Menuju Negara Intel
Intelijen merupakan pemain utama dalam "mengamankan" pemilu selama Pemerintahan Orde Baru, dan terbukti mampu selama 32 tahun menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil menurut versi pemerintah tentunya dengan hasil yang telah ditentukan sebelum pemilu, yakni kemenangan mutlak partai penguasa dan kelangsungan kekuasaan elit Orde Baru. Hal itu dapat menggambarkan profesionalisme dan kapabilitas yang luar biasa dari Intelijen Indonesia dalam mengabdi kepada kekuasaan dan bukan kepada negara, bangsa, apalagi rakyat. Bila the State is the coldest of cold monster seperti kata Jenderal Charles de Gaulle, maka Intelijen adalah the super coldest of cold monster.
Mengapa artikel Blog I-I kali ini mengenai negara Intel? Hal ini berangkat dari kecenderungan ketergantungan sistem politik demokrasi Indonesia kepada Intelijen. Ada bencana kebakaran hutan dan asap, Intelijen dipanggil. Menjelang pemilukada, Intelijen diperbanyak personilnya. Ada berbagai persoalan di Kementerian teknis, dilakukan MoU dengan Intelijen untuk back-up. Hal itu mencerminkan lemahnya dan tidak berjalannya sistem tata negara dimana sudah ada pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap suatu persoalan, dan Intelijen tidak seharusnya dilibatkan.
Mengapa artikel Blog I-I kali ini mengenai negara Intel? Hal ini berangkat dari kecenderungan ketergantungan sistem politik demokrasi Indonesia kepada Intelijen. Ada bencana kebakaran hutan dan asap, Intelijen dipanggil. Menjelang pemilukada, Intelijen diperbanyak personilnya. Ada berbagai persoalan di Kementerian teknis, dilakukan MoU dengan Intelijen untuk back-up. Hal itu mencerminkan lemahnya dan tidak berjalannya sistem tata negara dimana sudah ada pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap suatu persoalan, dan Intelijen tidak seharusnya dilibatkan.
Bagi kalangan intelijen aktif, hal itu biasa saja dan sudah menjadi panggilan tugas, dimana pada saat eksekutif dalam hal ini Presiden meminta Intelijen mengerjakan suatu tugas, maka wajib untuk dikerjakan. Persoalannya kemudian adalah seolah Intelijen menjadi solusi dari ketidakbecusan lembaga-lembaga yang sudah dibentuk untuk mengatasi persoalan yang ada, dan hal ini tentunya memperluas jangkauan kegiatan intelijen yang seharusnya fokus kepada hal-hal yang dapat menjadi ancaman strategis kepada negara dan bangsa. Apabila bencana asap di Riau dan Jambi sudah dianggap menjadi ancaman nasional, maka sudah sewajarnya bila Pemerintah mengerahkan seluruh daya upaya untuk mengatasinya, khususnya dikonsentrasikan kepada upaya pemadaman dan pengurangan intensitas asap hingga hilang, dan juga penegakkan hukum kepada para pelanggar yang menyebabkan terjadinya bencana asap tersebut. Mengapa begitu susahnya? Jawabnya sangat singkat, karena tidak mampu dan tidak becus! sekilas tampak memudahkan persoalan, tetapi hal ini adalah cerminan Kepemimpinan Nasional yang sangat lemah dalam menjalankan roda pemerintahan dimana perintah tidak dapat tereksekusi dengan baik hingga ke bawah. Apakah bila Intelijen terlibat kemudian semuanya menjadi beres? Jawabnya tidak, bahkan semakin menambah kompleks dalam penentuan langkah-langkah yang akan ditempuh.
Apabila menjelang pemilukada kemudian jumlah intel diperbanyak maka hal ini justru memperkuat analisa bahwa fungsi-fungsi lembaga penyelenggara pemilu, pengawas, dan penegak hukum juga tidak mampu berjalan baik tanpa dukungan intel. Padahal seharusnya pesta demokrasi bersih dari operasi pengamanan oleh intelijen, apa yang ingin diamankan menjadi persoalan krusial karena hal itu hanya akan menciptakan pemborosan dimana berbagai mekanisme pengawasan telah dilaksanakan. Komunitas Blog I-I telah melihat terjadinya imitasi laporan yang sama dalam pemilu yang lalu dari berbagai pihak yang menjadi pengawas jalannya pemilu termasuk intelijen, isi laporan sama saja, sehingga pemborosan uang pajak rakyat dalam bentuk operasi pengamanan pemilu menjadi sangat memprihatinkan. Satu-satunya pembenaran rekrutmen besar-besaran Intelijen adalah untuk mendukung kekuasaan sebagaimana telah dilaksanakan dengan sangat baik selama Orde Baru berkuasa, jika ini tujuan sesungguhnya maka telah terjadi kemunduran luar biasa dari demokrasi di Indonesia.
Kerjasama-kerjasama Kementerian teknis dengan intelijen juga tidak perlu karena hal itu selain tidak akan efektif, juga justru membuat konsentrasi intelijen menjadi terpecah-pecah ke dalam berbagai persoalan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab departemen teknis. Sangatlah memprihatinkan bahwa Intel bekerja dalam format kerjasama dengan departemen teknis yang seringkali bahkan tidak pernah ada eksekusinya secara nyata.
Intelijen harus fokus pada isu-isu khusus strategis yang ditentukan oleh pemerintah dimana tidak ada Kementerian yang menanganinya atau tidak sanggup menembusnya karena keterbatasan ruang lingkup operasi misalnya terkait hukum internasional, dimana dalam hubungan antar negara hanya intel yang dapat bekerja di luar hukum dengan berbagai teknik khusus yang dikembangkannya sehingga tidak dapat diproses secara hukum ketika melanggar hukum. Contoh lain misalnya dalam menembus kebekuan hubungan antar negara, karena intel selalu menjadi jalur alternatif komunikasi. Dalam isu dalam negeri, hal terpenting yang menjadi tanggung jawab intel bukan penegakkan hukum, melainkan dukungan kepada penegak hukum dalam memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia. Namun demikian, karena intel tidak memiliki wewenang polisionil datau penuntutan (kejaksaan) maka dapat dipastikan intel tidak berada dalam posisi menyelesaikan suatu delik hukum. Dengan demikian sistem operasi intelijen dalam negeri di Indonesia perlu dilihat kembali fokus perhatiannya, sistem pengumpulan informasinya, dan tujuan strategis yang melandasinya.
Salah kebijakan akan berdampak negatif kepada negara, bangsa dan rakyat Indonesia, demikian juga dalam menentukan arah kebijakan Intelijen Nasional. Disadari atau tidak, tanpa peningkatan akuntablitas organisasi, profesionalisme personil, tujuan yang benar, dan anggaran yang cukup, rencana pengembangan intelijen akan terjebak mengarah pada Negara Intel. Ada beberapa persoalan dasar yang diramalkan Blog I-I akan menyesatkan kalangan Intel muda, yakni tugas mengamankan pemilu oleh Intelijen harus dibatasi sampai tercapainya kedewasaan berpolitik bangsa Indonesia dan berjalannya lembaga-lembaga penyelenggara pemilu serta elemen pengawasannya dan aspek penegakan hukum berjalan. Jangan dilihat seolah akan terus-menerus menjadi bagian dari operasi intelijen mengamankan pemilu, hal ini hanya akal-akalan saja untuk menyerap anggaran manakala sebenarnya pemilu dapat berjalan dengan baik tanpa peran yang terlalu banyak dari Intel. Dengan demikian, sangat tidak masuk akal apabila tujuan pengembangan organisasi intelijen dari sisi personil hanya untuk pengamanan pemilu.
Seharusnya tanpa gembar-gembor Intel akan begini akan begitu, pemantapan sistem arus informasi intelijen nasional seyogyanya dikembangkan sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang terkait langsung dengan koordinasi operasi polisi dan TNI dalam mengamankan wilayah kedaulatan Indonesia dan dalam memberikan rasa aman serta melindungi rakyat Indonesia dari bahaya. Hal ini mudah dituliskan dan diucapkan tetapi sangat sulit dilaksanakan apabila kualitas personilnya rendah dan ego sektoral masih ada. Kemudian itu semua MUSTAHIL terwujud apabila kepemimpinan nasional lemah karena tidak mampu mengatur, mengarahkan dan menyatukan lembaga terkait dalam melaksanakan tugas Pemerintah melindungi rakyatnya.
Salam Intelijen,
SW
Komentar
Posting Komentar