Serangan Teror Paris !

Sejak awal tahun 2015,  Blog I-I sudah memberikan Peringatan Travel Warning Eropa Barat dan Amerika tidak aman. Hal itu bukan berdasarkan kasus Charlie Hebdo semata, melainkan berdasarkan analisa perkiraan keadaan komunitas intelijen Blog I-I.

Baru-baru ini pada jum'at malam 13 November 2015 Paris diserang dengan dua ledakan dan serangan bersenjata dengan menggunakan AK47, baca juga CNN, BBC, dan Al Jazeera. Tidak kurang dari 153 orang tewas dan jumlah yang terluka sekitar 200 orang dan 83 luka serius serta ada kemungkinan jumlah korban bertambah.
Menurut informasi jaringan Blog I-I, konsep rencana dan eksekusi serangan teror ke negara-negara Barat, Amerika dan Russia merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai operasi berbagi mimpi buruk dari wilayah-wilayah konflik di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Dunia yang terkoneksi dengan sistem komunikasi dan informasi yang cepat memberikan motivasi yang tinggi kepada mereka yang menempuh jalur terorisme sebagai jalan hidupnya. 

Mengapa Blog I-I sangat yakin bahwa serangan teror akan lebih banyak ditargetkan kepada negara-negara Eropa, AS dan Russia? Hal ini berdasarkan pengamatan yang sangat hati-hati dari fenomena pergerakan manusia di dunia, dimana sistem keamanan sehebat dan secanggih apapun akan sulit mendeteksi satu per satu apa yang terjadi di dalam hati dan pikiran manusia. Kisah Lone Wolf dimana seseorang yang sama sekali tidak pernah terlibat gerakan teror tiba-tiba menjadi aktor utama bom bunuh diri merupakan salah satu buktinya. 

Di daerah konflik dan berdarah-darah, bahkan seorang anak kecil yang masih bersih dan berpikir sederhana akan mengalami pembentukan karakter dengan kepedihan yang sangat dalam, sampai akhirnya pikiran dan keyakinannya menjadi rapuh dalam keraguan tentang kemanusiaan. Hanya melalui berbagi kepedihan, maka kerapuhan dan keraguan tentang makna hidup didunia dapat terkonsolidasikan, puncaknya adalah kematian dalam aksi bom bunuh diri atau menjadi martir, sehingga pemaknaan hidupnya dapat kembali menjelang kematian. Sebuah pilihan yang logis bila anda mengalami kepedihan hidup dengan menyaksikan orang-orang tersayang yang anda miliki dibantai dalam konflik berdarah.

Mengapa sasarannya negara-negara Barat sebagaimana telah disebutkan oleh Blog I-I pada bulan Januari?  Karena tindakan saling membunuh di daerah konflik sudah biasa terjadi antar kelompok yang bertikai, misalnya di Syria dan Irak. Pada prinsipnya mereka semua bersaudara sebagai bangsa Arab namun terpecah belah dalam varian etnisitas suku atau kabilah, aliran agama khususnya Sunni-Shi'ah, dan politik kekuasaan. Mereka telah bertikai sepanjang sejarah, dan sejarah membuktikan bahwa dalam banyak kasus besar mereka yang bertikai tersebut "meminta" bantuan dari luar yakni Barat untuk dapat keluar sebagai pemenang. Ketika pihak luar yakni Barat membantu salah satu pihak, maka otomatis menjadi musuh bagi pihak yang tidak dibantu. Hal inilah yang melahirkan kemarahan dan kebencian yang tidak dapat kita bayangkan karena dampak dari bantuan Barat tersebutlah yang kemudian dianggap sebagai penyebab kepedihan yang sangat mendalam dari semakin banyaknya korban yang berjatuhan.

Tanpa bermaksud melakukan generalisasi, imigran yang telah menetap lama di negara-negara Barat sudah paham tentang sistem politik, sosial, ekonomi dan karakter negara-negara yang tempat mereka berdiam. Bertahun-tahun mereka menyaksikan hipokrisi negara-negara Barat tersebut dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya khususnya dikaitkan dengan kepentingan bisnis, masalah strategi, dan kemanusiaan yang mewujud dalam bentuk intervensi asing di wilayah konflik. Mengapa dalam suatu kasus Barat cepat mengambil tindakan dan dalam kasus lain tidak? Kita masih ingat pembantaian Muslim di Bosnia Herzegovina yang lebih banyak disebabkan oleh lambatnya intervensi kemanusiaan. Masih ingat juga bahwa kondisi Irak saat ini merupakan hasil langsung dari hancurnya rezim Saddam Hussein. Mengapa misalnya, AS menempuh jalur perang dan mengeluarkan biaya yang sangat mahal untuk menggulingkan Saddam Hussen, namun tidak segera mengambil tindakan di Suriah sebelum Russia secara terbuka membela rezim Asad yang jelas terbukti melakukan pelanggaran HAM berat? 

Bagi mereka yang tertimpa konflik dan tidak dapat lari dari kenyataan yang menimpa hidupnya tidak akan peduli dengan kalkulasi politik keamanan pemerintah negara-negara Barat. Apa yang mereka rasakan adalah bahwa hidup menjadi hancur sehancur-hancurnya karena kebijakan luar negeri dan keamanan yang ditempuh oleh negara-negara Barat. Dalam benak masyarakat yang mengalami dan menjalani konflik sehari-hari, eskalasi kehancuran dan kepedihan tersebut jauh melampaui konflik tanpa intervensi asing. 

Faktor tersebut diterjemahkan dengan sangat baik oleh para pelaku teror yang saat ini telah dan akan melakukan serangkaian serangan di negara-negara Barat. Pesannya adalah untuk merasakan aliran denyut kepedihan hati dan jiwa ketika menyaksikan darah mengalir dari orang-orang tidak bersalah yang kita sayangi serta untuk memahami kemarahan karena kehilangan makna kemanusiaan ketika darah dan kematian datang tanpa diduga-duga. Teror yang telah terjadi dan akan terus terjadi di negara-negara Barat merupakan replika dari kematian demi kematian yang terus terjadi di wilayah-wilayah konflik. Selama konflik terus terjadi dengan keterlibatan negara-negara lain yang setengah hati untuk menyelesaikannya, maka terorisme akan tetap memiliki ruang yang luas di hati dan pikiran orang-orang yang mengalami kepedihan atau bersimpati kepada kepedihan tersebut.

Perilaku brutal ISIS merupakan pertunjukkan ekstrim dari refleksi kepedihan, kemarahan, kebencian, dan balas dendam karena cinta kemanusiaan yang hilang, keadilan yang samar, harapan yang kandas. Satu-satunya realita yang dapat dirasakan oleh mereka yang berjuang dalam ISIS adalah bersandar pada harapan kehidupan setelah mati, mereka akan mengabaikan semua hal yang berpusat pada manusia, dan melepaskannya kepada Tuhan. Hanya dengan cara itu, maka lahir suatu keyakinan dan pemaknaan baru tentang hidup dan tujuan hidup. Kemudian dengan menggunakan referensi interpretasi tertentu terhadap agama, fokus pada konsep jihad yang dipersempit dengan mengangkat senjata memerangi dan meneror musuh Islam, bentuk dan modelnya fokus pada tujuan "membunuh," menyakiti, dan menghancurkan musuh dengan cara apapun, termasuk bom bunuh diri terhadap sasaran warga sipil dari pihak musuh.    

Pesan untuk Indonesia   

Blog I-I mendukung penuh upaya Intelijen, Polisi, dan militer Indonesia dalam melindungi keamanan dan keselamatan rakyat Indonesia dari ancaman terorisme. Perbedaan mendasar dari pelaku teroris Indonesia dengan mereka yang ada di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, dan negara-negara Barat adalah level keterkaitan emosional secara bangsa, etnisitas, dan kepedihan jiwanya. Teroris yang lahir di Indonesia adalah mereka yang mengundang kepedihan dalam hidupnya karena simpati dan rasa persaudaraan karena keyakinan agama yang sama dalam interpretasi ajarannya. 

Kasus yang cukup ramai dibahas belakangan ini misalnya fenomena Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) dan Investasi BP Batam Dwi Djoko Wiwoho yang bergabung dengan ISIS, baca Pejabat Publik dan Kompas. Informasi yang masih terus didalami oleh intelijen dan Polisi tersebut menjadi penting karena track record Djoko yang sebelumnya tidak pernah terkait dengan gerakan radikal. Artinya hal ini bisa terjadi kepada siapapun yang memiliki simpati, tertarik, atau yang tertipu dengan ajakan jihad ke Suriah dan Irak.

Berbeda dengan generasi alumni Afghanistan dalam perang melawan Russia yang umumnya tidak membawa keluarga, generasi rekrutmen ISIS banyak yang membawa keluarga karena konsep hijrah dari negeri kafir ke negeri Muslim dibawah khilafah. Meskipun hal ini berarti Indonesia tidak perlu repot karena kehilangan warganya yang telah mengalami radikalisasi, namun semakin banyak orang Indonesia yang berangkat ke Suriah dan Irak, maka akan semakin banyak keterkaitan emosional orang-orang Indonesia dengan konflik dan kepedihan hidup di Irak dan Suriah. Keterkaitan emosional tersebut utamanya dalam hubungan keluarga, misalnya saja keluarga besar Djoko atau keluarga besar istrinya tentu akan merasa prihatin. Pada kasus lain misalnya kabar kematian anak dari Imam Samudra yakni Umar Jundulhaq (19 tahun) yang kabarnya tewas di Suriah. Hal itu, jelas mencerminkan terjadinya regenerasi atau berlanjutnya jejak sang ayah kepada anaknya. Dalam skala yang lebih besar, pengaruh-pengaruh orang terdekat yang "berjihad"akan sangat kuat termasuk dalam memotivasi seseorang untuk bergabung dengan gerakan terorisme. Karena menurut mereka apa yang dikenal pemerintah dan masyarakat umum sebagai terorisme adalah perjuangan jihad. 

Kepada jaringan terorisme Indonesia yang kadang mampir atau rajin mengunjungi Blog I-I, sadarlah bahwa melakukan tindakan terorisme di Indonesia tidak memiliki alasan yang kuat sebagaimana dilakukan di negara-negara Barat oleh jaringan terorisme di Barat. Indonesia tidak menyebabkan terjadinya kepedihan dan kesengsaraan di Timur Tengah, bangsa Indonesia mayoritas Muslim, Pemerintah Indonesia juga sangat peduli dengan proses damai di Timur Tengah, khususnya dalam membela bangsa Palestina. Bila aksi teror di lakukan di Indonesia, maka hal itu melanggar prinsip keadilan dan Qisas atau membalas dengan yang setimpal, karena bangsa Indonesia tidak terlibat dalam pertumpahan darah di Timur Tengah. Bila anda bercita-cita untuk mendirikan negara Islam atau berbaiat kepada pimpinan ISIS, maka hal itu bukan justifikasi untuk melakukan aksi teror di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa tidak ada alasan yang cukup kuat secara hukum Islam maupun logika sebagaimana aksi teror di Barat untuk melakukan aksi teror di Indonesia. Melakukan aksi teror di Indonesia sama sekali tidak ada artinya bila dibandingkan aksi kemanusiaan menolong orang-orang yang kelaparan dan miskin yang masih banyak di Indonesia. Tujuan-tujuan sempit jihad yang dipropagandakan oleh mereka yang berkonflik di Timur Tengah bukanlah tujuan hidup sebagaimana diajarkan dalam Islam. Kepedulian umat Islam di Indonesia kepada saudara-saudara se-Islam di Timur Tengah tidak perlu ditunjukkan dengan aksi teror, melainkan dengan upaya menghentikan konflik. 

Kepada komunitas Intelijen, Polisi, dan Militer Indonesia, jangan pernah kenal lelah dalam mengawasi setiap potensi ancaman terhadap keselamatan rakyat Indonesia. Namun juga jangan melahirkan dendam emosional dari keluarga besar mereka yang terlibat dengan terorisme, misalnya dengan tindakan brutal, penyiksaan atau penembakan terhadap tersangka yang tidak bersenjata atau sudah menyerah. Penegakkan hukum yang adil disertai penjelasan tentang dampak terorisme yang lebih luas kepada seluruh bangsa Indonesia juga harus terus dikumandangkan ke seluruh nusantara. Profesionalisme aparat keamanan adalah kunci dari keberhasilan menghapuskan terorisme hingga ke akar-akarnya. Hal ini tentunya juga sangat memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pencegahan terhadap aksi-aksi teror.

Kepada seluruh rakyat Indonesia, janganlah mengundang kepedihan dan kesengsaraan ke dalam hati anda dan juga menularkannya kepada keluarga anda. Bukankah anda diminta untuk menjaga diri dan keluarga anda dari api neraka, mengapa tidak menjaganya dari api konflik dunia? Apabila benar bahwa sejumlah pelaku jihad membawa anak-anaknya ke wilayah konflik Suriah dan Irak, apakah hal itu bukan tindakan menzalimi keluarga sendiri? Anak-anak belum memiliki kewajiban atau mampu berpikir untuk memutuskan terjun ke wilayah konflik. Memberikan pengalaman tentang sakitnya menyaksikan konflik dan kematian kepada anak-anak adalah tindakan merusak masa depan mereka. Pada saat ratusan ribu orang tua di Suriah dan Irak berusaha mati-matian untuk mengungsikan keluarganya, mengapa sampai hati orang tua asal Indonesia malahan menjerumuskan dan menyiksa anak-anaknya dengan membawanya ke daerah konflik. 

Bahwa sejumlah kasus tersebut telah terjadi, marilah kita tingkatkan kewaspadaan dari upaya-upaya menjerumuskan hidup kita ke dalam jurang kepedihan konflik. Bagi anda belum pernah menyaksikan kematian akibat konflik janganlah berharap untuk menyaksikannya, karena hanya ada dua kemungkinan yang akan anda rasakan: kesedihan dan kemarahan. Ingatlah bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat dalam berperang bukan berlandaskan kepada kesedihan dan kemarahan, bahkan tidak akan membunuh karena dua faktor tersebut, melainkan hanya menegakkan kebenaran! Apakah ISIS membela kebenaran? dimana ada kebenaran dalam membunuhi anak-anak dan wanita yang jelas dilarang dalam berperang secara Islami. 

Sekian dan semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Senopati Wirang

Komentar

Postingan Populer