Waspada Ancaman Teror

Hari ini 6 Jumadil Akhir 1437 atau 15 Maret 2016 adalah batas akhir perkiraan serangan teror di Indonesia menurut informasi yang dimiliki Blog I-I sebagaimana telah disampaikan pada artikel Awas Ancaman Teror. Berkat kerja keras dan profesionalisme Polisi, BIN, dan TNI sebagian besar potensi serangan teror selama Februari hingga pertengahan Maret 2016 dapat dilumpuhkan dengan baik. Keberhasilan ini tentunya tidak menjadi berita media massa mainstream yang dapat menarik perhatian publik karena nilai jurnalistiknya rendah. Keberhasilan Polisi, BIN, dan TNI dalam melemahkan dan menghancurkan jaringan teror di Indonesia dapat dikatakan cukup baik, namun belum sepenuhnya menjamin hilangnya ancaman teror. Terlalu dini apabila aparat Polisi, BIN, dan TNI berpuas diri. 

Setelah kritik keras Blog I-I seperti dalam artikel Bisnis Terorisme dan apresiasi jaringan Blog I-I kepada aparat keamanan Indonesia dalam artikel Selamat Kepada Apkam, hari ini Polisi, BIN, dan TNI kembali memperlihatkan sukses kecil dalam operasi penumpasan gerombolan Santoso dengan kode Tinombala yang berhasil melumpuhkan/menewaskan 2 tersangka teroris anggota gerombolan Santoso a.k.a Abu Wardah (Mujahidin Indonesia Timur-MIT), seorang diantaranya diduga warga negara asing. Untuk detail nama dan lain-lain, mohon sahabat Blog I-I menunggu keterangan resmi Pemerintah. Sebagaimana disampaikan dalam analisa-analisa Blog I-I sebelumnya, penumpasan gerombolan Santoso memiliki arti strategis yang akan melemahkan kelompok teroris di Indonesia. Penumpasan disini tidak identik dengan pembunuhan, melainkan berbagai upaya dari persuasif agar mereka menyerah hingga jalan terakhir dengan penegakkan hukum dan ketertiban kepada mereka yang melawan dengan senjata. Siapapun yang melakukan aksi bersenjata yang membahayakan masyarakat Indonesia telah melanggar hukum dan aksi saling tembak adalah situasi lapangan yang sulit terhindarkan manakala kelompok bersenjata tidak mau insyaf dan menyerahkan diri.

Kematian dua orang anggota gerombolan Santoso telah mengurangi kekuatan MIT, dan sisa-sisa yang melarikan diri diperkirakan masih mencapai antara 20-30 orang.

Keberhasilan demi keberhasilan Polisi, BIN, dan TNI bukan tanpa reaksi yang dapat diremehkan. Sebagian elemen aliran radikal yang tidak mengerti duduk perkara terorisme telah disusupi oleh agen-agen yang mencoba mempengaruhi opini publik Indonesia dengan kegiatan-kegiatan propaganda dalam bentuk diskusi, aksi protes, penyebaran selebaran, hasutan, sosial media yang intinya menyoroti kebijakan anti terorisme Pemerintah yang dimotori oleh Polisi, BIN, dan TNI. Lebih khusus lagi bidikan aksi-aksi tersebut diarahkan kepada Polisi khususnya Densus 88. Propaganda tuntutan pembubaran Densus 88 bukanlah aksi spontan keprihatinan tanpa skenario, karena merupakan strategi melemahkan kebijakan anti terorisme Indonesia. Penggeraknya sudah cukup jelas yakni komunitas Islam Garis Keras yang menyusup ke dalam kelompok Himpunan Mahasiswa Islam, Lembaga Dakwah Kampus, khususnya yang berpusat di Solo. Meskipun kelompok ini dapat dikatakan sebagai versi intelektual dari para jihadis, mereka memiliki posisi penting dalam menciptakan opini publik yang bertujuan melemahkan Polisi, BIN, dan TNI dalam kegiatan anti terorisme. Dengan mengatasnamakan Islam, seolah-olah Pemerintah Indonesia melalui Polisi, BIN, dan TNI melakukan pelanggaran HAM terhadap umat Muslim. Detail informasi ini juga tentunya sudah diketahui Polisi, BIN, dan TNI. 

Reaksi yang lebih membahayakan adalah aksi balas dendam berupa serangan teror dengan kekerasan berupa bom atau serangan senjata. Meskipun kekuatan kelompok teroris di Indonesia semakin lemah, namun posisi yang semakin terpojok dapat mendorong terjadinya aksi nekat, terlebih dalam beberapa minggu terakhir ini terdeteksi adanya peningkatan upaya-upaya mewujudkan aksi teror tersebut. Merujuk kepada informasi dalam artikel ini,  Blog I-I menghimbau Pemerintah dalam hal ini Polisi, BIN, dan TNI untuk melanjutkan operasi-operasi anti terorisme dalam skala ancaman yang tinggi. Pemerintah tidak boleh lengah dan terlena dengan keberhasilan-keberhasilan yang belakangan ini dicapai dengan cukup baik. Sebaliknya kewaspadaan harus semakin tinggi, karena tingkat ketegangan justru agak meningkat di kalangan teroris. 

Selain operasi-operasi penumpasan kelompok teroris yang tidak mau insyaf, Pemerintah harus melakukan engagement atau pendekatan persuasif kepada para intelektual jihadis yang aktif di dunia propaganda. Meskipun sebagian media sosial mereka sudah dilumpuhkan, namun hal itu tidak mengurangi aktifitas dakwah kekerasan mereka. Sebagian memelihara komunikasi rahasia dalam group, sebagian lebih memilih pertemuan dengan cover pengajian, dan sebagian terang-terangan aktif dalam menuntut pembubaran Densus 88. 

Berdasarkan pada pemantauan situasi, kondisi dan kecenderungan dalam kelompok teroris, mohon kiranya kewaspadaan terhadap kemungkinan serangan teror tetap dijaga. 

Salam Intelijen
SW

Komentar

Postingan Populer