Bisnis Terorisme

Di hari perayaan Natal serta sebelumnya Maulid Nabi Muhammad SAW, komunitas Blog I-I menyampaikan ucapan selamat merayakan kepada sahabat Blog I-I yang merayakannya. Sungguh sayang karena liburan akhir tahun 2015 dan menjelang tahun baru 2016 ini, bangsa Indonesia dibayang-bayangi oleh ancaman terorisme. Sungguh juga sangat disayangkan bahwa negara tetangga Australia juga menambahkan bobot ancaman tersebut dengan gosip ISIS incar Indonesia. Sebuah gosip tidak bermutu yang telah dipahami dengan baik oleh aparat keamanan Indonesia. Mohon maaf sebelumnya bila suasana liburan ini kurang tepat diisi dengan artikel tentang terorisme ini. Namun karena panggilan hati nurani dan informasi dari beberapa pihak di Kepolisian dan komunitas Intelijen yang berhati tulus, maka terpaksa artikel ini dituliskan.


Sungguh terang benderang bahwa untuk melumpuhkan gerombolan Santoso di hutan di Poso sebenarnya dapat dilakukan dengan cepat melalui pengerahan pasukan TNI bekerjasama dengan Polri. Saat ini konon kabarnya 1300 aparat Polisi yang sedang mengejar sekitar 40 orang pengikut Santoso dan korban di pihak Polri telah berjatuhan. Ada apa sebenarnya? Apakah aparat keamanan Indonesia tidak becus? atauhkan sengaja mengulur-ulur waktu demi sokongan dana operasi anti terorisme atau dengan kata lain membisniskan terorisme seperti dalam kasus bisnis separatisme? Pernyataan ini memang bernada tuduhan, namun hakikatnya bukan demikian melainkan sebuah introspeksi agar kejujuran dalam melindungi rakyat dan bangsa Indonesia sungguh-sungguh dilaksanakan. 

Sekali lagi dengan perbandingan Perancis paska Bom Paris, seluruh elemen aparat keamanan Intelijen, Polisi, dan Tentara turun tangan dan segera sejumlah jaringan terungkap, tertangkap, dan terbunuh, dan Paris-pun pulih dan lumayan lebih tenang. Polri telah memburu gerombolan Santoso sejak Oktober 2012 sebagaimana diungkapkan mantan Kepala BNPT Ansyaad Mbai. tiga tahun lebih belum juga beres, entah sudah berapa rupiah uang pajak rakyat dihabiskan untuk operasi-operasi setengah hati tersebut. Operasi menangkap dan membunuh Osama Bin Laden yang dilakukan oleh AS dan sekutunya memang juga terjadi bertahun-tahun, namun hal itu terjadi karena perimeter lokasi persembunyian Osama Bin Laden yang sangat luas. Sementara perimeter lokasi persembunyian Santoso sepertinya jauh lebih sempit dan muncul pertanyaan bagaimana gerombolan Santoso dapat memperoleh dukungan survival logistik selama tiga tahun di hutan? Benar bahwa hutan-hutan di Indonesia kaya dengan flora fauna yang dapat dimakan dan air juga mudah diperoleh, tetapi konyolnya akses kepada listrik minimal untuk charging kamera atau handphone untuk merekam video ancaman Santoso jelas berarti mengakses pedesaan dengan listrik yang terdekat dengan hutan, apakah 1300 apkam tersebut tidak mampu mengendus penyusupan anggota Santoso tersebut? 

Ketika TNI AD melakukan latihan tempur di hutan-hutan di Poso, pada sekitar April 2015 TNI AD menyatakan bahwa gerombolan Santoso sudah tidak berada di hutan-hutan Poso, melainkan diperkirakanbersembunyi di hutan-hutan sekitar kabupaten Parigi Moutong. Delapan bulan kemudian pada bulan Desember ini masih belum ada titik terang penangkapan gerombolan Santoso. Hal ini jelas tidak masuk akal dan operasi Polri sangat tidak efektif. Berbeda dengan kasus pengejaran tersangka teroris Dr. Azhari dan Noordin M. Top dahulu yang dikejar-kejar, dinamika pergerakannya lebih sulit karena berada di tengah-tengah masyarakat. Noordin M. Top misalnya baru setelah sekitar 4 tahun pengejaran intensif (2005-2009) akhirnya terbunuh dalam operasi keamanan Densus 88. Lama sekali ya? Iya karena sulit katanya?

Situasi terorisme saat ini sudah kembali mirip dengan periode 1970-80an dimana kelompok teroris eks Darul Islam seluruhnya telah terpetakan oleh intelijen dan keamanan, namun sengaja dipelihara untuk isu politik atau pengalihan perhatian publik. Apakah apkam saat ini kembali membisniskan terorisme ataukah profesionalismenya sangat rendah sehingga serangan demi serangan dapat terjadi di Indonesia sulit untuk dipastikan. Blog I-I hanya ingin menghimbau agar dana yang sangat besar dibiayai dari pajak rakyat dapat segera memberikan rasa tenang. Tanpa terorisme, apkam tidak akan memperoleh dana yang besar. Mohon maaf sekiranya ada yang tersinggung, tetapi perhatikan bahaya dari mengulur-ulur pemberantasan terorisme dimana bisa jadi serangan bom akan terjadi lagi dan memakan korban yang lebih banyak hanya karena bisnis anggaran terorisme yang menggiurkan.

Peringatan dari Australia, diperkirakan berdasarkan pada asumsi kurang seriusnya apkam Indonesia dalam mengambil langkah-langkah strategis pencegahan jangka panjang sehingga perlu "tekanan" adanya ancaman ISIS yang mengincar Indonesia. Tetapi Australia seperti menggonggong pada pohon yang salah karena apkam khususnya Polisi justru senang mendengar ancaman tersebut, sebagaimana respon Kapolri bahwa Polri siap menghancurkan berbagai aksi teror di tanah air. Silahkan bermain-main dengan api seperti ancaman kepada petinggi Polri, rakyat Indonesia adalah rakyat yang religius, klenik dan penuh dendam, terlebih bila dibohongi terus-menerus. Menggunakan uang pajak untuk penyelenggaraan keamanan negara dari ancaman terorisme sesuai dengan hak negara memonopoli penggunaan senjata untuk keamanan rakyat adalah sah-sah saja. Tetapi sedikit saja tersimpan niatan untuk bermalas-malas dan mengulur-ulur waktu operasi, walaupun tampak bukan sebagai tindak kejahatan korupsi, namun hakikatnya sangat mirip dengan korupsi yakni korupsi kejujuran, kesungguhan dan profesionalisme. Apabila hal ini tidak segera diperbaiki, Blog I-I berani memperkirakan bahwa apkam Indonesia akan kembali kecolongan.

Semoga apa yang Blog I-I tuliskan ini tidak benar adanya.

Salam Intelijen
SW

.

Komentar

Postingan Populer