Awas! Ancaman Besar Bagi Indonesia

 PERINGATAN! 
Artikel berikut ini mengandung unsur SARA yang mungkin akan membuat anda tidak nyaman dalam membacanya. Oleh karena itu, bila anda merasa tidak nyaman sebaiknya tidak perlu meneruskan membaca artikel ini. Namun bila anda cukup dewasa dan mampu berpikir kritis, mohon dibaca hingga selesai. Kritik dan masukan dipersilahkan. Terima kasih.

Mengakhiri tahun 2017 dan memasuki tahun 2018 setidaknya ada tiga ancaman besar yang mengintai Indonesia di tahun 2018. Komunitas Blog I-I sudah semakin lemah dan kembali ke bidang masing-masing sehingga deteksi dini dan cegah dini komunitas Blog I-I melindungi bangsa Indonesia dari ancaman asing sudah tidak efektif. Kekecewaan yang sangat besar kepada Intelijen resmi khususnya BIN yang "mematikan" akses masyarakat Indonesia kepada Blog I-I telah menyebabkan sebagian besar komunitas Blog I-I di luar negeri menilai Blog I-I sudah mati pengaruhnya. Namun demikian dalam komunikasi online terkini yang dilakukan pada 12 Desember yang lalu, telah diputuskan untuk tetap menuliskan peringatan dini, masukan dan analisa yang tetap dapat dibaca secara terbatas oleh sebagian orang-orang yang masih peduli dengan Indonesia dan Intelijen Indonesia. Perkiraan ancaman berikut ini merupakan hasil diskusi yang secara hati-hati mendeteksi berbagai ancaman yang kemudian disusun dalam skala tingkat kejutan yang akan terjadi. Update Blog I-I kemungkinan telah dan akan menurun tajam sehingga para pembaca Blog I-I dimohon untuk bersabar karena jumlah artikel Blog I-I tidak sebanyak yang biasanya. Ancaman yang akan dibahas disini lebih kepada evaluasi apa yang akan terjadi dan bagaimana dampaknya bagi bangsa Indonesia.


Ancaman Pertama lahir dari kegagalan PDI Perjuangan dalam memenangkan mayoritas pilkada 2018. PDI P akan tetap menang di beberapa kantong utama saja. Dampak lanjutannya adalah Kelompok radikal Kristen dan simpatisan komunis yang menyusup ke dalam PDI Perjuangan akan membuat kekacauan dengan mengadu domba sesama anak bangsa dengan sasaran kelompok Islam dan mengadu domba sesama umat Islam. Perlu digarisbawahi disini bahwa PDI P bukan sarang komunis ataupun sarang Kristen radikal, sehingga apa yang disampaikan disini adalah sesuatu yang sifatnya intelijen dan bukan fakta hukum atau fitnah terhadap PDI P sebagai Partai pemenang pemilu 2014. Kelemahan PDI P lebih disebabkan oleh lemahnya kendali Ketua Partai Megawati Soekarnoputri dan bergesernya sebagian tokoh PDI P untuk memperkuat posisi Jokowi sehingga perpecahan di dalam tubuh PDI P tidak terelakkan. Meskipun elektabilitas PDI P relatif masih baik, namun sentimen negatif umat Islam Indonesia perlahan namun pasti terus menguat dari waktu ke waktu, dari mushalla kecil hingga masjid Raya yang besar. Efektifitas persatuan umat Islam Indonesia lintas organisasi lahir dari fakta sejarah kasus penistaan agama oleh Ahok yang dibela mati-matian oleh Jokowi. Bahkan dengan berbagai alasan Ahok diperlakukan berbeda sebagai terpidana, sebuah kekhususan yang semakin meningkatkan sentimen negatif dan kecurigaan adanya gerakan radikal Kristen yang ingin menguasai simpul-simpul kekuasaan politik di Indonesia. Apakah ini fitnah ataukah adu domba ataukah kebencian dapat kita tanyakan kepada penguasa, mengapa seorang terpidana seperti Ahok begitu sering mendapatkan perlakuan khusus termasuk publikasi yang digerakkan oleh media-media yang disetir oleh kalangan radikal kristen.

Berbeda dengan label Islam radikal yang diidentikan dengan terorisme dan khilafah atau negara Islam, kelompok radikal Kristen teramat sangat halus dengan melebur ke dalam konsep nasionalisme Indonesia dengan target kontrol/kendali kepada berbagai simpul kekuasaan. Baik radikal Kristen maupun radikal Islam sama-sama menginginkan kekuasaan politik, namun radikal Islam memformalkannya dalam konsep negara Islam, radikal Kristen jauh lebih cerdas dengan mencapai kekuasaan melalui manipulasi media dan bermain lihai dalam pertarungan demokrasi. Hanya ketika kekuasaan politik berhasil dicapai, barulah tekanan kepada umat Islam dapat diwujudkan. Contoh paling sederhana adalah bagaimana Leonardus Bernardus Moerdany melakukan pelanggaran HAM berat terhadap ratusan umat Islam dalam tragedi berdarah Tanjung Priok. Kebodohan kelompok radikal Islam yang menempuh jalan kekerasan sangat menyusahkan Islam politik dalam mencapai kekuasaan. Strategi memecah belah umat Islam dalam kotak-kotak perjuangan politik sempit golongan tersebut jelas merupakan hasil operasi intelijen model Orde Baru. Entahlah apakah di era reformasi masih efektif atau tidak.

Untuk mengatasi ancaman kekacauan yang disebabkan dengan memanasnya suhu politik dan kekecewaan dari PDI Perjuangan, maka peranan Polisi, BIN, dan TNI akan sangat besar dalam stabilisasi keadaan. Kuncinya adalah seluruh elemen Islam dari kelompok manapun jangan ada yang bergerak ke arah "KEKERASAN" terprovokasi oleh manuver halus kelompok simpatisan komunis, LGBT dan radikal Kristen. Umat Islam Indonesia dari kelompok manapun harus dapat menahan diri dan mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan tanpa harus kehilangan jati diri keIslamannya, tanpa terjebak dalam propaganda anti-Pancasila. Reaksi damai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan merupakan contoh yang baik, seyogyanya HTI juga dapat lebih cerdas lagi menyikapi manuver-manuver musuh Islam di Indonesia dengan menerima pembubaran dan menempuh konsolidasi longgar umat  Islam dengan kelompok-kelompok yang lebih mapan, sulit dibubarkan atau dihancurkan musuh-musuh Islam seperti Muhammadiyah dan NU.  

Ancaman kedua yang terbesar adalah serangan siber yang akan terjadi secara bertubi-tubi baik berupa test sistem sekuriti, penetrasi, atau membanjirnya propaganda hoax, fitnah dan mati tumbuh tak kenal lelah. Akan terjadi sejumlah pembocoran skandal tokoh-tokoh politik yang dapat mengurangi elektabilitas. Serangan tersebut yang terbanyak akan dilakukan asing yang bermotivasi uang dan juga sebagian dari dalam negeri sendiri.

Ancaman ketiga merupakan kombinasi ancaman klasik berupa manuver lobby politik internasional Papua merdeka dan serangan teror kelompok radikal Islam. Masalah ini akan sangat mudah diatasi bila BIN memiliki sumber daya yang cukup baik anggaran maupun personil yang handal.

Presiden Jokowi telah saya ramalkan akan kalah ketika Jokowi begitu keras kepada membela Ahok, sampai saat ini Blog I-I adalah satu-satunya yang meramalkan kekalahan Jokowi dalam Pilpress 2019. Terlepas dari tingginya elektabilitas, terlepas dari hasil survei, terlepas dari propaganda pencitraan yang sukses melalui sejumlah media internasional yang kemudian dikutip media nasional, Jokowi akan tetap kalah karena faktor penyebabnya sangat sederhana, yakni sikapnya yang kurang memihak umat Islam secara umum. Sukses dalam pembangunan akan tetap sia-sia apabila hati rakyat konsituen pemilih tersakiti atau dirugikan.

Satu-satunya yang dapat mematahkan ramalan Blog I-I adalah Badan Intelijen Negara (BIN), dimana BIN adalah kunci dari segala kunci dalam deteksi ancaman nasional yang mana laporan BIN dapat dioleh oleh Tim Presiden untuk kepentingan Presiden termasuk Pemilu, BIN pastinya akan memegang teguh sikap NETRAL sebagaimana arahan Presiden Jokowi belum lama ini. Lebih spesifik lagi, BIN masih memiliki kaum waskita yang asli dengan penglihatan tajam tentang masa depan. Sayangnya orang-orang waskita BIN akan selalu tersembunyi, menolak godaan duniawi seperti jabatan, pangkat, uang, popularitas dan apapun yang biasanya menjadi tujuan hidup manusia. Carilah waskita BIN yang nrimo ing pandum, menolak jabatan secara rasional dan hanya bicara kebenaran dan fakta. Ada sebuah tanda yang dapat dicermati, waskita BIN tersebut adalah insan intelijen sejati yang telah meniadakan dirinya sebagaimana semboyan salah satu judul buku "AKU TIADA AKU NISCAYA". Walaupun fakta yang disampaikan berasal dari alam ghaib, namun tetap dapat diperlakukan sebagai fakta intelijen dan bukan fakta hukum artinya dapat digunakan sebagai bahan analisa saja. 

Bagi Budi Gunawan akan sangat mudah menemukannya dan bahkan dapat mendorong sukses karir yang lebih tinggi lagi, namun bagi pendukung Prabowo Subianto dan pendukung SBY akan jauh lebih sulit menemukannya karena akses ke dalam BIN tidak akan sebesar Budi Gunawan sebagai orang nomor satu di BIN. Hal itu, tidak berarti besok pagi Budi Gunawan langsung dapat memastikan keberadaan waskita BIN, karena dia akan selalu tersembunyi. Perlu dicari, diteliti dan diuji masukan-masukan analisanya, apakah murni fakta-fakta realita yang telah mewujud, ataukah mengandung informasi ghaib. Selamat mencari.

Mohon diterima, dimengerti, dan dima'afkan bila mengundang salah paham
Salam Intelijen
Senopati Wirang


Komentar

Postingan Populer