Pemanfaatan Poros Maritim Indonesia
Berdasarkan informasi jaringan Blog I-I di luar negeri, diperkirakan akan terjadi upaya pemanfaatan konsep poros maritim Indonesia yang "mentah" oleh beberapa negara yaitu AS, Russia, China, Australia, dan Jepang. Negara-negara tersebut dengan mudah telah mengukur kemampuan Indonesia khususnya secara ekonomi dan keamanan laut (penegakan hukum di laut dan kedaulatan/militer). Berbagai kelemahan infrastruktur maritim Indonesia bukan saja disebabkan oleh kurangnya pelabuhan yang memadai, melainkan juga oleh keterbatasan jumlah kapal termasuk kapal nelayan dan kapal patroli penegak hukum dan kapal TNI AL. Kelemahan tersebut menjadi sempurna manakala mentalitas nelayan Indonesia jauh berada dibawah kualitas mental bahari nelayan Vietnam dan Thailand yang kerap melakukan pencurian di laut Indonesia.
Beberapa pemanfaatan secara strategis yang akan terjadi karena ketidakmampuan Indonesia sehingga membutuhkan investasi asing adalah dalam bentuk pembangunan infrastruktur maritim yang nantinya akan memfasilitasi kelancaran apa yang dipropagandakan sebagai Tol Laut. Selain itu juga dalam penyediaan kapal-kapal baru dan pemeliharaan serta alih teknologi. Revolusi yang dikumandangkan Pemerintahan Jokowi diperkirakan akan bersifat hangat-hangat tahi ayam, dimana semangat membabi buta dengan ambisi besar tersebut akan segera pudar seiring dengan munculnya persoalan-persoalan dalam rangka mewujudkan ambisi maritim Indonesia.
Belajar dari pengalaman modernisasi maritim berbagai negara, khususnya Inggris yang pernah mendeklarasikan bahwa matahari tidak pernah tenggelam bagi Inggris Raya karena penguasaan laut dan kolonisasi di berbagai belahan dunia, tradisi maritim bukan lahir dari tiba-tiba dan mewujud dalam waktu beberapa tahun saja. Diperlukan derap langkah berbagai pihak yang berlandasarkan pada kesinambungan bisnis yang didukung keuntungan-keuntungan yang nyata dalam menopang pengembangan sektor maritim tersebut. Inggris membangun kemampuan maritimnya selama ratusan tahun. Namun bila kita ingin belajar dari Jepang ketika pernah menjadi kekuatan maritim terkuat ketiga di dunia, hal itu dilakukan dalam rentang waktu sekitar 50 tahun saja, yakni sejak era Bakumatsu (1853-1868) sampai tahun 1920-an. Jepang belajar dari berbagai negara khususnya Inggris untuk membangun Angkatan Lautnya, sementara modernisasi di sektor perikanan laut, mentalitas nelayan Jepang sudah terkenal dengan penjelajahannya dalam mencari ikan dan pemburuan ikan paus hingga saat ini. Boleh dikatakan Jepang dalam waktu 50 tahun melakukan upgrade di berbagai sektor khususnya penguasaan teknologi kelautan yang mencakup teknologi kapal laut dan pengetahuan tentang biota laut dan deteksi kekayaan laut.
Apabila yang dibidik adalah masalah memaksimalkan industri perikanan laut Indonesia, maka seyogyanya langkah ini dapat dilakukan secara senyap guna menghindari antisipasi pihak-pihak yang selama ini merugikan Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa laut Indonesia adalah bagaikan pasar terbuka dimana transaksi jual beli ikan segar terjadi di laut. Tidak semua nelayan asing melakukan pencurian, seringkali nelayan Indonesia juga melakukan penjualan dengan harga "murah" kepada asing karena bagi nelayan Indonesia harga yang ditawarkan asing tersebut tetap jauh lebih baik daripada membawa ikan ke daratan wilayah Indonesia. Selain kurangnya penguasaan teknologi pemeliharaan kualitas ikan segar dan pengolahan ikan di tanah air, daya beli pasar dalam negeri jauh lebih rendah dari pasar internasional. Sementara itu, untuk menembus pasar internasional, Indonesia harus memenuhi serangkaian pra kondisi dalam rangka memenuhi standar kebutuhan ikan segar yang berkualitas. Benar bahwa ikan di laut jumlahnya luar biasa, namun hal itu tidak berarti tanpa batas seolah tidak akan pernah habis. Industri perikanan laut juga harus memperhatikan kelangsungan ketersediaan ikan yang harus dipelajari dengan mempelajari siklus kehidupan di laut sehingga jangan sampai ambisi tersebut terjebak dalam keserakahan yang menyebabkan terjadinya kelangkaan ikan-ikan asli Indonesia yang memiliki nilai tinggi di pasar internasional.
Masalah lain dalam industri perikanan adalah dukungan ketersediaan energi di lokasi-lokasi dimana infrastruktur maritim akan dibangun, misalnya untuk pemeliharaan agar ikan tetap segar baik dengan pengaturan temperatur khusus maupun teknologi pembekuan yang boleh dikatakan masih sangat kurang. Belum lagi soal standar kebersihan dengan sistem sanitasi lingkungan industri maritim yang juga masih kurang karena belum terbiasa dengan sistem yang berstandar internasional.
Hal ini bukan untuk melemahkan semangat, tetapi untuk lebih mendorong keseriusan Pemerintahan dan sektor-sektor terkait untuk bekerja keras dan membuktikan bahwa mental bangsa Indonesia bukan seperti hangatnya tahi ayam yang cepat berlalu.
Pemanfaatan apa yang akan dilakukan negara-negara yang disebutkan pada awal tulisan ini. Pertama adalah investasi dan akses yang lebih luas yang pada suatu saat ketika sektor maritim terlena dapat dengan mudah dikuasai asing karena sistem pasar bebas. Kedua adalah kontrol langsung kepada informasi dasar kekuatan maritim Indonesia yang lemah sehingga dapat dipastikan untuk relatif tetap lemah karena penguasaan teknologi yang dengan mudah didikte. Ketiga adalah memastikan adanya pengaruh negara-negara tersebut yang berkompetisi untuk memastikan bahwa Indonesia tidak akan memainkan manuver politik yang merugikan kepentingan mereka karena sudah terikat oleh MoU kerjasama dan lain-lain.
Terkait dengan pengembangan sektor maritim, sungguh komunitas Intelijen Indonesia sangat sedih dan malu ketika Presiden Jokowi menyampaikan: "Feeling" Saya, Negara Lain Grogi dengan Indonesia. Pernyataan tersebut entah merupakan refleksi kejujuran yang naif karena kurangnya pemahaman tentang realitas kompetisi kepentingan nasional antar negara, sikap meremehkan negara asing, atau kebodohan karena kurangnya informasi intelijen tentang negara-negara yang dianggapnya grogi tersebut? Mohon maaf sebelumnya, apabila komunitas intelijen resmi tidak berani menyampaikan kritikan tajam, maka izinkan Blog I-I untuk menyampaikan kritikan ini untuk perbaikan di masa mendatang.
Informasi Intelijen jaringan Blog I-I menyebutkan bahwa Ambisi Poros Maritim Indonesia saat ini di mata negara-negara yang telah memiliki kekuatan maritim tidak lebih sebagai program biasa yang harus dikontrol agar Indonesia tidak benar-benar menguasai sektor ini. Upaya kontrol akan dilakukan melalui operasionalisasi kerjasama dan bantuan-bantuan. Dengan demikian, apa oleh sebagian orang dipikir hebat sebenarnya merupakan kewajiban negara untuk membangun berbagai sektor strategisnya. Semua upaya pengembangan sektor dapat dihitung atau dikalkulasikan dengan sumber daya yang dimiliki dan cara-cara mewujudkannya. Sumber daya yang dimiliki Indonesia jelas terbatas karena disamping harus terus memelihara momentum pertumbuhan ekonomi dan menekan inflasi, Indonesia harus mengembangkan sektor maritim yang selama ini terbengkalai. Kemudian juga caranya harus efektif dan realistis, dimana alokasi anggaran untuk sektor maritim seyogyanya tidak mengganggu sektor lain yang juga menjadi prioritas.
Masalah maritim bukan masalah yang mudah dan murah sehingga diperlukan kehati-hatian dan kerja keras serta sikap pantang menyerah. Saran Blog I-I, ambillah sikap dan propaganda yang lebih low-profile dengan prioritas-prioritas yang jelas sesuai kemampuan nasional. Andaipun akan mengundang investor asing, pilihlah sektor-sektor yang dikemudian hari dapat dipastikan tidak akan dikuasai asing.
Sekian, semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Senopati Wirang
Komentar
Posting Komentar