Deteksi Rencana Serangan Teroris
Salah satu hal paling sulit dalam mendeteksi serangan teroris adalah terkait dengan waktu, tempat dan metode serangan yang akan dilaksanakan. Meskipun intelijen telah mengetahui akan ada serangan dengan meningkatkan peringatan level ancaman, namun bila suatu serangan akhirnya terwujud maka intelijen dan aparat keamanan telah gagal melakukan pencegahan. Jangan sekali-kali pernah berpikir bahwa karena negara maju dengan peralatan canggih dan jaringan intelijen yang solid, maka serangan teroris pasti dapat dicegah. Juga sebaiknya jangan berpikir bahwa karena saking hebatnya intelijen negara maju, maka kemungkinan terjadinya serangan hanya karena adanya konspirasi. Intel pada akhirnya juga manusia biasa yang memiliki kelebihan deteksi dini dan cegah dini karena pendidikan pelatihan dan pengalaman. Namun teroris baik kelas pemula maupun yang pakar juga manusia yang terlatih, hampir sama dengan pemeo polisi dan penjahat, siapa lebih cepat dan cerdik maka dialah yang berhasil. Bila intelijen meremehkan kecerdikan teroris baik pemula maupun yang sudah berpengalaman, maka itu adalah tanda akan terjadinya malapetaka serangan teror yang menimpa masyarakat.
Mencermati aksi teror di Paris, tentunya bagi seluruh jaringan intelijen Blog I-I yang terlatih telah paham betul betapa mudahnya melakukan aksi teror bukan? Keunggulan bom bunuh diri atau serangan bersenjata yang diniatkan untuk mati bersama korban terletak pada tiket satu jalan menuju kehancuran bersama. Berita-berita tentang telah tahu akan ada serangan teror adalah apologia yang tidak berguna, identifikasi pelaku adalah pengungkapan kasus dengan metode forensik polisionil dengan barang bukti, kemudian berbagai analisa setelah terjadinya serangan tidak banyak berarti, termasuk yang analisa dalam Blog I-I. Pesan yang ingin disampaikan Blog I-I tidak fokus kepada kasus terornya, melainkan kepada bagaimana intelijen Indonesia dan pemerintah Indonesia semakin mengefektifkan fungsi intelijen.
Mencermati aksi teror di Paris, tentunya bagi seluruh jaringan intelijen Blog I-I yang terlatih telah paham betul betapa mudahnya melakukan aksi teror bukan? Keunggulan bom bunuh diri atau serangan bersenjata yang diniatkan untuk mati bersama korban terletak pada tiket satu jalan menuju kehancuran bersama. Berita-berita tentang telah tahu akan ada serangan teror adalah apologia yang tidak berguna, identifikasi pelaku adalah pengungkapan kasus dengan metode forensik polisionil dengan barang bukti, kemudian berbagai analisa setelah terjadinya serangan tidak banyak berarti, termasuk yang analisa dalam Blog I-I. Pesan yang ingin disampaikan Blog I-I tidak fokus kepada kasus terornya, melainkan kepada bagaimana intelijen Indonesia dan pemerintah Indonesia semakin mengefektifkan fungsi intelijen.
Sejumlah keberhasilan intelijen Barat dalam mencegah serangan teror jarang terungkap di media massa. Namun tercatat sekitar puluhan rencana serangan teror yang berhasil dicegah di seluruh negara-negara Barat. Untuk prestasi tersebut, benar bahwa teknologi dan humint memegang peranan yang sangat besar. Namun ketika kebobolan, maka dalam beberapa hari bahkan minggu beragam berita dan analisa akan menghiasi media massa guna memenuhi hasrat ingin tahu masyarakat yang berhak mengetahui sesuai prinsip kebebasan memperoleh informasi.
Dari kisah-kisah pengalaman sahabat dalam jaringan Blog I-I, cukup jelas bahwa kemampuan intelijen negara-negara maju hanya sedikit berbeda dengan Indonesia. Perbedaan yang sangat mencolok adalah pada aspek teknologi dan dana, dimana Indonesia boleh dikatakan teramat sangat minim dan miskin dan teknologinya baru pada level menengah. Bayangkan saja, sangatlah tidak masuk akal apabila anggaran intelijen nasional di Indonesia hanya sebesar 0,2% dari total anggaran pemerintah. Tidak ada negara di dunia yang akan melemahkan intelijennya sendiri dengan anggaran yang sangat minim tersebut. Namun berbahagialah bangsa Indonesia, karena intel yang sering dikuyo-kuyo dan dihina-hina tersebut tetap berpegang teguh pada Dharma Bhakti kepada rakyat dan negara Indonesia. Bahkan ketika terjadi kebobolan-pun, intelijen jarang menyalahkan faktor anggaran tersebut.
Selain itu, dari kualitas sumber daya intelijen Indonesia pada sisi skill lapangan bolehlah diadu, namun pada sisi analisa dan perkiraan ke depan, intelijen harus mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik lagi dengan peningkatan sumber daya manusianya. Keberadaan STIN, lembaga diklat, pelatihan dan pendidikan di luar negeri, serta kerjasama antar lembaga dan kerjasama internasional dapat sedikit mengupgrade kemampuan analisa intelijen.
Kembali pada deteksi serangan teroris. Sumber informasi deteksi serangan teroris dapat berasal dari manapun, baik cuitan twitter yang tingkat kepercayaannya rendah, sampai laporan agen lapangan yang tingkat kepercayaannya sangat tinggi. Kelemahan intelijen Barat pada umumnya adalah daya penetrasi kepada organisasi teroris atau kelompok yang ingin melakukan aksi teror, hal ini bukan saja disebabkan sistem yang tertutup, melainkan juga karena faktor etnisitas dan lingkungan para pelaku yang terkondisikan terpisah dari masyarakat Barat secara umum. Akibatnya pengawasan hanya dapat dilakukan dari jauh dengan catatan-catatan kriminal maupun dengan pengawasan surveillance yang seringkali tidak menyebtuh esensi informasi berupa dimana dan kapan serangan akan terjadi.
Walaupun kota-kota di Eropa penuh dengan CCTV, hal itu tidak banyak menolong karena tetap terlambat manakala serangan sudah terjadi. Para pelaku teror saat ini tidak perlu melakukan pengamatan wilayah karena ketersediaan google map, sehingga rencana dapat dilakukan dari jauh atau luar kota dan hanya memasuki kota sasaran pada hari H. Bagaimana dengan intersep jalur komunikasi? Kewaspadaan kelompok teroris sudah semakin meninggi seiring dengan dinamika perkembangan teknologi, bahkan sebagian juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menyembunyikan pesan-pesannya. Dengan menggunakan teknik komunikasi yang relatif secara manual berganti saja sudah cukup menghalangi surveillance intelijen dan polisi terhadap jalur komunikasi. Betapa sulitnya deteksi tersebut bukan?
Perhatikan bahwa kelemahan intelijen Barat tersebut juga dilihat oleh Presiden Bashar al-Assad yang menawarkan informasi intelijen. Kemungkinan rezim intelijen Assad memiliki data yang lebih akurat tentang kelompok teroris yang terkait dengan konflik di Suriah cukup tinggi, atau bahkan bila menggunakan teori konspirasi, justru Assad dan Rusia yang berada di belakang kasus tersebut dan menyalahkannya kepada ISIS yang domain operasinya hanya di kawasan Suriah dan Irak. Berbagai analisa yang bernuansa dugaan sangatlah berbahaya dan Blog I-I tidak menganjurkannya selain dengan dukungan fakta.
Akhir kata, semoga Intelijen Indonesia mengambil pelajaran berharga dari peristiwa serangan teror Paris dan meningkatkan kewaspadaan guna melindungi rakyat dan negara Indonesia.
Sekian
Salam Intelijen
SW
Komentar
Posting Komentar