembangan sistem keamanan cyber nasional juga bukan hanya semata-mata terkait dengan defense dan offense di dunia maya, melainkan daya kreatif intelektual dalam berpacu dengan kemajuan teknologi yang selalu berkembang dari waktu ke waktu.
Sehingga lembaga yang ideal tidak berada di dalam tangan intelijen, melain sebuah cyber command yang merupakan gabungan dari pakar strategi perang, ahli IT dan akademisi/peneliti, kalangan penggiat underground cyber, kalangan bisnis terpercaya di bidang pengembangan teknologi IT, pakar analisa intelijen, pakar hukum IT dan hukum internasional, unsur penegakkan hukum, dan tentunya manajemen informasi handal dalam mengelola terselenggaranya suatu sistem keamanan cyber nasional. Menggabungkan berbagai latar belakang yang berbeda tersebut tentunya bukan hal mudah, selain itu membangun infrastruktur pertahanan cyber yang handal sudah pasti akan memakan biaya yang sangat tinggi.
Menyikapi hal tersebut, maka rencana pembentukan Badan Cyber bukan berarti saat ini langsung jadi siap pakai dalam satu dua tahun. Melainkan strategi jangka panjang yang seiring waktu terus meningkatkan kapabiltas cyber security nasional sampai tercapai titik ideal berupa independensi pengembangan teknologi dari ketergantungan terhadap perusahaan asing. Pengembangan teknologi tersebut tidak harus 100% buatan Indonesia melainkan bisa juga berupa varian dari teknologi yang telah dibeli dari luar negeri. Dalam hal ini, unit riset dan development menjadi ciri pembeda dari lembaga-lembaga sejenis di luar negeri yang juga sedang berkembang.
Menjadi ciri khas cara berpikir sempit bangsa Indonesia adalah ingin cepat mencapai sesuatu dan kurang memperhatikan proses. Sebagaimana juga pengembangan sektor maritim yang saat ini semakin serius dengan pembentukan Kemeko Kemaritiman, jangan terlalu berharap bahwa seolah dalam 5 tahun pemerintahan Jokowi akan terwujud Indonesia yang Hebat di bidang Maritim, perlu ada suatu rasionalisasi pencapaian target sesuai dengan dukungan anggaran, kemampuan personil, dan penguasaan teknologi, serta implementasi kebijakan yang tepat. Perhatikan bagaimana Pemerintahan SBY selama 10 tahun, bukan hal yang mudah dalam memulihkan perekonomian Indonesia dan memantapkan demokrasi di Indonesia. Semua pihak yang terkait bahu-membahu dalam mendorong terwujudnya harapan rakyat Indonesia.
Diperlukan keikhlasan yang luar biasa dari para pemimpin nasional Indonesia untuk secara serius memperhatikan pentingnya kesinambungan pembangunan dari pergantian pimpinan nasional. Dimana blue print pembangunan strategis sebaiknya tidak seenaknya berubah-ubah haluan, hingga walaupun generasi saat ini tidak menikmati, namun generasi penerus akan menjadi saksi dari keberhasilan suatu strategi jangka panjang yang jitu.
Kembali kepada Badan Cyber Nasional. Apabila hal ini hanya wacana ngobrol ringan dari suatu konferensi nasional yang kurang serius, maka menjadi sia-sia dan pemborosan jika dipaksakan untuk dibangun. Namun apabila ada suatu strategi jangka panjang untuk membangun secara bertahap kemampuan cyber nasional, maka perlu dibuat pentahapan yang rasional yang akan secara nyata dapat mewujudkan Indonesia yang kuat dalam keamanan cyber. Perlu kita akui bersama bahwa daya visi bangsa Indonesia akan menjadi pendek manakala hanya berpikir untuk kepentingan pribadi dan kelompok, karena dibatasi oleh kehendak-kehendak yang tidak mewakili jeritan suara rakyat. Marilah kita renungkan lagi, niat-niat dalam hati kita masing-masing ketika menggagas sesuatu untuk bangsa dan negara, sebesar apakah kepentingan pribadi kita?
Sekian
Semoga bermanfaat
Senopati Wirang
Komentar
Posting Komentar