Mengecilkan atau Membesarkan Ancaman ISIS di Indonesia?

Artikel Blog I-I berjudul "mengapa tiba-tiba ISIS ramai dibicarakan?" mengundang banyak masukan melalui email Blog I-I, baik yang bernada kritik maupun yang mendorong Blog I-I untuk terus meningkatkan produksi analisa untuk pembelajaran publik Indonesia tentang dunia intelijen dan ancaman strategis kepada bangsa dan negara Indonesia. Pertama-tama tentunya saya sangat mengapresiasi setiap masukan, krtitikan, dan komentar yang membuat saya berpikir kembali atas setiap kata, kalimat, dan artikel yang saya publikasikan melalui Blog I-I. Khusus kepada para sahabat Blog I-I yang aktif di Pemerintahan baik kalangan intelijen, militer, polisi, maupun BNPT, perlu diketahui bahwa apa-apa yang dipublikasikan oleh Blog I-I diniatkan untuk kebaikan bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, tidak ada tujuan lain selain saling asah, asuh, asih dengan berbagai elemen bangsa Indonesia melalui media Blog yang mudah-mudahan berdampak positif bagi masa depan Indonesia.

Artikel ini merupakan klarifikasi atas artikel blog I-I mengenai ISIS yang oleh para pihak yang memberikan masukan agar masukannya tidak dipublikasikan karena menyangkut rahasia negara.


Saya awali dengan klarifikasi bahwa artikel mengenai ISIS tidak bermaksud mengecilkan potensi ancaman ISIS. Sebaliknya artikel tersebut justru ikut membongkar berbagai kejanggalan terkait dengan ISIS yang mengklaim diri sebagai Daulah Islamiyah dibawah pimpinan "Amirul Mukminin" Abu Bakr al-Baghdadi. Sebelum lebih jauh, perhatikan bagaimana kehati-hatian pimpinan Al Qaida, Ayman al-Zawahiri dalam menyikapi ISIS yang antara lain disebutkan dengan berlepas tangan. Tidak ada restu atau dukungan, namun juga tidak ada penentangan dari Al Qaida. Selain itu perhatikan konflik yang berkembang antara ISIS dengan Jabhat al-Nusra yang berafiliasi dengan Al Qaida. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi di tanah al-Sham dan Irak? ISIS merupakan metamorfosa dari kelompok perlawanan rakyat Irak sejak pendudukan AS yang kemudian bergabung dengan Al Qaida in Iraq (AQI) yang sebelumnya taat dan berbaiat kepada Al Qaida. Namun setelah mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan wilayah di Irak dan Suriah (didukung oleh bergabungnya sebagian kelompok perlawanan di Suriah), AQI berubah menjadi ISIS dan melakukan klaim politik sebagai Negara Islam di Irak dan Sham.

Peta wilayah yang dikuasai ISIS (sumber BBC)



Kemudian perhatikan sikap dan pandangan resmi Arab Saudi terhadap ISIS. Salah satu pernyataan resmi Pemerintah Arab Saudi terkait ISIS adalah pernyataan Raja Abdullah pada 1 Agustus 2014 yang mengecam aksi kekerasan pembunuhan dan mutilasi orang-orang tidak bersalah oleh kelompok militan Islam, serta menyerukan para ulama Islam untuk mencegah pembajakan ajaran Islam oleh kelompok militan. Meskipun Raja Abdullah tidak menyebutkan nama kelompok militan, namun pernyataan tersebut jelas mengarah pada ISIS yang belakangan ini melakukan aksi-aksi brutal terhadap sesama Muslim yang tidak mendukung ISIS di wilayah yang dikuasainya. Namun demikian, informasi yang menyebutkan adanya bantuan keuangan dari orang-orang kaya Arab Saudi, Kuwait dan negara-negara teluk lainnya perlu diperhatikan karena bagaimanapun juga kelompok Sunni di Timur Tengah bersimpati dengan perjuangan kelompok Sunni di Suriah maupun di Irak.

Selanjutnya perhatikan kebijakan Iran yang mengirimkan 2000 pasukan membantu Pemerintahan PM Nuri al-Maliki di Irak dalam menghadapi ISIS. Iran sendiri tampak bersikap mendua dalam menyikapi ISIS karena sebagaimana Al Qaida yang tidak pernah menyerang kepentingan Iran, ISIS sebelumnya ketika masih AQI juga tidak pernah menyerang Iran sesuai dengan kebijakan Al Qaida yang antara lain dalam rangka mendapatkan bantuan militer. Iran juga pernah menuduh AS berada dibelakang ISIS yang bertujuan memelihara konflik Sunni - Syiah dan melemahkan pemerintahan Syiah di Baghdad yang dipimpin PM Maliki. Dalam hal ini kelompok ISIS berhadapan melawan pasukan pemerintah Irak dan pemerintah Suriah dalam perebutan beberapa wilayah dan kota di kawasan Irak dan Suriah.

Kompleksitas persoalan ISIS semakin tambah rumit karena ideologi memerangi yang terdekat, termasuk orang-orang Islam yang dianggap murtad karena menolak syariah versi ISIS. Dalam kaitan ini ISIS melangkah lebih jauh dari sekedar gerakan takfiri yang mengkafirkan orang-orang Islam yang tidak sejalan dengan ISIS, yakni dengan memerangi dan membunuh mereka yang dianggap murtad baik secara individu maupun karena taat pada Pemerintahan Kafir/Thagut (meskipun orang-orangnya Islam). Faktor inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya benturan dengan kelompok perjuangan Sunni Suriah Free Syrian Army maupun Jabhat al-Nusra yang berafiliasi dengan Al Qaida.

Taktik dan strategi ISIS adalah penguasaan wilayah dan memerangi musuh yang terdekat dengan kekuatan/kekerasan. Dengan sumber-sumber keuangan yang saat ini cukup besar, ISIS mampu membangun kekuatan militer dan memberikan pelayanan sosial kepada penduduk yang berada di wilayah kekuasaannya. Hal ini menjadi daya tarik jihadis internasional untuk mendukung atau masuk dalam wilayah ISIS dan berjuang bersama ISIS karena mereka "merasa" berada dalam negara Islam (Daulah Islamiyah). Hal inilah yang membedakan ISIS dengan Al Qaida, dimana Al Qaida pada era awal pernah memiliki dukungan yang besar dengan wilayah yang cukup luas di Afghanistan - Pakistan dalam koalisi dengan kelompok Taliban. Namun Al Qaida belum pernah melakukan klaim sebagai entitas negara, melainkan hanya suatu gerakan jihad global dengan afiliasi yang tersebar di beberapa kawasan seperti Al Qaida in Arabian Peninsula, Al Qaida in Maghreeb, Al Qaida in Southeast Asia (Jemaah Islamiyah), Al Qaida in Iraq, dst.

Berdasarkan informasi intelijen blog I-I, kejanggalan-kejanggalan ISIS tersebutlah yang mendorong munculnya spekulasi bahwa Israel berada di belakang pembentukan ISIS, yakni dalam rangka mengcounter semakin besarnya pengaruh Iran yang telah merambah Irak, Suriah, Lebanon, bahkan Palestina. Selain itu, analisa yang menyatakan bahwa ISIS saat ini merupakan perangkap intelijen AS untuk menjaring seluruh jaringan radikal Sunni internasional yang menjadi jihadis dalam satu tempat cukup menarik untuk didalami karena kelompok radikal Indonesia juga sudah pernah dijebak melalui Omar al-Faruq dan beberapa keturunan Arab lainnya yang berhasil membodohi sejumlah tokoh Islam radikal Indonesia seperti Abu Bakar Baasyir dan kawan-kawan. Perjuangan-perjuangan palsu atas nama agama Islam tersebut merupakan pola pemanfaatan sumber daya manusia dan keuangan yang murah dalam rangka kepentingan geopolitik AS, Israel dan sekutunya yang mengalami kesulitan dalam mengimbangi pengaruh strategis Rusia dan Iran.

Menegangnya hubungan Arab Saudi dengan AS paska penolakan AS melakukan intervensi di Suriah jelas mengecewakan elit-elit di Arab Saudi. Hal ini pula yang mendorong sebagian elit Arab Saudi mendukung gerakan perlawanan rakyat Sunni Suriah. Namun belakangan Arab Saudi juga khawatir akan dampak yang sama seperti paska perang Afghanistan, dimana para mantan pejuang jihad kemudian menjadi teroris yang mengancam keamanan Arab Saudi.

Bahwa ISIS dapat menjadi ancaman serius karena radikalisasi terhadap sebagian kecil umat Islam Indonesia sebaiknya direspon secara cerdas dengan membongkar kebohongan besar strategi geopolitik AS dan Israel di Timur Tengah yang memanfaatkan ISIS. Hal ini tidak akan anda temui dalam pernyataan resmi pemerintah AS maupun Israel, melainkan berkat kecerdasan anda mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan keberadaan ISIS. Hanya negara besar yang sanggup melakukan operasi subversif super rahasia counter-state yang akan menguntungkan kepentingan nasionalnya. Hanya negara dengan sumber-sumber daya yang cukup yang dapat menciptakan suatu keadaan yang sangat kompleks yang membuat orang-orang yang berpikir sederhana dan masyarakat umum menjadi bingung dan kemudian mengambil keputusan yang salah dengan bergabung kepada ISIS. Pada saatnya ISIS akan dihancurkan dengan mudah sebagaimana juga Al Qaida atau Taliban yang pernah menjadi sekutu utama AS menghadapi Uni Soviet.

Berdasarkan data-data akurat jaringan Blog I-I di Timur Tengah, dapat saya sampaikan bahwa Indonesia sungguh tidak mengerti tentang apa sesungguhnya sedang terjadi di Timur Tengah. Dunia konflik sejak zaman dahulu tidak pernah sederhana atau berada dalam garis lurus sebab akibat, melainkan selalu kompleks dan tumpang tindih serta banyak kepentingan berbeda yang memiliki tujuan berbeda pula. Dalam kondisi tersebut, suatu taktik atau strategi "apapun" sangat mungkin diterapkan demi tercapainya tujuan. Bangsa Indonesia dan orang Indonesia pada umumnya boleh dikatakan sederhana dalam berpikir dan bahkan cenderung malas untuk berpikir kompleks dan berstrategi, sehingga ketika melihat suatu persoalan seringkali terlalu disederhanakan secara hitam putih dan cenderung emosional. Akibatnya orang Indonesia mudah dipengaruhi, mudah direkrut dan mudah berkhianat kepada bangsanya tanpa menyadari kekuatan yang sedang mengendalikannya.

Seandainya Ustadz Aman Abdurrahman atau Ustadz Abu Bakar Baasyir membaca artikel ini, Insha Allah beliau-beliau akan mengerti betapa dahsyat tipu daya musuh-musuh Islam. Namun tentunya hal itu juga kembali kepada keyakinan dan keimanan karena sungguh tipu daya yang dilancarkan manusia tidak akan mampu merubah ketentuan Yang Maha Kuasa. Seruan ISIS kepada umat Islam Indonesia tidak lain tidak bukan adalah suatu upaya menyerap potensi umat Islam Indonesia yang sangat besar sekaligus memecahnya dalam konflik internal sesama Muslim Indonesia karena perbedaan ideologi yang memiliki tujuan menjauhkan umat Islam dari persatuan. Kejatuhan Daulah Islamiyah dalam sejarah lebih banyak disebabkan oleh persengketaan internal daripada serangan dari luar, hal ini harus dipahami bersama sebelum mengangkat senjata berperang di jalan Allah SWT. Selain itu, sebagai seorang jihadis, seyogyanya anda juga berilmu dalam artian paham betul hakikat konflik dan pihak yang diperangi serta konsekuensi logis yang ditimbulkan.

Akhir kata, seandainya tidak ada ISIS tentu mata dunia sekarang akan tertuju kepada Palestina dan jihad Palestina akan semakin dahsyat yang berarti mengancam eksistensi Israel. Presiden SBY telah menulis surat terbuka tentang Gaza, Pemerintah Indonesia sudah mengecam Israel dan mengambil langkah-langkah diplomatik menolong rakyat Palestina, apabila hal itu direspon oleh intelijen Israel dengan mendorong rekrutmen ISIS terhadap sebagian kecil orang Indonesia, tentunya harus sudah diperhitungkan oleh Pemerintah Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam artikel berjudul Have we ever faced an enemy more stupid than Muslim terrorists? yang meskipun artikel tersebut sangat tendensius, namun ada hal yang dapat kita pelajari bersama bahwa efek dari suatu tindakan seringkali tidak sesuai dengan harapan. Misalnya saja keyakinan tindakan kekerasan terorisme akan membuat orang lain sadar dan segera bertaubat kembali pada jalan Tuhan. Atau keyakinan bahwa musuh-musuh Islam akan takut karena aksi terorisme, yang mana keyakinan tersebut bukan saja keliru melainkan juga memiliki efek yang justru semakin merusak Islam sebagai ajaran yang mulia. Mungkin akan ada yang beragumentasi bahwa aksi terorisme justru membuat semakin banyak manusia yang tertarik untuk belajar Islam, namun hal ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu justifikasi taktik atau strategi penyebaran Islam karena caranya sudah salah.

Kunci sukses rekrutmen ISIS atau Al Qaida dan yang sejenisnya adalah kebodohan atau ketidaktahuan dari mereka yang direkrut. Mereka menyangka berperang di jalan Allah SWT, padahal hakikatnya berperang untuk kepentingan strategi geopolitik AS, Israel dan sekutunya.

Semoga matahati kita semua dijernihkan dari kompleksitas persoalan ini, sehingga bangsa Indonesia dapat terhindar dari fitnah besar terorisme global.

Salam
Senopati Wirang


Komentar

Postingan Populer