Tentang Dinas Intelijen Muda a.k.a Dark Intelligence Mission (DIM)
Kepada seluruh jaringan Blog I-I dari profesional intel baik yang aktif maupun non-aktif, jaring agen, kepada mereka yang pernah direkrut sebagai bagian dari DIM, yang masih aktif maupun yang melarikan diri, serta yang bertanya-tanya tentang keberadaan Intelijen tidak resmi yang dianggap bekerja untuk negara, bersama ini saya ingin menyampaikan terima kasih atas kontribusinya selama ini dalam upaya memperbaiki sistem intelijen negara dengan sharing berbagai informasi kepada Blog I-I untuk diungkapkan kepada publik sebagai pembelajaran.
Jaringan Blog I-I sejak awal telah menegaskan bukan bagian resmi dari Intelijen Negara, namun melingkupi seluruh hakikat dinamika intelijen nasional Indonesia semata-mata karena faktor sejarah sejak Indonesia merdeka. Siapapun yang memusuhi Blog I-I adalah memusuhi hakikat sejati dari komunitas intelijen nasional yang cikal bakalnya telah ada sejak era perjuangan kemerdekaan. Secara turun-temurun kami selalu menjaga rahasia-rahasia level strategis terkait keamanan nasional, keamanan negara, dan keselamatan bangsa. Namun kami tidak segan-segan menyikat segala penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum intelijen yang melakukan penyelewengan dan penyimpangan dari tugas pokoknya. Hal ini tentunya dengan kalkulasi besar kecilnya dampak yang dapat ditimbulkan dari upaya pembersihan intelijen dari penyimpangan. Misalnya untuk kasus-kasus strategis yang berdampak luas, Blog I-I tidak akan pernah mengungkapkannya. Mohon maaf sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia bahwa Blog I-I belum sanggup mengungkap rahasia-rahasia gelap yang berdarah dalam perjalanan Intelijen Indonesia.
Intelijen tidak resmi adalah hal yang lumrah di seluruh dunia, mereka adalah agen-agen yang bekerja untuk misi yang telah ditentukan oleh unit khusus intelijen. Dalam sejarah Indonesia agen-agen tersebut dibina oleh: (1) BAIS TNI (BIA) dilengkapi bekal pelatihan singkat oleh Tim khusus Satinduk, (2) Tim Khusus Intel Kopassus (dilatih sendiri), (3) BAKIN dan sekarang BIN (dilatih secara one on one), (4) Polisi (disebut sebagai informan). Sumber daya manusia agen-agen "gelap" tersebut di masa lalu mencakup aktivis, penjahat/residivis, pengedar narkoba, pencuri, pemberontak, kelompok radikal Islam, mahasiswa, pelajar, politisi, PNS, karyawan swasta, pengusaha, penggiat sosial dan ormas, dan berbagai latar belakang sesuai dengan kebutuhan. Dapat dikatakan berbagai kelompok masyarakat telah dimasuki infiltrasi intelijen sehingga mudah "dimainkan" pada saat muncul persoalan. Contoh yang dapat dikemukakan secara publik adalah Sdr. FZ yang sejak mahasiswa telah menjadi agen "gelap" intelijen sehingga tidak mengherankan apabila ybs memiliki skill intelijen yang baik dan secara bertahap mampu membangun pengaruh hingga level nasional. Hal ini kami ungkap bukan untuk fitnah atau memojokkan ybs, namun lebih berdasarkan pada kalkulasi cermat bahwa Sdr. FZ benar-benar telah terbina menjadi patriot bangsa Indonesia yang handal melalui jalur intelijen dan sekarang berada di jalur politik serta memiliki power yang cukup kuat untuk melindungi diri dari serangan-serangan lawan politiknya.
Pada sisi ekstrim, ketika intelijen memerlukan pembunuh maka sumber daya manusianya adalah para penjahat yang telah terbukti mampu melakukan aksi pembunuhan. Dalam operasi Petrus, pembunuhan yang dilakukan dengan senjata api relatif mudah dan dapat dilakukan oleh mereka yang terlatih dengan senjata api. Namun dalam proses pengamatan dan penggambaran targetnya juga memanfaatkan agen-agen "gelap" tersebut. Hubungan antara aparat keamanan (intelijen) dengan pihak-pihak yang di mata masyarakat sebagai penjahat adalah hal yang lumrah di masa lalu dalam bahasa yang bagusnya disebut sebagai justice collaborators.
Sebagian dari agen-agen gelap tersebut sangat loyal dan cenderung untuk lebih loyal kepada pemberi perintah dan seringkali bahkan berlebihan dan sangat bersemangat dalam membela nasionalisme Indonesia, sehingga sering terjadi sejumlah dampak negatif yang sulit dikendalikan dan menjadi liar bahkan melebihi perintah, seperti dalam sejumlah kasus penculikan dan penghilangan nyawa yang tidak terungkap. Hingga saat ini, agen-agen "gelap" masih ada tersisa dan juga terus terjadi rekrutmen baru dalam pola yang berbeda. Perbedaan mendasar era Orde Lama, Orde Baru dengan paska 2005 adalah bahwa sebelum 2005 faktor akses, otot, brutalitas dan pelanggaran HAM masih kuat sementara paska 2005 lebih berorientasi kepada smart intelligence dengan maksimalisasi akses. Meskipun demikian, residu dari pola lama masih dan seringkali bergerak di luar garis komando intelijen resmi seperti BAIS, BIN, dan Polisi Baik Reskrim maupun Intelkam.
Nama kode sandi agen-agen "gelap" tersebut berubah-ubah, judul artikel ini hanya contoh yang pernah terjadi di salah satu era pada masa Orde Baru. Konsep dasarnya hampir sama dengan pembentukan paramiliter yang direkrut langsung dari rakyat yang kemudian dipersejatai misalnya dalam menghadapi kelompok separatis atau kelompok subversif di masa lalu. Agen-agen "gelap" intelijen umumnya tidak dipersenjatai namun hanya dilatih dasar-dasar militer dan skill intelijen dengan pengecualian BAKIN dan Polisi yang tidak memberikan latihan dasar militer dan lebih fokus kepada komunikasi rahasia.
Apabila anda menghadapi "masalah" dengan mereka yang mengaku-aku sebagai intel dan bahkan mengancam perhatikan betul ciri-cirinya, apabila kurang meyakinkan sudah pasti gadungan yang mungkin ingin memeras anda. Namun bila sangat meyakinkan dan bahkan memiliki bahasa tubuh dan pengetahuan serta informasi dasar tentang diri anda, boleh jadi ybs adalah agen "gelap" tersebut. Karena para agen "gelap" memiliki sedikit pengetahuan tentang intelijen, maka pola pergerakannya juga mirip intel dan cukup waspada. Adakalanya para agen "gelap" tersebut sudah kurang diperhatikan oleh penggunaanya dan menjadi liar tanpa pengendali. Sebagian besar yang sudah tidak aktif kembali ke dalam kehidupan normal dan bekerja biasa, namun ada sebagian yang tersandera oleh nostalgia kejayaan era Orde Baru.
Apabila anda secara jelas-jelas diancam oleh siapapun yang mengaku-ngaku sebagai intel baik dari usur BAIS, BIN, maupun Polisi maka ada baiknya dilaporkan kepada Polisi dengan bukti-bukti, ada baiknya pada level Polda. Karena ancaman secara pribadi masuk ke dalam ranah hukum maka polisi dapat segera mengambil tindakan. Mengapa pada level Polda, karena di setiap daerah propinsi ada Komunitas Intelijen Daerah yang dapat menyelidiki oknum-oknum tersebut. Apabila kantor Polda terlalu jauh dapat dilaporkan pada level dibawahnya tentunya anda harus siap dengan keterangan yang jelas dan bukti sehingga dapat ditindaklanjuti. Dapat juga dilaporkan ke Kodam atau satuan dibawahnya yang terdekat dengan anda, terlebih apabila oknum pengancam membawa-bawa nama militer. Alternatif ketiga adalah melalui Pemerintah Daerah dimana di dalamnya selalu ada yang mengurusi masalah Kesbangpol dan Linmas. Ketiga tempat mengadu tersebut dapat secara efektif mengangkatnya dalam Rapat Komunitas Intelijen Daerah, sehingga oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan intel tersebut segera dapat ditangani.
Demikian, semoga bermanfaat.
Salam Intelijen
Dharma Bhakti
Jaringan Blog I-I sejak awal telah menegaskan bukan bagian resmi dari Intelijen Negara, namun melingkupi seluruh hakikat dinamika intelijen nasional Indonesia semata-mata karena faktor sejarah sejak Indonesia merdeka. Siapapun yang memusuhi Blog I-I adalah memusuhi hakikat sejati dari komunitas intelijen nasional yang cikal bakalnya telah ada sejak era perjuangan kemerdekaan. Secara turun-temurun kami selalu menjaga rahasia-rahasia level strategis terkait keamanan nasional, keamanan negara, dan keselamatan bangsa. Namun kami tidak segan-segan menyikat segala penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum intelijen yang melakukan penyelewengan dan penyimpangan dari tugas pokoknya. Hal ini tentunya dengan kalkulasi besar kecilnya dampak yang dapat ditimbulkan dari upaya pembersihan intelijen dari penyimpangan. Misalnya untuk kasus-kasus strategis yang berdampak luas, Blog I-I tidak akan pernah mengungkapkannya. Mohon maaf sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia bahwa Blog I-I belum sanggup mengungkap rahasia-rahasia gelap yang berdarah dalam perjalanan Intelijen Indonesia.
Intelijen tidak resmi adalah hal yang lumrah di seluruh dunia, mereka adalah agen-agen yang bekerja untuk misi yang telah ditentukan oleh unit khusus intelijen. Dalam sejarah Indonesia agen-agen tersebut dibina oleh: (1) BAIS TNI (BIA) dilengkapi bekal pelatihan singkat oleh Tim khusus Satinduk, (2) Tim Khusus Intel Kopassus (dilatih sendiri), (3) BAKIN dan sekarang BIN (dilatih secara one on one), (4) Polisi (disebut sebagai informan). Sumber daya manusia agen-agen "gelap" tersebut di masa lalu mencakup aktivis, penjahat/residivis, pengedar narkoba, pencuri, pemberontak, kelompok radikal Islam, mahasiswa, pelajar, politisi, PNS, karyawan swasta, pengusaha, penggiat sosial dan ormas, dan berbagai latar belakang sesuai dengan kebutuhan. Dapat dikatakan berbagai kelompok masyarakat telah dimasuki infiltrasi intelijen sehingga mudah "dimainkan" pada saat muncul persoalan. Contoh yang dapat dikemukakan secara publik adalah Sdr. FZ yang sejak mahasiswa telah menjadi agen "gelap" intelijen sehingga tidak mengherankan apabila ybs memiliki skill intelijen yang baik dan secara bertahap mampu membangun pengaruh hingga level nasional. Hal ini kami ungkap bukan untuk fitnah atau memojokkan ybs, namun lebih berdasarkan pada kalkulasi cermat bahwa Sdr. FZ benar-benar telah terbina menjadi patriot bangsa Indonesia yang handal melalui jalur intelijen dan sekarang berada di jalur politik serta memiliki power yang cukup kuat untuk melindungi diri dari serangan-serangan lawan politiknya.
Pada sisi ekstrim, ketika intelijen memerlukan pembunuh maka sumber daya manusianya adalah para penjahat yang telah terbukti mampu melakukan aksi pembunuhan. Dalam operasi Petrus, pembunuhan yang dilakukan dengan senjata api relatif mudah dan dapat dilakukan oleh mereka yang terlatih dengan senjata api. Namun dalam proses pengamatan dan penggambaran targetnya juga memanfaatkan agen-agen "gelap" tersebut. Hubungan antara aparat keamanan (intelijen) dengan pihak-pihak yang di mata masyarakat sebagai penjahat adalah hal yang lumrah di masa lalu dalam bahasa yang bagusnya disebut sebagai justice collaborators.
Sebagian dari agen-agen gelap tersebut sangat loyal dan cenderung untuk lebih loyal kepada pemberi perintah dan seringkali bahkan berlebihan dan sangat bersemangat dalam membela nasionalisme Indonesia, sehingga sering terjadi sejumlah dampak negatif yang sulit dikendalikan dan menjadi liar bahkan melebihi perintah, seperti dalam sejumlah kasus penculikan dan penghilangan nyawa yang tidak terungkap. Hingga saat ini, agen-agen "gelap" masih ada tersisa dan juga terus terjadi rekrutmen baru dalam pola yang berbeda. Perbedaan mendasar era Orde Lama, Orde Baru dengan paska 2005 adalah bahwa sebelum 2005 faktor akses, otot, brutalitas dan pelanggaran HAM masih kuat sementara paska 2005 lebih berorientasi kepada smart intelligence dengan maksimalisasi akses. Meskipun demikian, residu dari pola lama masih dan seringkali bergerak di luar garis komando intelijen resmi seperti BAIS, BIN, dan Polisi Baik Reskrim maupun Intelkam.
Nama kode sandi agen-agen "gelap" tersebut berubah-ubah, judul artikel ini hanya contoh yang pernah terjadi di salah satu era pada masa Orde Baru. Konsep dasarnya hampir sama dengan pembentukan paramiliter yang direkrut langsung dari rakyat yang kemudian dipersejatai misalnya dalam menghadapi kelompok separatis atau kelompok subversif di masa lalu. Agen-agen "gelap" intelijen umumnya tidak dipersenjatai namun hanya dilatih dasar-dasar militer dan skill intelijen dengan pengecualian BAKIN dan Polisi yang tidak memberikan latihan dasar militer dan lebih fokus kepada komunikasi rahasia.
Apabila anda menghadapi "masalah" dengan mereka yang mengaku-aku sebagai intel dan bahkan mengancam perhatikan betul ciri-cirinya, apabila kurang meyakinkan sudah pasti gadungan yang mungkin ingin memeras anda. Namun bila sangat meyakinkan dan bahkan memiliki bahasa tubuh dan pengetahuan serta informasi dasar tentang diri anda, boleh jadi ybs adalah agen "gelap" tersebut. Karena para agen "gelap" memiliki sedikit pengetahuan tentang intelijen, maka pola pergerakannya juga mirip intel dan cukup waspada. Adakalanya para agen "gelap" tersebut sudah kurang diperhatikan oleh penggunaanya dan menjadi liar tanpa pengendali. Sebagian besar yang sudah tidak aktif kembali ke dalam kehidupan normal dan bekerja biasa, namun ada sebagian yang tersandera oleh nostalgia kejayaan era Orde Baru.
Apabila anda secara jelas-jelas diancam oleh siapapun yang mengaku-ngaku sebagai intel baik dari usur BAIS, BIN, maupun Polisi maka ada baiknya dilaporkan kepada Polisi dengan bukti-bukti, ada baiknya pada level Polda. Karena ancaman secara pribadi masuk ke dalam ranah hukum maka polisi dapat segera mengambil tindakan. Mengapa pada level Polda, karena di setiap daerah propinsi ada Komunitas Intelijen Daerah yang dapat menyelidiki oknum-oknum tersebut. Apabila kantor Polda terlalu jauh dapat dilaporkan pada level dibawahnya tentunya anda harus siap dengan keterangan yang jelas dan bukti sehingga dapat ditindaklanjuti. Dapat juga dilaporkan ke Kodam atau satuan dibawahnya yang terdekat dengan anda, terlebih apabila oknum pengancam membawa-bawa nama militer. Alternatif ketiga adalah melalui Pemerintah Daerah dimana di dalamnya selalu ada yang mengurusi masalah Kesbangpol dan Linmas. Ketiga tempat mengadu tersebut dapat secara efektif mengangkatnya dalam Rapat Komunitas Intelijen Daerah, sehingga oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan intel tersebut segera dapat ditangani.
Demikian, semoga bermanfaat.
Salam Intelijen
Dharma Bhakti
Komentar
Posting Komentar