Perppu No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU Ormas
Pendapat Prof. Yusril Ihza Mahendra tentang Perppu No.2 Tahun 2017 sudah banyak diangkat media massa, bahkan Prof. Yusril akan mengajukan gugatan uj materil terhadap perppu tersebut. Baca: Kompas, Detik, Tempo, Ketentuan Pidana dalam Perppu Ormas, dll. Intinya Perppu tersebut merupakan ancaman bagi demokrasi serta Prof. Yusril mengatakan: "Dengan Perpu yang baru ini, Menhumkam dapat membubarkan ormas semaunya sendiri. Ini adalah ciri pemerintahan otoriter.Dalam kontruksi negara hukum demokratis, setiap kerja dan produk organ negara harus bisa divalidasi dan diperiksa oleh organ negara lain, sebagai manifesto kontrol dan keseimbangan" (Lihat: Kumparan). Apakah cukup hanya dengan berdasarkan pendapat pakar Hukum Tata Negara seperti Prof Yusril untuk menilai Perppu No. 2 Tahun 2017? Tentu tidak, dan Blog I-I akan membandingkannya dengan pendapat-pendapat lain yang sangat banyak. Pendapat Pemerintah cukup diwakili oleh Menkopolhukam Wiranto misalnya menjelaskan Perppu No.2 Tahun 2017 bukan untuk membatasi Ormas, bukan kesewenang-wenangan dan bukan mau menang sendiri melainkan untuk merawat persatuan dan kesatuan serta menjaga eksistensi bangsa. Pendapat kalangan Civil Society misalnya oleh Hendardi dari Setara Institute yang meskipun mendukung Perppu No.2 Tahun 2017 namun mengingatkan bahwa dalam konstruksi negara hukum demokratis, setiap kerja dan produk organ negara harus bisa divalidasi dan diperiksa oleh organ negara lain, sebagai manifesto kontrol dan keseimbangan, sehingga Hendardi menyarankan agar mekanisme pembubaran Ormas tetap dilakukan dengan pertimbangan MA dan tetap menyediakan mekanisme keberatan melalui Badan Peradilan.
Disamping tiga pendapat mainstream tersebut kita juga dapat melihat pro kontra yang lebih tegas berupa dukungan dari sejumlah Ormas Anti Khilafah dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dukungan dari tokoh dan pakar yang mengkhawatirkan persatuan dan kesatuan serta Pancasila, dukungan dari berbagai kalangan yang memahami betapa pentingnya persatuan dan kesatuan Indonesia. Kemudian kita dapat melihat penolakan dari kelompok yang merasa terbidik khususnya HTI yang merupakan contoh pertama Ormas yang secara khusus dibidik untuk dibubarkan. Baca: BBC dan Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia. Selain HTI, tentu sejumlah Ormas telah dapat merasakan kira-kira akan senasib dengan HTI atau tidak. Ormas-ormas tersebut tidak harus Islam, melainkan Ormas apapun yang dimasukan dalam kategori Anti Pancasila atau diduga merongrong persatuan dan kesatuan.
Blog I-I sangat memahami pentingnya persatuan dan kesatuan, namun persatuan dan kesatuan yang dipaksakan khususnya secara politik dan pendekatan kekuasaan justru akan melahirkan perlawanan. Apabila kebijakan Perppu No.2 Tahun 2017 merupakan shock therapy dan ujungnya adalah penegakkan hukum yang adil dengan mekanisme yang adil pula, maka kita dapat berhadap bahwa langkah pemerintah akan sukses dalam mengikis ancaman-ancaman perpecahan bangsa. Hukum yang adil dan mekanisme yang adil tersebut tentunya juga dijiwai oleh semangat demokrasi dan hak asasi manusia, dimana individu, kelompok, organisasi masyarakat diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri sekiranya telah kebablasan dalam berpikir, bertindak dan berperilaku yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Alangkah baiknya apabila Ormas seperti HTI diberikan kesempatan untuk bersumpah setia kepada Pancasila dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan secara sukarela. Apabila HTI menolak, barulah alasan untuk pembubaran menjadi sangat kuat. Proses tersebut dapat berlangsung dalam proses peradilan yang adil merujuk kepada UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas dan peraturan-peraturan hukum dibawahnya.
Mengapa proses pembubaran HTI tidak menempuh mekanisme hukum yang panjang dan melelahkan namun jauh lebih pasti sehingga kemudian dapat menjadi referensi hukum yang beradab? Apakah pembubaran HTI melalui pengkajian sepihak dari Pemerintah dan keputusan politik dapat menghindari perdebatan hukum dan politik yang justru akan lebih panjang dari proses hukum? Serta apakah pendekatan Perppu akan lebih efektif daripada proses peradilan yang adil?
Meskipun Prof. Yusril sebagai kuasa hukum HTI bersama-sama HTI akan melakukan gugatan uji materil terhadap Perppu No.2 Tahun 2017, namun inisiatif Pemerintah dengan menempuh kebijakan Perppu tersebut sungguh sangat disayangkan. Bukan karena soal ancaman terhadap persatuan dan kesatuannya, melainkan karena masalah pilihan strategi yang kurang tepat. Kita semua setuju, bahwa pemerintah harus mampu mengikis habis seluruh ancaman terhadap persatuan dan kesatuan apalagi bila ada ancaman yang nyata dekat di depan mata. Kita juga setuju bahwa Pemerintah harus tegas dalam menindak individu, kelompok, dan organisasi yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa seperti (1) mereka yang ingin mengubah negara, dasar negara, dan konstitusi negara, (2) mereka yang ingin memisahkan diri dan membentuk negara baru, (3) mereka yang mengadu domba menciptakan konflik sesama anak bangsa untuk perpecahan Indonesia, dst. Namun dalam mencapai tujuan tersebut, strateginya juga harus tepat dan disertai dengan peningkatan kesadaran publik secara massal tentang bangsa dan negara Indonesia yang bersatu adil dan makmur.
Realita sosial dan politik seringkali tidak sejalan dengan konsep-konsep persatuan dan kesatuan karena adanya kepentingan individu dan kelompok baik yang dikendalikan oleh motf ideologi maupun motif kekuasaan dan uang. Masalah tersebut memang kompleks dan sulit diatasi dalam waktu singkat terlebih apabila simpatisan kelompok yang tersesat bercita-cita menghancurkan negara Republik Indonesia dan membangun yang baru tersebut telah menyebar bagaikan virus hingga ke tubuh birokrasi, swasta, dan masyarakat di berbagai pelosok negeri. Revitalisasi peranan dan kehadiran negara tentu sangat penting dalam menyikapi hal tersebut, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana mengatasi masalah tersebut tanpa melahirkan masalah baru atau mengulangi kesalahan yang sama di masa lalu, yakni digebuk dengan cepat sehingga melahirkan luka-luka baru yang menjadi api di dalam sekam.
Blog I-I mendukung langkah hukum yang ditempuh Prof. Yusril, apapun hasilnya nanti adalah proses hukum yang baik dan dialogis argumentatif demi tegaknnya hukum. Blog I-I juga mendukung dorongan Setara Instute agar pendekatan hukum yang adil dan kesempatan menyampaikan keberatan tidak ditinggalkan. Blog I-I juga sangat memahami keinginan pemerintah untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga langkah-langkah pemerintah sudah tepat tujuannya, hanya saja caranya perlu diperbaiki dengan mengedepankan hukum yang berkeadilan.
Blog I-I yakin, apabila perdebatan hukum tentang Perppu No.2 Tahun 2017 dapat dilalui dengan meyakinkan menghasilkan suatu kedekatan pemahaman dasar hukum yang tepat dalam menyikapi organisasi yang dianggap merongrong persatuan dan kesatuan, maka ormas manapun tidak akan dapat mengelak untuk tunduk dan patuh terhadap hukum positif Indonesia. Selain itu, hasil dari perdebatan argumentatif hukum tersebut seharusnya dapat menciptakan kepastian hukum tentang Ormas, sehingga tidak akan berkembang menjadi saling tuding yang merupakan propaganda negatif antar pihak yang satu dengan yang lain. Apabila pro kontra wacana, sikap saling tuding, dan sikap saling curiga terus dipelihara dalam jangka waktu yang panjang, hal itu akan mengiring Indonesia ke dalam keadaan konflik dengan semakin runtuhnya kepercayaan diantara sesama warga bangsa Indonesia. Maka hentikanlah polemik yang tidak perlu, tempuhlah jalur hukum dan tegakkanlah keadilan hukum yang sesungguhnya, termasuk untuk tetap menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Salam Intelijen
Dharma Bhakti
Komentar
Posting Komentar