Mengapa Laksamana Muda Soleman Ponto "Menyerang" Panglima TNI?
Tidak sedikit tokoh, politisi, pejabat, dan mantan pejabat yang menyoroti sikap dan pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Entah hal itu berdasarkan pada sudut pandang yang obyektif ataupun yang secara subyektif bernada "menyerang" kredibilitas Panglima TNI. Namun artikel ini hanya membahas bagaimana tokoh intelijen membangun opini yang tampak meyakinkan sekaligus membuat Panglima TNI tampak buruk atau setidaknya kurang profesional, ambisius, dan emosional. Tokoh intelijen tersebut adalah Laksamana Muda Soleman B Ponto.
Indikasi berdasarkan bukti-bukti
Cara paling mudah melihat pola-pola propaganda publik adalah berdasarkan pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok memformulasikan suatu sudut pandang tertentu kepada pihak yang diserang. Dalam kaitan ini Blog I-I akan mengangkat kasus penolakan Panglima TNI ke AS yang dikomentari atau dipropagandakan dalam sudut pandang tertentu oleh Soleman Ponto.
Sejumlah pandangan Soleman Ponto yang dimuat berbagai media nasional dan online sebenarnya biasa saja, namun perhatikan secara seksama bagaimana Ponto menyisipkan pesan-pesan yang dapat diterjemahkan lain. Dari wawancara dengan jurnalis Okezone Rayful Mudassir misalnya terpublikasikan bahwa Panglima TNI Batal ke AS Bukan Ditolak, dalam penjelasannya Ponto menyebutkan tentang masalah boarding pass Doha-Washington (mungkin maksudnya Dubai-Washington red.) yang tidak keluar yang kemudian dinyatakan kemungkinan masalah salah penulisan nama. Perhatikan bagaimana Ponto beropini sebagaimana dikutip langsung dari wawancara tersebut:
“Visa ada, (saat boarding tidak keluar) beliau (Jenderal Gatot) langsung marah, langsung bilang saya ditolak, padahal enggak ada yang nolak. Boarding saja yang terlambat keluar, 4 jam saja sudah selesai. Dan Amerika bilang saya mau membiayai penerbangan selanjutnya Panglima mengganggap itu penolakan Pemerintah AS. Sebenarnya tidak seperti itu," kata Soleman kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017).”
Mengapa Ponto yang tidak hadir saat Panglima TNI di bandara mendapatkan penjelasan dari Maskapai Emirates dapat memberikan pernyataan yang demikian? Sebagai mantan Kepala BAIS mungkin Ponto masih dapat mengakses sejumlah PATI dan PAMEN yang bertugas di BAIS dan mencari tahu apa yang terjadi di Bandara.
Dari propaganda yang dikembangkan Ponto, seolah penolakan Panglima TNI masuk AS tersebut adalah semata-mata pernyataan Panglima TNI, bahkan dengan nada yang marah-marah. Faktanya adalah bahwa boarding pass maskapai penerbangan apapun dengan tujuan AS tidak akan keluar apabila pihak yang berwenang memberikan izin masuknya seseorang ke AS tidak mengeluarkan izin. Pihak Custom and Border Protection AS memiliki sistem komputer yang terintegrasi dengan pihak Keamanan dan Kementerian Luar Negeri, sehingga apa yang disebut sebagai kekeliruan administrasi di AS adalah benar-benar rahasia mengapa bisa terjadi demikian. Kategori visa yang diterima Panglima TNI bukanlah visa biasa sebagaimana kita ingin melakukan kunjungan wisata ke AS dengan proses panjang antri dan perjanjian serta wawancara dan lain sebagainya. Sehingga sangat tidak masuk akal apabila terjadi kesalahan administrasi yang menyebabkan tidak keluarnya boarding pass Panglima TNI sebagaimana disebutkan oleh pihak Custom and Border Protection AS. Itulah sebabnya meskipun Blog I-I sejak awal telah mengindikasikan kemungkinan adalah kesalahan administrasi dalam artikel Panglima Gatot Nurmantyo, Blog I-I menduga adanya setting khusus AS yang secara strategis dirancang untuk menguji Jenderal Gatot. Semua argumentasi yang dikemukakan Blog I-I adalah berdasarkan pada fakta dan indikasi-indikasi yang berkembang. Mengapa secara resmi dipilih alasan kesalahan administratif pemerintah AS? Hal ini selain untuk menutupi setting dan maksud yang sesungguhnya, juga untuk menjaga kewibawaan seluruh lembaga terkait dalam insiden penolakan Jenderal Gatot ke AS termasuk Custom and Border Protection (CBP) dan Kedubes AS yang dalam pemberitaan banyak dituduh sebagai sumber masalah.
Kemudian Soleman Ponto juga memberikan penjelasan melalui TVOne yang dikutip oleh berita online Viva dengan judul Eks Kepala BAIS: Kata Siapa Panglima TNI ditolak ke AS? Dalam penjelasannya, Ponto juga membantah telah terjadi penolakan masuknya Panglima TNI ke AS dan bersikukuh bahwa ada sistem protokoler yang tidak dipenuhi sehingga boarding pass kedua menuju AS tidak keluar. Sebuah alasan yang agak aneh yang dikeluarkan mantan Kepala BAIS karena boarding pass bukanlah jaminan seseorang dapat masuk ke suatu negara. Boarding pass dikeluarkan oleh maskapai penerbangan untuk penumpang agar dapat boarding masuk pesawat dan melewati wilayah terlarang di bandara yakni area tunggu sebelum masuk pesawat. Namun khusus untuk AS, setiap maskapai penerbangan wajib memberitahukan pihak CBP untuk mendapatkan clearance untuk mengeluarkan boarding pass. Ketika pihak CBP AS tidak memberikan tanda clear kepada maskapai penerbangan Emirates untuk memberikan boarding pass kepada Panglima TNI, maka otomatis pihak maskapai Emirates tidak dapat memberikan boarding pass kepada Panglima TNI. Sebagaimana dikutip dari Liputan6, pemberitahuan penolakan Panglima TNI masuk AS disampaikan pihak maskapai Emirates atas permintaan otoritas Keamanan Dalam Negeri AS (DHS c.q. CBP). Artinya fakta-fakta yang terkuat adalah bahwa alasan sistem protokoler yang tidak terpenuhi sama sekali tidak rasional.
Soleman Ponto juga memberikan pendapat kepada Sindo tentang Batalnya Panglima TNI ke AS, sekali lagi Ponto mencoba memutarbalikan fakta dengan pernyataan: "Panglima mengganggap itu penolakan Pemerintah AS. Sebenarnya tidak seperti itu," kata Soleman kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017)." Hal ini jelas arahnya dimana seolah-olah Panglima TNI adalah sumber informasi tentang penolakan AS tersebut, dan Ponto juga menyalahkan ketiadaan koordinasi antara pihak Panglima TNI dan Otoritas di AS serta ditambahkan tidak adanya pengawalan/pendampingan Athan AS dalam perjalanan Panglima TNI ke AS. Pertanyaan kemudian adalah sejak kapan Athan di suatu negara "menjadi syarat" protokoler kunjungan Panglima Tinggi negara akreditasinya ke negara asal Athan? Janganlah mengada-adakan sesuatu yang tidak ada atau menjadi kelaziman dalam hubungan diplomasi militer antar negara. Benar bahwa biasanya Athan yang bertugas di suatu negara mendampingi Panglima Tinggi negara akreditasinya ketika dilakukan kunjungan resmi ke negara asal Athan, biasanya dalam kerangka bagian dari kunjungan kenegaraan bersama Presiden atau kunjungan kerja dalam kaitan kerjasama militer.
Lebih teliti lagi, perlu digarisbawahi bahwa otoritas boleh tidaknya seseorang masuk ke AS berada ditangan DHS c.q. CBP karena mereka juga yang mengolah visa izin masuk AS dengan berkoordinasi bersama Kementerian Luar Negeri dan Keamanan (CIA, FBI) dan tidak ada kaitannya dengan protokoler, apalagi soal pendampingan oleh Athan. Fakta penolakan oleh CBP adalah tetap fakta keras (hard fact), dan apabila hal itu tidak segera dikomunikasikan oleh Panglima TNI kepada Presiden serta kemudian menjadi berita nasional dan internasional maka mungkin CBP tidak segera menyelesaikan dalam waktu 4 jam. Kedubes AS juga tidak perlu minta maaf sekiranya pihak Panglima TNI, BAIS TNI dan Athan RI di Washington DC dan Athan AS di Jakarta tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebagaimana diduga oleh Ponto.
Masih ada sejumlah pemberitaan propaganda Ponto yang lain terkait masalah penolakan Panglima TNI masuk AS yang dapat dibedah. Namun karena masih mirip-mirip, maka fakta-fakta tersebut diatas sudah cukup untuk dipahami oleh sahabat-sahabat Blog I-I dalam mengembangkan analisa yang obyektif.
Sahabat pembaca Blog I-I perlu juga teliti mengapa Blog I-I mengangkat masalah opini yang dikembangkan Soleman Ponto. Pertama Ponto adalah salah seorang anak didik terbaik senior jaringan Blog I-I yang sebagian telah meninggal dunia, tentunya menjadi tugas kami untuk meluruskan anak didik kami. Ponto tahu persis kelemahan-kelemahan intelijen baik militer maupun sipil yang semakin kehilangan gigi karena sistem pendidikan yang buruk dan pengabaian terhadap ilmu dan prinsip intelijen. Di Angkatan Laut, Ponto sangat kritis dan terhadap TNI juga demikian untuk kemajuan TNI, khususnya di bidang intelijen. Saat masih sebagai pejabat militer aktif, Ponto pernah sangat kritis dan marah dengan jenderal-jenderal "sampah" yang sebenarnya tidak lulus pendidikan syarat menjadi Jenderal kemudian juga dengan lemahnya pengetahuan intelijen para Pamen dan Pati yang berkiprah dibidang intelijen. Hal itu semua sangat baik, dan komunitas Blog I-I mendukung obyektifitas dan kritik Ponto tersebut. Namun belakangan ini mengapa Soleman Ponto tampak melangkah jauh dari prinsip-prinsip intelijen yang dipegangnya. Misalnya dalam teknik propaganda mengapa Ponto tidak menghindari pernyataan yang langsung "menuding" Panglima TNI. Seharusnya Ponto dapat memilih kata dan kalimat yang lebih elegan dan tetap obyektif dalam analisanya. Anggap saja artikel ini sebagai teguran keras kepada Ponto untuk lebih teliti dan cerdas lagi dalam beropini.
Artikel ini adalah bagian dari bahan pelajaran propaganda dan konter propaganda yang merupakan bacaan wajib jaringan dan komunitas Blog I-I. Artikel ini bukan dukungan kepada Panglima atau menyerang Soleman Ponto, tetapi lebih untuk mendudukan persoalan pada tempatnya.
Semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Senopati Wirang
Indikasi berdasarkan bukti-bukti
Cara paling mudah melihat pola-pola propaganda publik adalah berdasarkan pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok memformulasikan suatu sudut pandang tertentu kepada pihak yang diserang. Dalam kaitan ini Blog I-I akan mengangkat kasus penolakan Panglima TNI ke AS yang dikomentari atau dipropagandakan dalam sudut pandang tertentu oleh Soleman Ponto.
Sejumlah pandangan Soleman Ponto yang dimuat berbagai media nasional dan online sebenarnya biasa saja, namun perhatikan secara seksama bagaimana Ponto menyisipkan pesan-pesan yang dapat diterjemahkan lain. Dari wawancara dengan jurnalis Okezone Rayful Mudassir misalnya terpublikasikan bahwa Panglima TNI Batal ke AS Bukan Ditolak, dalam penjelasannya Ponto menyebutkan tentang masalah boarding pass Doha-Washington (mungkin maksudnya Dubai-Washington red.) yang tidak keluar yang kemudian dinyatakan kemungkinan masalah salah penulisan nama. Perhatikan bagaimana Ponto beropini sebagaimana dikutip langsung dari wawancara tersebut:
“Visa ada, (saat boarding tidak keluar) beliau (Jenderal Gatot) langsung marah, langsung bilang saya ditolak, padahal enggak ada yang nolak. Boarding saja yang terlambat keluar, 4 jam saja sudah selesai. Dan Amerika bilang saya mau membiayai penerbangan selanjutnya Panglima mengganggap itu penolakan Pemerintah AS. Sebenarnya tidak seperti itu," kata Soleman kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017).”
Mengapa Ponto yang tidak hadir saat Panglima TNI di bandara mendapatkan penjelasan dari Maskapai Emirates dapat memberikan pernyataan yang demikian? Sebagai mantan Kepala BAIS mungkin Ponto masih dapat mengakses sejumlah PATI dan PAMEN yang bertugas di BAIS dan mencari tahu apa yang terjadi di Bandara.
Dari propaganda yang dikembangkan Ponto, seolah penolakan Panglima TNI masuk AS tersebut adalah semata-mata pernyataan Panglima TNI, bahkan dengan nada yang marah-marah. Faktanya adalah bahwa boarding pass maskapai penerbangan apapun dengan tujuan AS tidak akan keluar apabila pihak yang berwenang memberikan izin masuknya seseorang ke AS tidak mengeluarkan izin. Pihak Custom and Border Protection AS memiliki sistem komputer yang terintegrasi dengan pihak Keamanan dan Kementerian Luar Negeri, sehingga apa yang disebut sebagai kekeliruan administrasi di AS adalah benar-benar rahasia mengapa bisa terjadi demikian. Kategori visa yang diterima Panglima TNI bukanlah visa biasa sebagaimana kita ingin melakukan kunjungan wisata ke AS dengan proses panjang antri dan perjanjian serta wawancara dan lain sebagainya. Sehingga sangat tidak masuk akal apabila terjadi kesalahan administrasi yang menyebabkan tidak keluarnya boarding pass Panglima TNI sebagaimana disebutkan oleh pihak Custom and Border Protection AS. Itulah sebabnya meskipun Blog I-I sejak awal telah mengindikasikan kemungkinan adalah kesalahan administrasi dalam artikel Panglima Gatot Nurmantyo, Blog I-I menduga adanya setting khusus AS yang secara strategis dirancang untuk menguji Jenderal Gatot. Semua argumentasi yang dikemukakan Blog I-I adalah berdasarkan pada fakta dan indikasi-indikasi yang berkembang. Mengapa secara resmi dipilih alasan kesalahan administratif pemerintah AS? Hal ini selain untuk menutupi setting dan maksud yang sesungguhnya, juga untuk menjaga kewibawaan seluruh lembaga terkait dalam insiden penolakan Jenderal Gatot ke AS termasuk Custom and Border Protection (CBP) dan Kedubes AS yang dalam pemberitaan banyak dituduh sebagai sumber masalah.
Kemudian Soleman Ponto juga memberikan penjelasan melalui TVOne yang dikutip oleh berita online Viva dengan judul Eks Kepala BAIS: Kata Siapa Panglima TNI ditolak ke AS? Dalam penjelasannya, Ponto juga membantah telah terjadi penolakan masuknya Panglima TNI ke AS dan bersikukuh bahwa ada sistem protokoler yang tidak dipenuhi sehingga boarding pass kedua menuju AS tidak keluar. Sebuah alasan yang agak aneh yang dikeluarkan mantan Kepala BAIS karena boarding pass bukanlah jaminan seseorang dapat masuk ke suatu negara. Boarding pass dikeluarkan oleh maskapai penerbangan untuk penumpang agar dapat boarding masuk pesawat dan melewati wilayah terlarang di bandara yakni area tunggu sebelum masuk pesawat. Namun khusus untuk AS, setiap maskapai penerbangan wajib memberitahukan pihak CBP untuk mendapatkan clearance untuk mengeluarkan boarding pass. Ketika pihak CBP AS tidak memberikan tanda clear kepada maskapai penerbangan Emirates untuk memberikan boarding pass kepada Panglima TNI, maka otomatis pihak maskapai Emirates tidak dapat memberikan boarding pass kepada Panglima TNI. Sebagaimana dikutip dari Liputan6, pemberitahuan penolakan Panglima TNI masuk AS disampaikan pihak maskapai Emirates atas permintaan otoritas Keamanan Dalam Negeri AS (DHS c.q. CBP). Artinya fakta-fakta yang terkuat adalah bahwa alasan sistem protokoler yang tidak terpenuhi sama sekali tidak rasional.
Soleman Ponto juga memberikan pendapat kepada Sindo tentang Batalnya Panglima TNI ke AS, sekali lagi Ponto mencoba memutarbalikan fakta dengan pernyataan: "Panglima mengganggap itu penolakan Pemerintah AS. Sebenarnya tidak seperti itu," kata Soleman kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017)." Hal ini jelas arahnya dimana seolah-olah Panglima TNI adalah sumber informasi tentang penolakan AS tersebut, dan Ponto juga menyalahkan ketiadaan koordinasi antara pihak Panglima TNI dan Otoritas di AS serta ditambahkan tidak adanya pengawalan/pendampingan Athan AS dalam perjalanan Panglima TNI ke AS. Pertanyaan kemudian adalah sejak kapan Athan di suatu negara "menjadi syarat" protokoler kunjungan Panglima Tinggi negara akreditasinya ke negara asal Athan? Janganlah mengada-adakan sesuatu yang tidak ada atau menjadi kelaziman dalam hubungan diplomasi militer antar negara. Benar bahwa biasanya Athan yang bertugas di suatu negara mendampingi Panglima Tinggi negara akreditasinya ketika dilakukan kunjungan resmi ke negara asal Athan, biasanya dalam kerangka bagian dari kunjungan kenegaraan bersama Presiden atau kunjungan kerja dalam kaitan kerjasama militer.
Lebih teliti lagi, perlu digarisbawahi bahwa otoritas boleh tidaknya seseorang masuk ke AS berada ditangan DHS c.q. CBP karena mereka juga yang mengolah visa izin masuk AS dengan berkoordinasi bersama Kementerian Luar Negeri dan Keamanan (CIA, FBI) dan tidak ada kaitannya dengan protokoler, apalagi soal pendampingan oleh Athan. Fakta penolakan oleh CBP adalah tetap fakta keras (hard fact), dan apabila hal itu tidak segera dikomunikasikan oleh Panglima TNI kepada Presiden serta kemudian menjadi berita nasional dan internasional maka mungkin CBP tidak segera menyelesaikan dalam waktu 4 jam. Kedubes AS juga tidak perlu minta maaf sekiranya pihak Panglima TNI, BAIS TNI dan Athan RI di Washington DC dan Athan AS di Jakarta tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebagaimana diduga oleh Ponto.
Masih ada sejumlah pemberitaan propaganda Ponto yang lain terkait masalah penolakan Panglima TNI masuk AS yang dapat dibedah. Namun karena masih mirip-mirip, maka fakta-fakta tersebut diatas sudah cukup untuk dipahami oleh sahabat-sahabat Blog I-I dalam mengembangkan analisa yang obyektif.
Sahabat pembaca Blog I-I perlu juga teliti mengapa Blog I-I mengangkat masalah opini yang dikembangkan Soleman Ponto. Pertama Ponto adalah salah seorang anak didik terbaik senior jaringan Blog I-I yang sebagian telah meninggal dunia, tentunya menjadi tugas kami untuk meluruskan anak didik kami. Ponto tahu persis kelemahan-kelemahan intelijen baik militer maupun sipil yang semakin kehilangan gigi karena sistem pendidikan yang buruk dan pengabaian terhadap ilmu dan prinsip intelijen. Di Angkatan Laut, Ponto sangat kritis dan terhadap TNI juga demikian untuk kemajuan TNI, khususnya di bidang intelijen. Saat masih sebagai pejabat militer aktif, Ponto pernah sangat kritis dan marah dengan jenderal-jenderal "sampah" yang sebenarnya tidak lulus pendidikan syarat menjadi Jenderal kemudian juga dengan lemahnya pengetahuan intelijen para Pamen dan Pati yang berkiprah dibidang intelijen. Hal itu semua sangat baik, dan komunitas Blog I-I mendukung obyektifitas dan kritik Ponto tersebut. Namun belakangan ini mengapa Soleman Ponto tampak melangkah jauh dari prinsip-prinsip intelijen yang dipegangnya. Misalnya dalam teknik propaganda mengapa Ponto tidak menghindari pernyataan yang langsung "menuding" Panglima TNI. Seharusnya Ponto dapat memilih kata dan kalimat yang lebih elegan dan tetap obyektif dalam analisanya. Anggap saja artikel ini sebagai teguran keras kepada Ponto untuk lebih teliti dan cerdas lagi dalam beropini.
Artikel ini adalah bagian dari bahan pelajaran propaganda dan konter propaganda yang merupakan bacaan wajib jaringan dan komunitas Blog I-I. Artikel ini bukan dukungan kepada Panglima atau menyerang Soleman Ponto, tetapi lebih untuk mendudukan persoalan pada tempatnya.
Semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Senopati Wirang
Komentar
Posting Komentar