Dokumen Intelijen Pengurus dan Anggota HTI
Infografis Jokowi Gebuk HTI sumber: Tirtoid |
Sejak beberapa hari yang lalu dalam sejumlah media sosial seperti facebook, grup WA dan berbagai model komunikasi termasuk email beredar dokumen Intelijen yang menurut sumber Blog I-I hampir dapat dikatakan 80% adalah hasil karya Badan Intelijen Negara (BIN) yang berisi pengurus, anggota dan simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal itu menurut analisa Tirto.id dalam artikelnya Beredar Dokumen Pengikut HTI dan HTI dalam bayang-bayang pengawasan seolah beredarnya dokumen tentang HTI tersebut merupakan bagian dari langkah-langkah Presiden Jokowi dalam menggebuk HTI. Peredaran dokumen anggota HTI yang menurut Tirto.id mencapai 1300an orang tersebut sengaja pertama kali diedarkan di kalangan ormas Islam khususnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), namun karena Muhammadiyah lebih berhati-hati, peredaran yang paling dahsyat terjadi di dalam lingkungan NU. Entah apa maksudnya, apakah untuk mengadu domba sesama umat Islam ataukah untuk memperkuat dukungan NU di tingkat akar rumput masyarakat.
Sungguh sangat berbahaya BIN dan Presiden Jokowi melakukan strategi adu domba sesama umat Islam apabila Tirto.id benar dalam memberikan ilustrasi langkah-langkah Jokowi menggebuk HTI. Bagaimanapun juga, HTI adalah berada dalam kelompok benar Islam Sunni sebagaimana juga Muhammadiyah dan NU. Perbedaan HTI yang paling mencolok adalah pada cita-cita mendirikan Khilafah Islamiyah dan metode dakwah/gerakan mengubah pikiran masyarakat Muslim Indonesia agar mendukung konsep Khilafah HTI. Selain itu, makna Hizbut Tahrir yang merupakan Partai Pembebasan adalah gerakan politik menentang demokrasi dan bermain di luar koridor demokrasi.
Catatan Blog I-I terhadap kasus peredaran/pembocoran dokumen BIN tentang HTI adalah sbb:
- Langkah dan strategi Presiden Jokowi, Pemerintah dan BIN dalam menghadapi HTI tampak terlalu tergesa-gesa dan kurang matang sehingga menimbulkan ekses yang akan berkepanjangan dan berdampak strategis kepada keamanan nasional Indonesia. Blog I-I 100% setuju bahwa gerakan HTI dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan bahkan menciptakan konflik yang lebih besar di masa mendatang bila tidak segera ditangani saat ini. Namun langkah-langkah yang ditempuh pemerintah menciptakan kontroversi yang berpotensi memperdalam persoalan, menciptakan masalah baru terkait keadilan dan HAM, serta dapat diinterpretasikan sebagai otoriterisme gaya baru.
- Penerbitan Perppu No.2 Tahun 2017 dengan berbagai perdebatan hukum dan politik meskipun mengandung sejumlah masalah (baca Perppu tentang Perubahan UU Ormas) sudah tepat. Blog I-I awalnya menyayangkan langkah Perppu tersebut karena awalnya lebih setuju Pemerintah menempuh proses hukum dalam langkah-langkah pembubaran, namun berdasarkan argumentasi hukum bahwa pejabat yang memberikan izin berwenang mencabut izin jika terjadi pelanggaran izin (contractio actus) maka komunitas Blog I-I dapat menerima argumen tersebut. Hal ini dapat diibaratkan dengan berbagai izin/license yang dikeluarkan lembaga yang berwenang di Indonesia yang dapat dicabut karena pelanggaran. Contoh sederhana yang dapat dipahami masyarakat biasa misalnya Surat Izin Mengemudi (SIM) yang dapat dicabut apabila pemilik SIM melakukan pelanggaran berlalu lintas berat sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 2009 Pasal 89 ayat 2 dan Pasal 314.
- Setelah langkah Perppu yang memberikan dasar hukum bagi Pemerintah untuk menegakkan aturan tentang Ormas, Ditjen AHU menerbitkan Surat Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Kementerian Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. Langkah ini juga sudah tepat, karena HTI dapat mengajukan keberatan sesuai dengan prosedur yang berlaku, salah satunya dengan membuktikan bahwa HTI tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan berjanji untuk taat kepada aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Proses ini dapat dilakukan melalui pengadilan atau suatu upaya sungguh-sungguh dari HTI untuk berubah sehingga tidak lagi dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
- Sebelumnya Blog I-I berpandangan bahwa pembubaran HTI harus melalui proses hukum/pengadilan terlebih dahulu, hal ini jelas keliru karena Pemerintah berwenang mengambil langkah berupa pembubaran Ormas, namun kemudian Ormas yang dibubarkan dapat mengajukan keberatan melalui proses hukum. Logika ini sudah cukup kuat dan dapat diterapkan secara maksimal demi kepentingan bangsa dan negara.
- Catatan khusus mengenai beredarnya dokumen BIN tentang HTI dan lustrasi langkah-langkah Presiden menggebuk HTI versi Tirto.id, apabila semua itu benar, maka disinilah blunder terbesar Pemerintahan Jokowi karena menempuh strategi yang kasar intimidatif dan melanggar HAM dengan mempublikasikan data-data anggota HTI atau yang diduga terkait HTI yang dapat berdampak kepada kehidupan orang-orang yang namanya tercantum padahal belum dibuktikan secara hukum. Hal ini merupakan tindakan sewenang-wenang yang mendahului prosedur hukum yang sedang berjalan seperti gugatan uji materil Perppu No.2 Tahun 2017 dan pengajuan keberatan HTI melalui pengadilan. Beredarnya daftar anggota HTI tersebut mengindikasikan adanya upaya persekusi atau penghakiman terhadap pengurus dan anggota HTI yang jauh dari itikad baik pembinaan masyarakat dalam rangka penyadaran yang lebih manusiawi dan dialogis paska bubarnya HTI. Hal ini juga sangat buruk dalam kacamata penegakkan hukum dan meningkatkan kecurigaan yang besar terhadap pemerintahan Jokowi yang dapat diplesetkan Anti Islam. Logikanya adalah apabila data lengkah HTI dengan mudah dibocorkan ke publik di saat proses hukum masih berjalan, maka data-data yang lain seperti politisi Anti Jokowi, bahkan data anggota dan pengurus NU sekalipun suatu saat dapat menjadi sasaran operasi intelijen bila kondisi politik mendorong demikian.
- Bahaya terbesar dari operasi intelijen yang ceroboh mendahului proses hukum adalah konflik horisontal dan menajamnya kecurigaan sesama anggota masyarakat. Bahwa Intelijen harus tahu data yang lengkap tentang siapa, dimana, bilamana, bagaimana, dan mengapa adalah benar wajib adanya. Namun kerahasiaan adalah jantung informasi intelijen. Kemudian ketika data sudah lengkap maka strategi, langkah kebijakan dan jenis operasi intelijen yang tepat juga sangat penting dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah secara umum. Dalam kasus HTI, kebijakan pemerintah adalah membubarkan secara umum dapat diterima masyarakat karena tujuannya adalah masa depan Indonesia yang bersatu adil dan makmur serta deteksi dan cegah dini konflik yang lebih besar di masa mendatang. Namun kebijakan menyebarkan dokumen data anggota HTI belum tentu sejalan dengan kebijakan umum pemerintah membubarkan HTI.
- Dampak penyebaran dokumen tentang HTI sepintas lalu hanya kekhawatiran terjadinya persekusi terhadap anggota HTI. Namun dampak yang lebih berbahaya adalah menciptakan kondisi psikologis para pendukung syariah dan khilafah suatu keyakinan bahwa pemerintahan Jokowi tidak adil dan Anti Islam. Dalam menyelesaikan masalah-masalah perbedaan pendapat untuk pembangunan misalnya kasus penggusuran dll, Jokowi dengan sangat manusiawi mengajak dialog, diskusi dan makan-makan. Namun dalam menghadapi pendukung syariah dan khilafah, langsung digebuk tanpa sedikitpun komunikasi. Dari ketidakadilan tersebut akan lahir keyakinan bahwa komunikasi telah ditutup dan mereka yang mendukung syariah dan khilafah akan masuk dalam gerakan bawah tanah, keadaan yang paling membahayakan adalah bila mereka terjerumus ke dalam radikalisme dan terorisme yang semakin keras namun tersembunyi di tengah-tengah masyarakat. HTI hanyalah ujung dari gunung es gerakan khilafah secara damai dengan mengubah pikiran masyarakat melalui dakwah. Argumentasi Negara Islam dalam sejarah bukanlah soal duniawi pembangungan ekonomi sosial, stabilitas politik, persatuan dan kesatuan, melainkan untuk mencapai ridho Allah SWT. Artinya cita-cita khilafah tidak akan pernah hilang selama umat Islam sadar akan keIslamannya. Bahwa terjadi perbedaan tafsir tentang bagaimana wujud Negara Islam tersebut adalah bagian dari dinamika sosial, politik, dan hukum Islam. Seluruh umat Islam berada dalam pusaran perdebatan tersebut. Ada yang memilih untuk liberal dan merangkul penuh konsep Barat demokrasi dengan berbagai aturan mainnya dan tetap sebagai Muslim yang taat beribadah. Ada yang memilih untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam tanpa memaksakan syariah dan khilafah Islamiyah yakni Indonesia yang Islami. Ada yang ingin memformalkan hukum-hukum syariah tanpa membentuk negara Islam seperti dalam Perda dan penerapan hukum Islam secara sebagian-sebagian seperti hukum pernikahan dan waris. Bahkan di Aceh penerapan syariah jauh lebih lengkap. Ada yang mencita-citakan khilafah secara formal melalui jalan damai dan dakwah mengubah pikiran masyarakat seperti HTI. Ada yang mencita-citakan negara Islam melalui jalan kekerasan seperti kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dan kelompok teroris Jemaah Islamiyah dll.
- Begitu banyak perbedaan-perbedaan di masyarakat adalah keniscayaan yang akan selalu terjadi dalam perjalanan suatu bangsa. Pendekatan jangka pendek yang seolah telah menyelesaikan masalah sebenarnya dapat menyimpan bom waktu yang lebih berbahaya di masa mendatang. Itu semua hanya karena kecerobohan-kecerobohan yang tidak perlu seperti beredarnya dokumen tentang HTI.
- Sekali lagi Blog I-I setuju dengan niat pemerintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan dan mendukung penuh langkah-langkah yang efektif dengan tetap memperhatikan keadilan, HAM dan melalui prosedur hukum yang wajar.
Salam Intelijen
Dharma Bhakti
Komentar
Posting Komentar